PENCEGAHAN BULLYING DI SMPN 43 BANDUNG MELALUI OPTIMALISASI TPPK, PROGRAM ROOTS, DAN INOVASI APLIKASI BEJAKEUN

PENCEGAHAN BULLYING DI SMPN 43 BANDUNG MELALUI OPTIMALISASI TPPK, PROGRAM ROOTS, DAN INOVASI APLIKASI BEJAKEUN

Ilham Fauji, S.Pd.I., M.Pd.Gr., guru SMPN 43 Bandung pengembang Aplikasi BEJAKEUN

1. Pendahuluan

Bullying merupakan masalah serius yang dapat mengganggu perkembangan psikologis dan akademis siswa. SMPN 43 Bandung berkomitmen untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan kondusif melalui pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), pelaksanaan program ROOTS sesuai dengan arahan Dinas Pendidikan Kota Bandung dan inovasi Aplikasi BEJAKEUN sebagai kanal pelaporan tindakan bullying.

2. Latar Belakang

Masalah perundungan di sekolah sering kali sulit diidentifikasi dan ditangani secara efektif. Oleh karena itu, pemerintah menginisiasi berbagai program untuk menangani bullying, yaitu pembentukan TPPK, program ROOTS, dan deklarasi PANGLIMA (Perangi Bullying Bersama). Dengan adanya program pemerintah tersebut, SMPN 43 sangat menyambut baik. Bahkan ada diantara guru di SMPN 43 yang melakukan inovasi dengan meluncurkan Aplikasi BEJAKEUN.

BEJAKEUN secara bahasa berasal dari bahasa Sunda yang berarti LAPORKAN. Sehingga aplikasi ini digunakan untuk sarana melaporkan bagi siswa-siswi terkait tindakan bullying atau kenakalan remaja yang terjadi di sekitarnya. Dalam konteks aplikasi, BEJAKEUN adalah akronim dari:

  • BErani lawan tindakan bullying.
  • JAga diri dan teman dari tindakan bullying.
  • KEnali dan laporkan tindakan bullying.
  • UNggah laporan tindakan bullying  di aplikasi.

Kombinasi dari upaya pencegahan dan penanganan yang terstruktur serta pemanfaatan teknologi diharapkan dapat mengurangi angka bullying di sekolah.

3. Tujuan Program dan Inovasi

Tujuan utama dari inisiatif ini adalah:

  • Mencegah dan mengurangi tindakan perundungan di lingkungan sekolah.
  • Meningkatkan kesadaran seluruh warga sekolah tentang bahaya bullying.
  • Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan kondusif bagi semua siswa.
  • Mempermudah pelaporan dan penanganan kasus bullying melalui Aplikasi BEJAKEUN.

4. Implementasi Peran TPPK

TPPK terdiri dari 11 anggota yang mencakup guru BK, tim kesiswaan, dan perwakilan orang tua. Tugas utama TPPK adalah:

  • Mengidentifikasi kasus-kasus bullying di sekolah.
  • Menyusun strategi pencegahan dan penanganan bullying.
  • Melakukan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya bullying kepada siswa, guru, dan orang tua.

Menindaklanjuti laporan bullying yang masuk melalui Aplikasi BEJAKEUN.

5. Implementasi Program ROOTS

Program ROOTS dilaksanakan selama satu tahun pelajaran, dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

  • Pembentukan Tim ROOTS: Guru membentuk tim yang terdiri dari siswa-siswa berpengaruh di sekolah untuk menjadi agen perubahan.
  • Pelatihan dan Modul: Agen ROOTS diberikan pelatihan intensif melalui 15 modul materi perundungan setiap hari Selasa.
  • Kampanye Anti Perundungan melalui poster, madding, dan media sosial: Agen ROOTS membuat bahan-bahan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya bullying di sekolah.
  • ROOTS Day: Di akhir program, dilaksanakan ROOTS Day sebagai deklarasi anti perundungan, di mana seluruh siswa berpartisipasi dalam kegiatan ini. Selain itu terbaru untuk siswa baru mengikuti arahan Dinas Pendidikan, kami menyelenggarakan deklarasi PANGLIMA (Perangi Bullying Bersama).

Aplikasi BEJAKEUN dikembangkan oleh Ilham Fauji, S.Pd.I., M.Pd.Gr., guru SMPN 43 Bandung sebagai solusi teknologi untuk mendukung program ROOTS dan TPPK. Beberapa fitur utama dari aplikasi ini adalah:

  • Pelaporan Anonim: Siswa dapat melaporkan tindakan bullying secara anonim, sehingga mereka merasa lebih aman.
  • Akses Mudah: Aplikasi ini dapat diunduh di Play Store dan mudah digunakan oleh siswa, orang tua, dan guru.
  • Penanganan Cepat: Laporan yang masuk langsung diteruskan ke TPPK untuk ditindaklanjuti.

