Transformasi Digital Pengelolaan Dana BOS: Tantangan dan Peluang di Tahun 2024

Transformasi Digital Pengelolaan Dana BOS: Tantangan dan Peluang di Tahun 2024

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) menjadi sumber pendanaan yang sangat penting bagi satuan pendidikan di Indonesia. Untuk memastikan dana tersebut digunakan secara efektif, efisien, dan transparan, pemerintah telah menerapkan berbagai sistem informasi, salah satunya adalah ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) dan SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah). Artikel ini akan membahas implementasi kedua sistem ini, khususnya dalam konteks pengelolaan dana BOS di tahun 2024.

ARKAS dan SIPLah: Pilar Transparansi dalam Pengelolaan Dana BOS

ARKAS telah menjadi instrumen utama dalam perencanaan dan monitoring penggunaan dana BOS di jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Sistem ini memungkinkan sekolah untuk menyusun rencana anggaran secara rinci, memonitor realisasi anggaran, dan melaporkan penggunaan dana secara transparan. Sementara itu, SIPLah memberikan kemudahan dalam proses pengadaan barang dan jasa, sehingga meminimalisir potensi penyimpangan dan memastikan bahwa pengadaan dilakukan secara terbuka dan kompetitif.

Fokus pada PAUD dan Kesetaraan

Tahun 2024 menjadi tonggak penting bagi satuan pendidikan anak usia dini (PAUD) dan kesetaraan, karena untuk pertama kalinya mereka diwajibkan menggunakan ARKAS dalam pengelolaan dana BOP. Alokasi dana BOP di Jawa Barat pada tahun ini disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap lembaga, dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan dan mengurangi kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Tantangan Implementasi ARKAS 4 dan SIPLah

Meskipun terdapat sejumlah kemajuan dalam penggunaan ARKAS dan SIPLah, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah adanya residu satuan pendidikan yang masih menggunakan ARKAS versi 3. Hal ini dapat menghambat upaya pemerintah untuk mencapai target 100% penggunaan ARKAS 4. Selain itu, peningkatan target penggunaan SIPLah di tahun 2024 juga menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi satuan PAUD dan kesetaraan yang baru pertama kali menggunakan sistem ini.

Peluang dan Harapan

Meskipun terdapat tantangan, implementasi ARKAS dan SIPLah membawa sejumlah peluang bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan adanya sistem informasi yang terintegrasi, proses pengelolaan dana BOS menjadi lebih transparan, akuntabel, dan efisien. Selain itu, data yang dihasilkan oleh sistem ini dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pendidikan.

Transformasi digital dalam pengelolaan dana BOS melalui penggunaan ARKAS dan SIPLah merupakan langkah yang tepat untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata. Pemerintah perlu terus berupaya untuk mengatasi tantangan yang ada, memberikan dukungan kepada satuan pendidikan, dan melakukan sosialisasi yang intensif agar sistem ini dapat diimplementasikan secara optimal. Dengan demikian, dana BOS dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mencapai tujuan pendidikan nasional

Kontibutor: PDM 03A BBPMP Jawa Barat

Menggelorakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan: Menuju Pendidikan yang Lebih Baik

Menggelorakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan: Menuju Pendidikan yang Lebih Baik

Suasana 2 Minggu di Sekolah SDN Suryakencana CBM Kota Sukabumi
Fotografer: Taufik Rahman

Anak adalah aset bangsa. Masa pertumbuhan dan perkembangan mereka, terutama di usia dini, sangat krusial dalam membentuk karakter dan kecerdasan. Transisi dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ke Sekolah Dasar (SD) menjadi momen penting yang menandai awal perjalanan panjang dalam meraih cita-cita.

Tantangan Lama, Solusi Baru

Selama ini, banyak anak yang merasa terbebani dengan tuntutan kemampuan baca, tulis, dan hitung (calistung) sejak dini. Tekanan untuk segera menguasai ketiga kemampuan dasar ini seringkali membuat anak kehilangan minat belajar. Padahal, anak-anak usia dini lebih senang belajar melalui bermain dan pengalaman langsung.

