Mini Teater Edukasi Hadir di Kuningan: Wujud Nyata Komitmen Pemda Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Mini Teater Edukasi Hadir di Kuningan: Wujud Nyata Komitmen Pemda Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Bandung Barat (25/06/24), WK – Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di wilayahnya. Salah satu wujud komitmen tersebut adalah dengan menghadirkan Mini Teater Edukasi, yang diresmikan oleh Pj Bupati Kuningan R. Iip Hidajat pada Kamis (6/06).

Mini Teater Edukasi ini terletak di komplek pertokoan Jl. Siliwangi, tepat di pusat Kota Kuningan. Kehadirannya diharapkan dapat menjadi sarana edukasi dan hiburan yang bermanfaat bagi para pelajar dan masyarakat.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, U. Kusmana, menjelaskan bahwa Mini Teater Edukasi ini merupakan salah satu upaya untuk mengakselerasi implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). IKM menuntut pembelajaran yang lebih fleksibel dan berpusat pada peserta didik, dan Mini Teater Edukasi ini diharapkan dapat menjadi wadah yang tepat untuk mewujudkannya.

Di Mini Teater Edukasi ini, para pelajar dan masyarakat dapat menonton berbagai film edukatif dan inspiratif yang mengandung nilai-nilai pendidikan, sejarah, budaya, dan lingkungan. Selain itu, di tempat ini juga akan diadakan berbagai kegiatan edukatif lainnya, seperti workshop dan seminar.

Kehadiran Mini Teater Edukasi atau sering disebut “Bioskop Mini” ini diharapkan dapat menjadi salah satu faktor pendukung terwujudnya Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan. Dengan tersedianya sarana edukasi dan hiburan yang bermanfaat ini, diharapkan para pelajar dan warga masyarakat di Kuningan akan semakin termotivasi untuk belajar dan meningkatkan pengetahuannya.

Kunjungan Kadisdik ke BBPMP Jabar
Kunjungan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, U. Kusmana ke BBPMP Jawa Barat pada 26 Juni 2024 bukan hanya sekedar kunjungan biasa.

Didampingi Pipin Mansyur Kabid GTK dan Kasubbag Keuangan, U Kusmana memiliki misi penting, yaitu menjalin kemitraan strategis dengan BBPMP Jabar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Kuningan.
Salah satu fokus utama kunjungan ini adalah membuka akses ke film-film edukasi yang berkualitas untuk ditayangkan di Mini Teater Edukasi Kuningan.

“Kami membutuhkan film-film edukasi yang menarik dan inspiratif untuk ditayangkan di Mini Teater Edukasi. Kami yakin, dengan akses yang lebih luas ke film-film ini, para pelajar akan semakin termotivasi untuk belajar dan meningkatkan pengetahuannya,” jelas Kusmana.

Apresiasi dan Kolaborasi
Upaya inovatif Pemkab Kuningan ini mendapat penghargaan penuh dari Kepala BBPMP Jabar. “Kami sangat mengapresiasi komitmen Pemkab Kuningan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. BBPMP Jabar siap membantu dalam menyediakan film-film edukasi dan mendukung berbagai program edukasi lainnya di Kuningan,” ujar Kepala BBPMP Jabar.

Pertemuan tersebut juga menjadi momen penting untuk membahas pembentukan Forum Konsorsium Pendidikan di Daerah. Forum ini akan menjadi wadah sinergi bagi berbagai SKPD di Kuningan untuk bersama-sama memajukan pendidikan di wilayahnya.

“Kami yakin, dengan adanya Forum Konsorsium Pendidikan ini, upaya peningkatan mutu pendidikan di Kuningan akan semakin terarah dan terukur,” tutur Kusmana.

Selain itu, kunjungan ke BBPMP Jabar juga menjadi bukti nyata komitmen “Tim Akselerasi Kuningan Menuju Kabupaten Pendidikan” yang diketuai Kadisdik untuk membangun kolaborasi dengan berbagai institusi dan stakeholder pendidikan di Jawa Barat demi mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Kuningan.

Mari kita contoh, inovasi Pemkab dan Tim Akselerasi Kuningan Menuju Kabupaten Pendidikan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas dan berkarakter!