7. Hasil dan Evaluasi

Implementasi TPPK, program ROOTS, dan Aplikasi BEJAKEUN telah menunjukkan hasil yang positif. Beberapa indikator keberhasilan yang dicapai antara lain:

  • Peningkatan Kesadaran: Kesadaran siswa dan guru tentang pentingnya mencegah bullying meningkat secara signifikan.
  • Penurunan Kasus Bullying: Terdapat penurunan jumlah kasus bullying yang dilaporkan di sekolah.
  • Respon Cepat: Kasus-kasus bullying dapat ditangani lebih cepat dan efektif melalui laporan yang masuk di Aplikasi BEJAKEUN.

8. Kendala dan Solusi

Beberapa kendala yang dihadapi selama pelaksanaan program ini antara lain:

  • Partisipasi Siswa: Tidak semua siswa mau berpartisipasi aktif dalam program ROOTS. Solusinya adalah dengan memberikan motivasi pada kegiatan pembiasaan-pembiasaan dan penghargaan kepada siswa yang berpartisipasi.
  • Teknologi dan Akses: Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam mengakses dan menggunakan Aplikasi BEJAKEUN. Solusinya, sekolah mengadakan sosialiasi dan bantuan teknis bagi siswa dan orang tua.

9. Kesimpulan

TPPK, program ROOTS, dan Aplikasi BEJAKEUN di SMPN 43 Bandung telah berhasil menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan kondusif bagi seluruh siswa. Melalui kombinasi upaya pencegahan, penanganan yang terstruktur, dan pemanfaatan teknologi, kasus bullying dapat diatasi dengan lebih efektif.

10. Rekomendasi

Untuk meningkatkan efektivitas program ini, beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan adalah:

  • Melakukan update rutin pada Aplikasi BEJAKEUN untuk mengetahui pelaporan
  • Menyediakan lebih banyak sesi pelatihan dan sosialisasi untuk siswa, orang tua, dan guru.
  • Mengadakan kampanye anti-bullying secara berkala untuk menjaga kesadaran dan partisipasi aktif seluruh warga sekolah.

11. Penutup

Dengan komitmen yang kuat dari seluruh warga sekolah, TPPK, program ROOTS, dan Aplikasi BEJAKEUN diharapkan dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif yang lebih besar dalam upaya pencegahan dan penanganan bullying di SMPN 43 Bandung.

Penulis: Asep Ramdani (Kepala SMPN 43 Bandung)
Editor: Idris Apandi

PENCEGAHAN BULLYING DI SDN KARAWANG WETAN 1 MELALUI PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

PENCEGAHAN BULLYING DI SDN KARAWANG WETAN 1 MELALUI PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

Melakukan diskusi tentang bullying dan mencari data yang valid tentang perilaku anak untuk dijadikan bukti serta bahan kajian untuk merubah perilaku. (Doc. Ade 2024).
  1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan fondasi utama dalam perkembangan pribadi dan akademik seorang anak. Di tingkat pendidikan dasar, pembentukan karakter dan perilaku baik adalah hal yang sangat penting dibandingkan dengan penguasaan materi akademik.  Guru kelas sebagai tokoh sentral memiliki peran kunci dalam membimbing anak-anak agar berperilaku baik. Mengajarkan nilai-nilai moral dan etika, membentuk sikap positif, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan perilaku yang baik adalah tantangan yang dihadapi guru kelas sehari-hari.

Ada banyak hal yang memengaruhi proses pembelajaran anak salah satu diantaranya adalah Sosial Emotional Learning (SEL). SEL inilah yang akan memengaruhi bagaimana perilaku anak ke diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. SEL adalah proses pembentukan diri yang berkaitan dengan kesadaran diri, kontrol diri, dan kemampuan relasi.  SEL ini sangat penting karena proses ini akan membantu kehidupannya baik di sekolah, lingkungan kerja, atau bermasyarakat.

Perlu diketahui bahwa orang yang punya kemampuan sosial emosional yang baik jauh lebih bisa menerima dan melakukan tantangan, lebih mudah untuk belajar, bersikap professional, dan bersosialisasi. Jadi, pembelajaran sosial emosional ini tidak hanya dalam jangka waktu dekat, tetapi juga jangka panjang.

Anak-anak di kelas 5 SDN Karawang Wetan I sudah mulai beranjak remaja. Mereka memiliki emosional yang labil. Dalam pergaulannya mereka membutuhkan pengawasan dan bimbingan yang ekstra dalam proses kestabilan emosionalnya. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada saat pandemik COVID-19, peserta didik banyak menggunakan ponsel. Oleh karena itu, pascapandemik, anak-anak lebih cepat beradaptasi dengan teknologi saat ini.