Merdeka Belajar: Sebuah Gerakan

Menyadari pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan tahap perkembangan anak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan kebijakan “Merdeka Belajar Episode 24: Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan”. Kebijakan ini membawa angin segar dengan tiga target utama:

  1. Penghapusan Tes Calistung: Tidak ada lagi tes baca, tulis, dan hitung sebagai syarat masuk SD. Anak-anak diberi kesempatan untuk berkembang secara natural sesuai dengan ritme masing-masing.
  2. Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang Menyenangkan: Dua minggu pertama di SD dirancang untuk membantu anak-anak beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru melalui kegiatan yang menyenangkan dan sesuai dengan minat mereka.
  3. Penguatan Enam Kemampuan Fondasi: Fokus pembelajaran tidak hanya pada kognitif, tetapi juga pada aspek sosial, emosional, dan motorik anak.

Tantangan dan Solusi

Implementasi kebijakan ini tentu tidak mudah. Berbagai tantangan muncul, seperti perbedaan pemahaman antara guru PAUD dan SD, keterbatasan sumber daya, dan resistensi dari beberapa pihak. Namun, semangat kolaborasi dan inovasi terus mendorong perubahan.

Di Jawa Barat, misalnya, pembentukan Forum Komunikasi PAUD SD (Forkom PAUD SD) di setiap kabupaten/kota menjadi langkah strategis untuk memperkuat sinergi antara kedua jenjang pendidikan. Melalui forum ini, guru-guru dapat berbagi praktik baik, mengatasi masalah bersama, dan memastikan bahwa semua anak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas.

Harapan Baru untuk Pendidikan Indonesia

Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan membawa harapan baru bagi pendidikan di Indonesia. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan tahap perkembangan anak, kita dapat menumbuhkan generasi muda yang cerdas, kreatif, dan berkarakter.

Meskipun perjalanan masih panjang, semangat kolaborasi dan inovasi yang terus tumbuh menunjukkan bahwa perubahan menuju pendidikan yang lebih baik adalah mungkin. Mari bersama-sama mendukung gerakan ini agar setiap anak Indonesia dapat meraih potensi terbaiknya

Kontributor: PDM 09 BBPMP Jabar

Mutu Pendidikan Jabar Terus Meningkat

Mutu Pendidikan Jabar Terus Meningkat

BBPMP Jawa Barat menyatakan berfokus pada peningkatan Standar Pelayanan Minimal pendidikan di kabupaten dan kota.
Fotofrafer: Taufik Rahman

Bandung Barat – Upaya peningkatan mutu pendidikan di Jawa Barat terus digalakkan melalui berbagai strategi
dan kolaborasi lintas sektor. Ke pala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat, Sri Wahyuningsih menyatakan bahwa pihaknya berfokus pada peningkatan SPM (Standar Pelayanan Minimal) pendidikan di kabupaten dan kota melalui refleksi berkala serta optimalisasi teknologi digital.

Dalam beberapa tahun terakhir, tren peningkatan indeks SPM terlihat jelas di hampir seluruh wilayah Jawa Barat, yang mencerminkan keseriusan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. “Melalui refleksi yang rutin dan sistematis, kita dapat mengevaluasi dan memperbaiki pelaksanaan kebijakan pendidikan agar tetap relevan dan efektif,” ujar Sri Wahyuningsih seperti dilaporkan kontributor “PR” Dewiyatini, Rabu (21/8/2024). Sri mengatakan sejumlah daerah mencatatkan kenaikan signifikan pada indeks SPM mereka. Kabupaten Kuningan dengan indeks 81,88 dan Kabupaten Sumedang dengan 81,45 menjadi contoh daerah dengan pencapaian terbaik pada tahun 2024. Namun, masih ada daerah seperti Kabupaten Indramayu (64,03) dan Kabupaten Cirebon (67,67) yang tertinggal. Meski tren peningkatan ini patut diapresiasi, tantangan dalam mencapai SPM paripurna masih cukup kompleks. “Terbatasnya anggaran pendidikan, kompetensi guru yang belum merata, hingga koordinasi yang belum optimal antara dinas pendidikan, sekolah, dan stakeholder menjadi kendala yang sering kali dihadapi,” katanya.