Penulis: Imam B S dan Agus R

7 PENYEBAB MUNCULNYA POLEMIK PPDB

7 PENYEBAB MUNCULNYA POLEMIK PPDB

Pelaksanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahun selalu memunculkan polemik dan mendapatkan sorotan banyak pihak. Orang tua yang anaknya tidak diterima di sekolah negeri banyak yang mengeluh. Katanya wajib belajar, tetapi mau menyekolahkan anak saja susah. Belum lagi biaya sekolah makin mahal. Itulah keluhan mayoritas orang tua pada saat PPDB.
Menurut saya, ada 7 faktor yang menyebabkan munculnya polemik saat PPDB. (1) masih adanya pola pikir negeri minded. Orang tua merasa bangga kalau dapat menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Masih ada orang tua yang menilai mutu sekolah negeri lebih baik dari sekolah swasta sehingga sekolah swasta dianggap sebelah mata.

(2) masih adanya mindset sekolah pavorit dan nonpavorit. Pemerintah sebenarnya tidak mendikotomikan atau melabeli sekolah pavorit dan nonpavorit. Tetapi di lingkungan masyarakat label tersebut sudah lama muncul. Sebuah sekolah dilabeli sebagai sekolah pavorit biasanya dikaitkan lulusannya yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pavorit dan terkenal, mutu gurunya yang bagus, mutu sarana-prasarananya yang memadai, dan lokasi sekolah yang strategis. Orang tua yang berasal dari ekonomi mapan berani membayar mahal asal anaknya masuk sekolah negeri pavorit. Pendaftar ke sekolah pavorit selalu membludak, melebihi kuota yang telah ditentukan. Bahkan jauh-jauh hari sebelum dibuka PPDB, sudah ada waiting list. Hal ini yang kadang mengundang potensi pelanggaran terhadap aturan PPDB.

Label sekolah nonvapavorit diberikan kepada sekolah yang memiliki ciri kebalikan dari sekolah nonvaporit. Mereka adalah sekolah dengan kualitas rata-rata bahkan dicap bermutu rendah. Sekolah model seperti ini kurang dilirik oleh orang tua peserta didik. Dampaknya, sekolah seperti ini kekurangan murid bahkan ada yang sampai ditutup.

(3) Jumlah sekolah negeri belum merata dan belum proporsional dalam satu kecamatan. Kebutuhan suatu wilayah terhadap sekolah tentunya bervariasi. Disesuaikan dengan jumlah penduduk usia sekolah, radius, dan jarak antarwilayah. Daerah yang penduduk usia sekolahnya padat walau luas geografisnya tidak terlalu luas tentunya memerlukan sekolah yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang luas tetapi jumlah penduduk usia sekolahnya sedikit. Dengan adanya sistem zonasi, orang tua berebut masuk ke sekolah negeri terdekat. Kadang saat rumah orang tua sekitar 500 meter saja, sudah tidak dapat diterima melalui sistem zonasi karena banyak pendaftar.

Berkaitan dengan sarana dan prasana sekolah, Kemendikbudristek telah menerbitkan Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2023 tentang Standar Sarana Dan Prasarana Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah sebagai pedoman pengadaan fasilitas belajar termasuk kaitannya dengan kebutuhan ruang belajar. Selain itu, pemerintah daerah dapat menggunakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam bidang pendidikan dan data rapor pendidikan sebagai dasar pengadaan sekolah, ruang belajar, atau sarana lainnya.

Sepanjang jumlah sekolah negeri pada wilayah kecamatan belum proporsional dan sesuai dengan kebutuhan, maka rebutan bangku sekolah negeri akan tetap terjadi. Kalau pun ada rencana pembangunan sekolah negeri, bukan berarti selalu mendapatkan sambutan yang positif. Kadang, rencana pembangunan sekolah negeri di sebuah kecamatan mendapatkan penolakan dari pengelola sekolah swasta yang khawatir adanya sekolah negeri akan mengancam keberadaan sekolah swasta.

(4) masih rendahnya mutu dan daya saing sekolah swasta. Saya mengamati, jika mutu sekolah swasta dibagi menjadi dua, ada sekolah swasta yang mutunya tinggi dan ada yang mutunya relatif rendah. Sekolah swasta yang mutu tinggi ditopang oleh yayasan yang kuat, guru yang bermutu, sarana-prasarana, dan tentunya partisipasi biaya dari orang tua peserta didik yang cukup besar. Sedangkan sekolah swasta yang mutunya relatif rendah pada umumnya memang dengan kondisi yang serba terbatas, baik dari sisi pendanaan, sarana-prasarana, dan mutu guru. Ada sekolah swasta yang menggratiskan biaya sekolah karena yang diterimanya adalah peserta didik dari kalangan ekonomi tidak mampu atau anak yatim, sehingga yayasan sangat bergantung kepada donasi atau sumbangan dari pihak lain, kecuali kalau pengelola yayasan memiliki back up badan usaha atau sumber pendanaan lain.