Namun, hal ini sekarang dirasakan sudah tidak efektif lagi karena penggunaan ponsel pada anak didik banyak yang disalahgunakan. Penggunaan ponsel yang berlebihan dan tanpa pengawasan orang tua akan membuat anak menjadi sulit dikendalikan dalam berperilaku juga dalam berbicara, sehingga dalam percakapan di WA grup pun sering mengucapkan kata jorok (menyebutkan alat kelamin pria atau wanita) dan kasar (seperti anj*ng, monyet, tolol, gobl*k, dasar gendut, dll.). Percakapan mereka sering kali disertai ejekan-ejekan yang dapat menimbulkan sakit hati dan membuat temannya merasa di-bully dan akhirnya tidak semangat untuk berangkat sekolah.  

Sebagai pendidik tentunya merasa prihatin melihat kondisi di dalam kelas yang penuh dengan bahasa yang kasar dan jorok serta gambar yang tidak pantas dan perilaku siswa yang suka mengejek temannya pun sering terjadi. Jika hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan yang cepat dan tepat, maka perilaku peserta didik akan semakin tidak terarah. Tentunya pendidik dituntut untuk bisa menghadapi situasi ini dengan melakukan suatu inovasi yang dapat menjadikan kelas yang aman, nyaman, berprestasi, dan berkarakter.

  • Tantangan

Sebagaimana yang kita lihat pada kondisi tersebut, tentunya sangat perlu perhatian dari guru khususnya guru kelas. Dalam hal ini, sebagai guru kelasnya, saya merasa sangat prihatin dan berusaha untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah ini.

Dengan memikirkan solusi dari permasalahan ini, agar cara yang ditempuh dapat memiliki dampak yang positif dan berpengaruh pada perilaku peserta didik serta menjadikan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, diantaranya dengan mengajarkan nilai-nilai moral dan etika kepada peserta didik dan meningkatkan motivasi belajar kepada mereka.

  • Aksi

Berdasarkan latar belakang dan tantangan yang tersebut di atas tentunya diperlukan suatu aksi nyata yang dilakukan oleh guru. Adapun cara yang dilakukan yaitu :

  1. Mencari data yang valid melalui pendekatan personal (wawancara dengan peserta didik) tentang perilaku anak yang dapat dijadikan alat bukti serta bahan kajian untuk mengubah perilaku. Proses wawancara ini berlangsung selama 2 minggu dilakukan pada awal Agustus tahun 2023.
    1. Setelah terkumpul data, maka dilakukan diskusi dengan ibu kepala sekolah dan juga rekan-rekan sejawat dengan memulai bercerita seputar perilaku yang tidak baik tersebut. Setelah berdiskusi, ibu kepala sekolah menyarankan untuk bertindak cepat dalam menanggulangi masalah ini dengan memfokuskan kegiatan belajar mengajar pada pembiasaan yang dapat merubah perilaku anak. Akhirnya di minggu ke empat bulan Agustus 2023, dimulailah pembiasaan dengan membaca shalawat dan mengafirmasi diri setelah berdoa sebelum belajar.Pada bulan September 2023 kami berkomunikasi dengan orang tua dalam kegiatan parenting. Di kegiatan kami mengajak orang tua untuk lebih aktif lagi dalam mengawasi penggunaan handphone dan pembiasaan bertutur kata yang baik dan sopan dalam berkomunikasi agar tidak saling ejek dan berkata kasar serta mengingatkan sholat lima waktunya. Dengan melakukan kegiatan parenting, diharapkan adanya  kerjasama untuk mengubah perilaku peserta didik dan menumbuhkan karakter yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia.
    1. melakukan pembiasaan di kelas dengan diawali membaca doa dan bershalawat serta mengafirmasi untuk terus berbuat baik setiap hari. Selain itu juga selalu mengingatkan dalam bertutur kata agar tidak ada kata-kata kasar dan jorok.
  • Hasil & Refleksi
  • Program pembiasaan di kelas cukup efektif dalam mengubah perilaku siswa menjadi lebih baik.

Dari beberapa hari (kurang lebih 14 hari) melakukan pendekatan dan setelah kurang lebih 3 bulan (dari minggu keempat bulan Agustus 2023 hingga pertengahan Nopember 2023) melaksanakan kegiatan pembiasaan di kelas dengan bershalawat dan mengingatkan diri serta menyemangati diri, peserta didik sekarang sudah ada perubahan dan mulai saling mengingatan dengan teman.

Setiap akan istirahat mereka membaca doa makan dan setelah istirahat mereka juga membaca doa setelah makan.

  • Keterlibatan orang tua dan program parenting yang diadakan juga sangat membantu dalam menguatkan nilai-nilai postif pada siswa.
  • Suasana kelas sudah menjadi lebih aman dan nyaman juga ramah anak, bertutur kata sudah mulai pelan dan tidak lagi berkata jorok dan kasar.