Sri mengapresiasi daerah-daerah yang telah memanfaatkan teknologi digital, baik melalui aplikasi maupun media sosial, untuk memperbaiki mutu pendidikan. Pihaknya juga memperkenalkan berbagai inovasi, seperti Dasbor Induk Program Prioritas yang dikembangkan sebagai instrumen monitoring capaian program prioritas. Dasbor ini mempermudah akses data bagi dinas pendidikan kabupaten/kota sehingga mereka dapat terus memantau perkembangan program. Dalam menjaga kesinambungan peningkatan indeks SPM, BBPMP Jawa Barat juga menginisiasi Komunitas Belajar Ramah dan Asyik (KOBRA) yang menghubungkan kepala dan sekretaris dinas pendidikan di seluruh kabupaten/kota. Forum ini menjadi wadah bagi dinas pendidikan untuk saling berbagi informasi dan praktik terbaik. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta Purwanto menyebutkan pihaknya berupaya untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, literasi, dan numerasi, dikoordinasikan dengan berbagai pihak. Ia mengakui disdik tidak bisa sendirian menjalankan tugasnya sehingga perlu terus memperluas akses, meningkatkan akses melalui melihat titik kritis yang terjadi di masyarakat.

Saat ini pihaknya masih menyelesaikan kendala berupa pola pikir yang ada di masyarakat, kepala sekolah, dan guru.Hal senada diungkapkan oleh Kadisdik Kabupaten Sumedang Dian Sukmara yang memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan mutu pendidikan.

(Berita ini telah ditayangkan Mutu Pendidikan Jabar Terus Meningkat (pikiran-rakyat.com))

Penulis: Tim PRMN 06

Jawa Barat Rancang Strategi Percepatan Transformasi Pendidikan

Jawa Barat Rancang Strategi Percepatan Transformasi Pendidikan

Foto Bersama Kegiatan Refleksi Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar

Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) diberi tugas untuk mengawal pelaksanaan 14 (empat belas) episode Kebijakan Merdeka Belajar, sehingga diperlukan kolaborasi dan sinergitas dengan kabupaten kota yang ada di wilayah Jawa Barat dalam pelaksanaannya. Demikian Kepala BBPMP Provinsi Jawa Barat, Sri Wahyuningsih, dalam pembukaan kegiatan Refleksi Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar Semester 1 di Hotel Pesona Bamboe Lembang Kabupaten Bandung Barat Selasa, 20 Agustus 2024.


“Kewajiban BBPMP bersama Dinas Pendidikan sebagai pengampu Kebijakan Pendidikan di daerah adalah mendampingi satuan pendidikan untuk dapat bertransformasi, juga mengantarkan anak-anak didik dapat mempersiapkan diri menjadi Sumber Daya Manusia yang berkualitas,” urai Sri lagi.

Kegiatan ini diselenggarakan sesuai dengan temanya, yaitu merancang strategi percepatan transformasi pendidikan di Jawa Barat, melalui refleksi dan evaluasi capaian progress implementasi Kebijakan Merdeka Belajar.


Kegiatan yang rencananya dilaksanakan Selasa s.d. Jumat, 20 s.d 23 Agustus 2024, dan diikuti oleh Kepala Dinas Pendidikan dan jajarannya dari 27 Kabupaten Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan perwakilan BBPMP Provinsi Jawa Barat ini, diharapkan dapat melakukan identifikasi capaian progress implementasi Kebijakan Merdeka Belajar Semester 1, refleksi dan evaluasi implementasi Kebijakan Merdeka Belajar, dan merancang strategi percepatan transformasi pendidikan di 27 kabupaten kota wilayah provinsi Jawa Barat.

Penulis: Mutia P

Melayani dengan Hati, Mewujudkan Sekolah Inklusi

Melayani dengan Hati, Mewujudkan Sekolah Inklusi

Siswa SD Sukasirna Sukabumi
Fotografer: Imanida

Sukabumi – SDN Sukasirna Kota Sukabumi merupakan salah satu sekolah yang memiliki peserta didik berkebutuhan khusus.  Venti, guru Olahraga di sekolah tersebut menceritakan pengalamannya ketika pertama kali mengenal salah satu anak berkebutuhan khusus sekitar 1 tahun yang lalu.   Ketika itu, saat Venti sedang mendampingi latihan olahraga di lapangan sekolah, tiba-tiba seorang anak berusia sekitar 6 atau 7 tahun ikut serta ke dalam kelompok tersebut.  