(5) biaya sekolah swasta berkualitas mahal sehingga tidak terjangkau oleh orang tua dari kalangan miskin. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan yang layak dan berkualitas tidak akan lepas dari pembiayaan yang memadai. Oleh karena itu, orang tua yang berasal dari kalangan mampu tidak mempersoalkan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh mereka, asal sekolah dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas bagi anaknya.
Hal ini dapat dijumpai di sekolah-sekolah yang dikelola oleh yayasan yang bonafid. Biaya daftar dengan berbagai pernak-perniknya bisa mencapai belasan sampai puluhan juta. Belum lagi SPP dan biaya lainnya. Walau mahal, tetapi pendaftar ke sekolah tersebut tetap banyak karena dikenal berkualitas oleh masyarakat. Walau demikian, masyarakat yang ekonominya lemah tidak dapat mengakses layanan pendidikan di sekolah-sekolah yang mahal karena terkendala biaya.

(6) biaya sekolah negeri yang (dibuat) gratis menjadi daya tarik orang tua menyekolahkan anak, walau pun mampu ikut membiayai pendidikan. Pendidikan gratis atau sekolah gratis pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) merupakan amanat UUD 1945. SD dan SMP mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.

Pada jenjang pendidikan menengah pun (SMA dan SMK), biaya pendidikan digratiskan. Hal ini tidak lepas dari janji politik kepala daerah. Oleh karena itu, walau mungkin bantuan yang diterima oleh SMA dan SMK belum menutupi kebutuhan sekolah, mereka dilarang melakukan pungutan, karena disamping akan memberatkan orang tua (khususnya yang tidak mampu), juga akan berdampak terhadap citra politik kepada daerah terpilih yang dianggap tidak menepati janji kampanye sehingga bisa berdampak terhadap peluang keterpilihannya pada pilkada periode berikutnya.

(7) adanya upaya untuk mengakali dan menyiasati aturan PPDB dengan berbagai modus, seperti titip nama anak di KK saudara. Bahkan di sebuah daerah, ada satu rumah dengan alamat yang sama ditempati oleh enam KK. Hal itu tentunya sangat tidak logis. Jual beli bangku sekolah juga merupakan modus yang sudah sering kita dengar. Hal ini tidak lepas dari ambisi orang tua yang memaksanakan anaknya masuk ke sekolah tertentu dan adanya peluang yang ditawarkan oleh oknum tertentu.

Regulasi, panduan, juklak dan juknis PPDB sudah dibuat baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jika semua pihak taat dan patuh terhadap regulasi yang ada, maka proses PPDB dapat dipastikan berjalan dengan penuh integritas, objektif, dan akuntabel. Mengapa polemik masih terjadi saat PPDB? Karena masih ada upaya menyiasati aturan yang ada. Seketat apapun sebuah aturan, kalau tidak ada komitmen untuk dilaksanakan dengan baik, maka akan terus dicari celah dan kelemahannya. Yuk, jadikan proses PPDB bermartabat dan tidak memunculkan berpolemik melalui ketaatan terhadap aturan yang telah ditetapkan.

Strategi Kemendikbudristek, Kemenko PMK, KPK, KPAI, dan Ombudsman Perkuat Pengawasan PPDB Tahun Ajaran 2024/2025

Strategi Kemendikbudristek, Kemenko PMK, KPK, KPAI, dan Ombudsman Perkuat Pengawasan PPDB Tahun Ajaran 2024/2025

Jakarta, 21 Juni 2024 – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Sumber Daya Manusia (Kemenko PMK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Ombudsman Republik Indonesia memperkuat pengawasan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 agar dapat berjalan dengan objektif, transparan, dan akuntabel melalui Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB Tahun Ajaran 2024/2025.

Melalui kegiatan ini, Kemendikbudristek bersama kementerian/lembaga/instansi terkait mengajak masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan dan melakukan pengawasan proses PPDB. Dalam implementasi pengawasan, Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek dan Inspektorat Daerah terus berkoordinasi dengan Ombudsman Republik Indonesia, pemerintah daerah (Pemda) dan pemangku kepentingan di daerah, Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), dan/atau aparat penegak hukum.

“Kemendikbudristek berkoordinasi dengan lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Ombudsman sebagai pihak yang sering mendapat aduan terkait pelayanan publik dari institusi pemerintahan untuk bersama mengawal proses pelaksanaan PPDB,” ujar Inspektur Jenderal (Irjen), Chatarina Muliana Girsang, dalam sesi gelar wicara bertajuk “Strategi dan Tantangan pengawasan PPDB” di Jakarta, Jumat (21/6).