“Anak-anak pada bingung dan pada bertanya, siapa itu, siapa itu.  Nah, saya juga tidak tahu siapa anak tersebut.  Interkasinya itu mendorong orang, padahal ga kenal. Terus juga merebut bola anak-anak juga”.     

Baru beberapa saat kemudian Venti mengetahui anak tersebut adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dibawa oleh orangtuanya ke SDN Sukasirna dalam rangka observasi.  Orangtua anak tersebut mendapatkan informasi dari tetangganya, yang merupakan komite sekolah, bahwa ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SDN Sukasirna.  Setelah melakukan observasi ke beberapa sekolah, orangtua tersebut akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.

SDN Sukasirna sebenarnya tidak memiliki Guru Pembimbing Khusus (GPK), namun di tahun pelajaran 2023/2024 memiliki 4 orang siswa ABK. Guru Pembimbing Khusus adalah pendidik profesional yang  dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menangani ABK pada satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan.  Walaupun tidak memiliki GPK, kepala sekolah dan guru-guru di SDN Sukasirna tetap menerima setiap anak berkebutuhan khusus yang dipercayakan untuk didaftarkan di sekolah tersebut.  “Kami paham bahwa dengan pembaharuan sekarang, kita tidak boleh menolak, tidak boleh membedakan, jadi harus menerima semua anak,” terang Indri, Wali Kelas Kelas 6.  Titin Kartini, Kepala Sekolah, menegaskan bahwa kebijakan sekolah, “ingin memberikan Kelayakan pendidikan Bermutu bagi  para ABK.”

Menepis Kekhawatiran Orang Tua ABK

Tertantang dengan kepercayaan orangtua yang menyekolahkan putra-putri berkebutuhan khususnya di sekolah tersebut, membuat Kepala Sekolah dan para guru mulai secara autodidak mempelajari bagaimana menangani anak-anak tersebut.  Tatangan pertama yang muncul berasal dari orangtua siswa lainnya.  Pada awalnya ada juga orangtua yang merasa khawatir jika anak mereka diganggu karena beberapa ABK di SDN Sukasirna memiliki kecenderungan “galak”.  Namun, pihak sekolah berhasil memberikan pemahaman pada orangtua untuk tidak perlu khawatir karena ada para guru yang mendampingi di sekolah.

Selain khawatir diperlakukan galak oleh guru, apalagi kekhawatiran mereka yang lain? Dari siswa lain, dari sarana dan prasarana pembelajaran yg ada di sekolah, dari lingkungan belajar misalnya? Asyik kalau diuraikan satu per satu. Lalu apa saja yang dilakukan sekolah dan guru untuk menepis masing-masing kekhawatiran itu? 

Pandangan Positif Guru: Setiap ABK Punya Kelebihan

Langkah pertama yang cukup penting yang diambil oleh para guru adalah menajamkan hati, pikiran, dan perasaan untuk mengenali karakteristik setiap ABK.   Misalnya anak yang berada di kelas 1, Gevano, yang awalnya memiliki kecenderungan agresif dan galak serta tidak menyukai lingkungan yang berisik.  Selain itu, dia belum bisa mengikuti pembelajaran lebih dari 5 menit dan belum juga bisa berdialog  dengan baik dengan guru maupun teman-temannya.   

Dibalik kekurangannya, menurut Nurma Rahmawati , wali kelas Kelas 1, Gevano memiliki kelebihan yang luar biasa untuk usia anak kelas 1 SD.  Selain Bahasa Indonesia dan Basa Sunda, dia sudah bisa berbicara secara sederhana dengan menggunakan Bahasa Inggris.  Sayangnya, kemampuan menggunakan berbagai bahasa tersebut justru dilakukan manakala dia berbicara sendiri atau berbicara dengan binatang yang ada di sekitar sekolah.  