Selain itu, Kemendikbudristek juga mendorong Pemda serta pemangku kepentingan di daerah di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kepolisian, Kejaksaan, Komando Distrik Militer, dan Komando Rayon untuk menandatangani komitmen bersama dukungan pelaksanaan PPDB Tahun Ajaran 2024/2025 yang objektif, transparan, dan akuntabel.

Melalui BPMP, Kemendikbudristek melakukan sosialisasi, fasilitasi, dan pembinaan kepada Pemda terkait PPDB. Untuk kemudian Kemendikbudristek mengajak Pemda melakukan pembinaan dan pengawasan proses PPDB di wilayahnya.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito, menyampaikan, “Dalam melakukan pengawasan, kami membentuk Sistem Pengawasan Terpadu PPDB sebagai wadah untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan dalam proses penerimaan peserta didik. Untuk menjalankan hal ini, dibutuhkan sinkronisasi dan koordinasi yang kuat antara kementerian dan lembaga terkait.”

Dijelaskan oleh Warsito bahwa Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Pengawasan PPDB memiliki tiga peran penting, yaitu pencegahan, yang dilakukan dengan memberikan sosialisasi terkait PPDB kepada peserta didik, orang tua, dan masyarakat, melakukan pengawasan langsung agar seluruh tahapan PPDB berjalan sesuai prosedur; serta memberikan rekomendasi kepada pemangku kepentingan terkait proses administrasi dan pelanggaran yang terjadi.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Keasistenan Utama VII Ombudsman Republik Indonesia, Diah Suryaningrum, menyampaikan terkait mekanisme pengelolaan pengaduan masyarakat sebagai bagian dari strategi pengawasan. Ombudsman sebagai salah satu pengawas pelayanan publik, bertugas menerima, menindaklanjuti, dan menyelesaikan aduan terus berupaya menyelesaikan masalah secepat mungkin.

“Ketika ada indikasi kecurangan dalam PPDB, sesegera mungkin kami meminta klarifikasi, mengumpulkan bukti, hingga membuat hasil akhir laporan pemeriksaan dalam jangka waktu cepat kemudian mengambil satu tindakan korektif yang akan disampaikan kepada sekolah atau dinas terkait untuk ditindaklanjuti,” terang Diah.

Perencana Muda pada Sub Koordinator Data dan Monev Bagian Perencanaan yang hadir mewakili Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Benjamin Sibarani, mengungkapkan bahwa Kemendagri bersama kementerian terkait telah secara intensif melakukan pembinaan umum dan teknis sesuai kewenangan untuk meningkatkan dan menguatkan kapasitas pemerintah daerah di bidang pendidikan, termasuk mendorong pemenuhan Standar Pelayanan Minimal pendidikan oleh pemerintah daerah

“Kemendagri melakukan pembinaan umum, termasuk Standar Pelayanan Minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. PPDB berkaitan dengan daya tampung, kami sangat mendorong pemerintah daerah melakukan berbagai upaya dalam pemenuhan daya tampung dan pemerataan kualitas layanan pendidikan, melalui Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, pemerintah daerah dapat melakukan pemenuhan daya tampung berdasarkan data,” jelas Benjamin.

Melalui pelaksanaan forum bersama ini, diharapkan agar seluruh tahapan PPDB, baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan, yang dilakukan oleh pemerintah daerah atau satuan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan pedoman pemerintah dan petunjuk teknis yang berlaku.

Sumber: Siaran Pers_Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi_
Nomor: 255/sipers/A6/VI/2024

TAMAN SEKOLAHKU SUMBER BELAJARKU

TAMAN SEKOLAHKU SUMBER BELAJARKU

Garut, Juni 2024, – Sejalan dengan implementasi kurikulum merdeka, sekolah diharapkan bisa menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar, minat, dan kebutuhan peserta didik. Menyikapi hal tersebut, SDN 02 Ciburial Kec. Leles Kab. Garut melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi sebagai wujud pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Salah satunya dengan mengoptimalkan taman sekolah sebagai sumber pembelajaran.

Windi Wulan Sari, Kepala SDN 02 Ciburial menyatakan bahwa dibuatnya taman sekolah dilatarbelakangi oleh beberapa hal. (1) sebagai program penghijauan, untuk menciptakan lingungan sekolah yang aman dan nyaman untuk proses belajar. (2) memperindah dan mempercantik lingkungan sekolah. (3) sarana melatih karakter peserta didik, khususnya terkait cinta lingkungan. (4) taman sekolah dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar sekaligus tempat bermain.

Setiap hari peserta didik bergantian atau dijadwal menyiram tanaman baik yang ada di tamaan maupun yang ada di green house. Ada pula yang memberi makan kelinci dan ikan. Hal ini bisa menjadi sebuah pembiasaan yang sangat baik bagi peserta didik. Kegiatan tersebut menjadi sarana untuk membangun karakter peserta didik seperti cinta lingkungan, cinta makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), cinta kebersihan, peduli, tanggung jawab, mandiri, gotong royong, kreativitas, bersyukur, dan sebagainya. Orang tua peserta didik pun merasa senang dengan adanya taman sekolah karena sekolah menjadi lebih indah, lebih hijau, dan lebih tertata rapi.

(Peserta didik sedang merawat tanaman. Dok. SDN 02 Ciburial)

Di taman sekolah tersebut, ditanami beberapa jenis bunga. Kemudian, ada tempat cuci tangan, kandang kelinci, kolam ikan, tempat sampah plastik, dan green house. Pada setiap bunga yang ditanam, dicantumkan identitas tanaman yang disertai dengan barcode informasi lebih lanjut terkait dengan tanaman tersebut. Tujuannya selain menumbuhkan karakter cinta lingkungan, hewan, dan tumbuhan, juga agar peserta didik melek teknologi di era digital. Teknologi digital memang sudah dimanfaatkan di sekolah ini seperti layanan administrasi, dokumentasi, data pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, serta proses pembelajaran. Di era digitalisasi saat ini, penggunaan teknologi digital tidak dapat dihindari sehingga sekolah harus bisa beradaptasi dengan perkembangan.

Tanaman, hewan, dan benda-benda yang berada di lingkungan sekolah dijadikan sebagai sumber belajar pada berbagai tema atau berbagai mata pelajaran. Pada praktiknya, diserahkan kepada guru. Disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan peserta didik di taman seperti observasi, tanya jawab, mencari dan menemukan (inquiry and discovery). Melalui pemanfaatan taman sekolah, peserta didik pun bisa melakukan proyek pembelajaran. Misalnya peserta didik menanam sebuah tanaman. Kemudian perkembangannya setiap hari dipantau, dirawat, disiram, hingga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik dalam rentang waktu tertentu. Hasil pengamatan dilaporkan dalam bentuk laporan singkat. Melalui laporan

Taman sekolah selain digunakan sebagai sumber belajar, juga dimanfaatkan untuk membaca buku, berdiskusi, istirahat, dan bersenda gurau dengan teman. Adanya taman di SDN 02 Ciburial menjadikan sumber belajar menjadi lebih bervariasi. Lingkungan yang hijau dan asri bisa meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Guru juga bisa semakin kreatif dalam memanfaatkan lingkungan belajar. Keterbatasan sarana dan sumber belajar melalui teknologi dapat diatasi dengan pemanfaatan benda-benda di lingkungan sekolah.

(Peserta didik sedang membuat pupuk dari sampah organik. Dok. SDN 02 Ciburial)

Peserta didik merasakan dampak positif dari pemanfaatan taman sekolah. Salah peserta didik menyampaikan bahwa dia merasa senang kalau belajar di luar kelas. Dia dan teman-temannya suka mengamati benda-benda di sekitar sekolah. Dia beserta teman-temannya mendapatkan pengalaman baru melalui pembelajaran di luar kelas.

Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat menjadi alternatif agar pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan, bermakna, dan mengusir rasa bosan. Tinggal bagaimana guru secara kreatif memanfaatkan lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar di luar kelas dapat merangsang kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui observasi, tanya jawab, dan diskusi.

(Peserta didik sedang menghias dan membuat prakarya untuk memperindah taman sekolah. Dok. SDN 02 Ciburial).

Dalam konteks penguatan literasi dan numerasi, taman sekolah pun dapat menjadi sarana penguatan literasi dan numerasi peserta didik. Misalnya pengetahuan dan identifikasi terkait jenis dan nama taman, cara merawat, cara menyiram, mengenal dan menghitung bagian-bagian tanaman, menghitung kebutuhan air untuk menyiram tanaman, dan sebagainya.