Kelebihan lainnya, dia sudah bisa menulis dengan rapi.  “misal ketika dia tertarik kalkulator.  Dia bisa menulis Casio dengan rapi dan logo yang persis dengan yang dilihat.  Atau pernah sepulang jalan-jalan bersama ibunya, besoknya menulis City Mall.  Pokoknya kalau yang membuatnya tertarik, dia dengan sendirinya mau menuliskan”, terang Nurma.

Hal-hal itu juga yang menjadi pertimbangan Nurma untuk melakukan pembelajaran bagi Gevano. Nurma mencermati benda-benda yang menarik perhatiannya dan menjadikan benda tersebut sebagai entry point mengajak dia belajar.  Ketika pelajaran menulis, Nurma akan membagi papan tulis menjadi 2, salah satu bagian untuk Nurma menulis dan diikuti oleh anak-anak lainnya, satu bagian lain diperuntukkan bagi Gevano, yang gemar menulis di papan tulis. 

Lain halnya yang ditemui oleh Andri Agustiawan, guru Kelas 2, yang juga mendampingi seorang anak berkebutuhan khusus, Faezya.  Motivasi belajar siswa istimewa satu ini  sangat dipengaruhi oleh mood.  “Saya sering sedih, saya harus bagaiamana untuk masa depan anak ini”, ungkap Andri.  Andri terus berusaha memahami naik turunnya emosi anak didiknya tersebut supaya sedikit demi sedikit bisa mengajaknya mengikuti pembelajaran.

Lain halnya dengan yang dilakukan Lilis Susanti, wali kelas Kelas 5.  Lilis mendampingi anak ABK yang sangat pendiam di kelasnya, Andini.  Andini sangat pendiam dan sangat jarang berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.  Jika ditanya, dia sangat jarang menjawab dan  hanya tersenyum, kemudian mengangguk atau menggeleng.  Namun Lilis mencermati bahwa dia menyimak apa yang didengarnya.  Lilis sering mendapatinya melantunkan sholawat pada saat sedang berlangsung kultum.  

Berangkat dari pengalaman para guru berinteraksi dengan anak-anak tersebut, diskusi di ruang guru sering terjadi.  Para guru memahami pentingnya mengenali dan memahami kecenderungan mereka, apa yang disukai, dan tidak disukai. Dengan memahami hal ini, guru akan bisa  menyediakan dukungan yang sesuai untuk mengoptimalkan perkembangan mereka.  

Dukungan Orang Tua ABK 

Faktor lain yang berpengaruh positif dalam menyediakan dukungan bagi perkembangan ABK adalah peran aktif orangtua.  Orangtua yang komunikatif dan kooperatif sangat membantu guru untuk memberikan penanganan yang tepat di sekolah.  Kerjasama yang baik dengan orangtua/wali dirasakan betul oleh para guru.  “Nenek Gevano setiap hari mengantar dan menjemput jadi kita pasti hampir selalu ngobrol setiap hari, “ terang Nurma.  Hal ini dikuatkan oleh Lilis, “Ibunya Andini sering ngeWA menanyakan perkembangan anaknya.  Jadi kita juga bisa saling mengetahui perkembangan di sekolah dan di rumah”.

Selain komunikasi, apalagi dukungan ortu? 

Apa ada ortu ortu yang “cuek”? Apa yang dilakukan sekolah untuk ortu2 jenis ini?

Jika dukungan ortu penting, apakah ada rencana untuk “melembagakan” komunikasi lebih rutin misalnya?  

Menyusun Standar Ketercapaian Belajar ABK

Tantangan lain yang ditemui oleh para guru adalah dalam melakukan evaluasi hasil belajar.  Pada awalnya, para guru merasa kebingungan dalam menentukan ketercapaian hasil belajar mereka karena pengisian nilai rapor disamakan untuk semua anak.  Akhirnya para guru bersepakat untuk menentukan standar khusus untuk anak-anak istimewa tersebut.  Salah satunya adalah penghargaan atas keikutsertaan dalam pembelajaran.  Venti memaparkan, “Jika dia mau ikut olahraga, saya memberikan penilaian melampaui KKM, jika tidak mau, saya berikan nilai KKM”.  