(Beberapa jenis tanaman berjejer di green house. Dok. SDN 02 Ciburial)

Hal yang dilakukan oleh SDN 02 Ciburial Kec. Leles Kab. Garut bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lainnya. Mungkin saja sekolah yang lain pun sudah memiliki taman sekolah, tinggal dimanfaatkan sebagai sumber dan media pembelajaran. Ayo wujudkan pembelajaran berdiferensiasi melalui pemanfaatan taman sekolah.

BBPMP PROVINSI JAWA BARAT SOSIALISASIKAN GERAKAN PENGUKURAN DAN INTERVENSI SERENTAK PENCEGAHAN STUNTING

BBPMP PROVINSI JAWA BARAT SOSIALISASIKAN GERAKAN PENGUKURAN DAN INTERVENSI SERENTAK PENCEGAHAN STUNTING

Bandung Barat, WK, – Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jawa Barat melaksanakan “Sosialisasi Gerakan Pengukuran dan Intervensi Serentak  Pencegahan Stunting” yang digelar secara virtual pada Rabu (12/06). Kegiatan ini diikuti oleh Dinas Pendidikan, Pokja Bunda PAUD, HIMPAUDI, IGTKI, IGRA, dan Satuan PAUD dari 27 Kab./Kota se-Jawa Barat.

Kepala BBPMP Jawa Barat yang diwakili oleh Kepala Bagian Umum, Mardi Wibowo dalam sambutannya menyampaikan, sosialisasi ini sebagai salah satu bentuk dukungan BBPMP Jabar terhadap Gerakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting yang menjadi gerakan bersama dan berkelanjutan.

“Gerakan ini merupakan aksi serentak bersama pencegahan stunting melalui pendataan, penimbangan, pengukuran, edukasi, verifikasi, intervensi, dan edukasi bagi seluruh ibu hamil, balita, dan calon pengantin yang dilaksanakan pada bulan Juni 2024,” tuturnya.  Oleh karena itu, “BBPMP provinsi Jawa Barat mengoordinasikan kepada Dinas Pendidikan dan mitra terkait untuk memastikan partisipasi aktif peserta didik usia balita di satuan PAUD/TK/RA hadir ke Posyandu serentak di bulan Juni,” tandasnya. “Intervensi pencegahan perlu kita lakukan bersama secara serius dan berkelanjutan agar kedepan tidak ada lagi anak-anak di Jawa Barat lahir dalam kondisi stunting,” harapnya.

Narasumber Sriwahyuningsih, Widyaprada BBPMP Jawa Barat memperkuat sambutan Mardi Wibowo. Sri menyampaikan bahwa penguatan pencegahan stunting dimulai sejak 1000 Hari pertama kehidupan, yaitu masa konsepsi (masa pertemuan sel telur dengan sel sperma), masa kehamilan, kelahiran, dan pemberian stimulasi serta pengasuhan pada anak baru lahir hingga usia 2 tahun. “Masa 1.000 HPK ini sangat krusial untuk diperhatikan agar dapat mencegah stunting,” jelasnya.  Oleh karena itu, “peran guru dalam pencegahan stunting itu penting yaitu mendukung orang tua dalam pemberian stimulasi dan pengasuhan anak baru lahir hingga 2 tahun,” imbuhnya.

Lebih lanjut disampaikan, intervensi efektif seperti status kesehatan, gizi adekuat, pengasuhan, pengembangan potensi anak usia dini, keselamatan dan keamanan pada anak usia dini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal, terutama dalam mencegah dan mengatasi stunting. “Beberapa intervensi inilah yang akan berimplikasi pada kelangsungan hidup, kualitas hidup, dan perlindungan,” jelasnya.   

Harapan Dukungan PAUD untuk pelaksanaan kegiatan pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting antara lain memastikan kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA bagi peserta didik PAUD/TK/RA, mengoordinasikan Dinas Pendidikan dan satuan PAUD untuk menggerakkan partisipasi aktif peserta didik usia balita di satuan PAUD/TK/RA  untuk hadir ke Posyandu, mendukung pelaksanaan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara rutin peserta didik PAUD/TK/RA dengan pemanfaatan buku KIA secara optimal. “Itulah strategi implementasi dan dukungan PAUD  yang dapat dilakukan,” tegasnya.

Mari  kita sama-sama berpartisipasi aktif dalam gerakan intervensi serentak pencegahan stunting ini. Tetap Sehat, tetap semangat, bergerak rerentak, berjuang bersama, bahu membahu, membebaskan anak Jabar dari stunting. STOP STUNTING!!!

Penulis: Timker Inovasi &Transformasi Pembelajaran

Skip to content