Para guru bersepakat sepanjang terjadi perubahan perilaku dan peningkatan kemampuan  dari sebelumnya, para anak istimewa tersebut dianggap sudah berhasil melalui proses pembelajaran.   Hal ini dikuatkan oleh Titin, “menurut catatan hasil observasi bervariatif, karena anak-anak ABK di sekolah kami beragam jenis dan penanganannya juga berbeda. Yang Jelas Pendidikan bagi ABK banyak membawa manfaat bagi anak itu sendiri”

Saat ini, dengan penerapan Kurikulum Merdeka, kebingungan dalam melakukan evaluasi hasil belajar menjadi berkurang.  Dalam Kurikulum Merdeka, ketuntasan belajar siswa tidak lagi diukur dari angka mutlak seperti pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), melainkan lebih cenderung pada kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran yang bersifat deskriptif.  Hal ini mengurangi kebingunan para guru dalam melakukan evalusai ketercapaian pembelajaran anak-anak ABK.

Berdasarkan evaluasi para wali kelas dan guru lainnya, semua ABK yang bersekolah di SDN Sukasirna mengalami perkembangan. “Setelah gabung dengan kita, dengan teman-temannya, kebiasaan mendorong dan galaknya jauh berkurang, “ terang Venti menjelaskan perubahan positif Gevano.  

“Alhamdulillah teman-temannya merangkul, memahami begitu temannya istilah punya kekurangan, tapi teman-temannya tidak menyudutkan, tidak membedakan”, terang Venti.  Hal ini juga dikuatkan oleh Indri, “Anak-anak sepertinya merasa nyaman, dan anak lain pun tidak membully atau menjauhi”  

Para guru mendapati beberapa kali terjadi “insiden” yang melibatkan anak-anak ABK baik sebagai pelaku maupun objek, namun masih dalam batas yang bisa dinasehati. Keberadaan anak-anak ABK tersebut berdampak pula pada anak-anak normal lainnya yang membiasakan diri untuk bergaul dan berinteraksi dengan baik dengan sesama yang memiliki keterbatasan.  Bisa dikatakan bahwa keberadaan anak ABK di sekolah merupakani hidden curriculum bagi SDN Sukasirna.  

Hidden curriculum merupakan bagian kurikulum yang tidak secara eksplisit diajarkan dalam kurikulum formal, namun diserap oleh siswa melalui interaksi sehari-hari dan budaya sekolah. Ini mencakup aspek seperti etika, sikap, keterampilan sosial, dan persepsi tentang identitas serta peran dalam masyarakat. Meskipun tidak tertulis, hidden curriculum berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter dan pandangan dunia siswa, dan itu terjadi di SDN Sukasirna Kota Sukabumi.

***

Kunci keberhasilan dalam mendampingi ABK terletak pada dukungan positif semua pihak.  Orangtua perlu terbuka, kooperatif, komunikatif, dan perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.  Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan perlu juga mengelola sedemikain rupa sehingga para guru, lingkungan, suasana, dan aspek lainnya bisa mendukung perkembangan semua anak didik, baik yang normal maupun ABK dengan sumberdaya yang dimiliki sekolah.  Pun dengan guru yang harus memiliki kesabaran serta mau meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga bisa mengelola pembelajaran yang inklusif bagi semua anak.

Sejauh ini, SDN Sukasirna telah mampu menjawab tantangan dengan keberadaan beberapa ABK dengan berbekal keikhlasan, kesabaran, dan kemampuan untuk belajar.  Namun tentu saja tantangan ke depan akan selalu ada dan tidak tertutup kemungkinan dengan kesan baik yang dimiliki masyarakat terhadap SDN Sukasirna, di masa yang akan datang, orangtua dengan ABK akan terus mempercayakan anak-anaknya di SD tersebut.

Untuk mempersiapkan hal tersebut, Kepala Sekolah sudah berkonsultasi kepada Dinas Pendidikan Kota Sukabumi terkait perlunya SDN Sukasirna mendapatkan GPK.  Dan langkah lain yang ditempuh oleh Kepala Sekolah adalah himbauan kepada para guru untuk meningkatkan kompetensi dengan mengikuti Pelatihan Mandiri Pendidikan Inklusif di Platform Merdeka Mengajar. 

Penulis: Tintin Kartini
Editor: Dwi Joko

Skip to content