Dari kegiatan ini dapat diambil pembelajaran bahwa anak anak membutuhkan bimbingan dan pendekatan yang mengena di hati mereka. Kita juga sebagai pendidik dapat memosisikan diri sebagai partner atau teman bermain, sehingga mereka dapat menyalurkan dan mencurahkan perasaannya serta merasa nyaman dengan keberadaan kita di samping mereka.

Penulis: Ade Alawiyah Lubis (Guru SDN Karawang Wetan 1)
Editor: Idris Apandi

Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 Regional I BBPMP Provinsi Jawa Barat: Menuju Indonesia Emas 2045

Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 Regional I BBPMP Provinsi Jawa Barat: Menuju Indonesia Emas 2045

Workshop Asesmen Nasional BBPMP Jawa Barat pada 3 s.d 5 Juli 2024

Bandung Barat, – Asesmen Nasional yang selanjutnya disingkat AN adalah salah satu bentuk evaluasi sistem pendidikan oleh Kementerian pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Asesmen Nasional tidak menggantikan peran Ujian Nasional dalam mengevaluasi prestasi atau hasil belajar peserta didik secara individual, namun memiliki peran yang sama dalam hal menjadi sumber informasi untuk pemetaan dan evaluasi mutu sistem pendidikan.

Asesmen Nasional sebagai bentuk evaluasi sistem pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat diperlukan dalam rangka memperoleh informasi yang akurat dan komprehensif untuk menghasilkan Profil Pendidikan yang merupakan laporan layanan pendidikan dasar dan menengah untuk peningkatan mutu layanan pendidikan dan penetapan Rapor Pendidikan. Profil Pendidikan tersebut dapat membantu satuan pendidikan dan Pemerintah dalam mengidentifikasi indikator-indikator yang sudah baik maupun yang masih perlu ditingkatkan, kemudian melakukan refleksi untuk menentukan akar masalah, dan menyusun program serta strategi membenahi akar masalah tersebut untuk peningkatan mutu pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, BBPMP Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 Regional I pada tanggal 3 s.d 5 Juli 2024, sesuai dengan salah satu perannya, yaitu untuk melakukan sosialisasi kebijakan pelaksanaan AN dan Sulingjar di Wilayah Provinsi Jawa Barat bersama Dinas Pendidikan sesuai kewenangan.

Bertempat di Hotel V, Jl. Terusan Ir. Sutami III, Sukagalih, Bandung, Kota Bandung Provinsi Jawa Barat 40163, kegiatan tersebut diikuti oleh Peserta yang berasal dari unsur Pegawai BBPMP Provinsi Jawa Barat dan Penanggung jawab Asesmen Nasional (Pj AN) pada KCD I s.d XIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Pj AN dari 27 Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 yang diselenggarakan selama 3 (tiga) hari tersebut bertujuan untuk: (1) Meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah terhadap Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024; (2) Memperkuat sinergi antara UPT BBPMP Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 di Wilayah Provinsi Jawa Barat; (3) Memperkuat sinergi antara UPT BBPMP Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Daerah terhadap tugas dan tanggung jawab dalam mendukung pelaksanaan AN dan Sulingjar Tahun 2024 yang dituangkan dalam bentuk Rencana Tindak Lanjut (RTL); dan (4) Melakukan survei pemahaman terhadap stakeholders di daerah dan satuan pendidikan di Wilayah Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan tersebut difasilitasi oleh Narasumber dan Fasilitator kegiatan berasal dari unsur PiC PDM 06 – Asesmen Nasional Kemendikbudristek, Ibu Elly Wismayanti, S.Sos., M.AP., Hadyan Sugalayudhana, M.Pd., Koordinator Pengawas SMA Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dr. H. Ahmad Furqon, M.Pd., Kasi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kota Bogor, Hj. Romlah, M.Pd., Kasi Tenaga Pendidik dan Kependidikan PAUD Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, Rika Surya, S.T., M.Pd., PiC PDM 06 AN BBPMP Provinsi Jawa Barat dan Dr. Ida Siti Hodijah, M.Pd., Widyaprada Ahli Madya BBPMP Provinsi Jawa Barat.

Adapun materi yang disampaikan oleh Narasumber dan Fasilitator pada kegiatan tersebut, antara lain tentang Kebijakan Asesmen Nasional dan Sulingjar Tahun 2024, Pentingnya Asesmen Nasional untuk Peningkatan Kualitas layanan Pendidikan, Sekolah Dasmen dan PAUD yang dicita-citakan, Mekanisme Pendataan, Kesiapan Penyelenggaraan Asesmen Nasional, Pelaksanaan dan Pelaporan Hasil Asesmen Nasional, dan Sulingjar PAUD dan Dasmen. Pada kegiatan tersebut Peserta juga diminta untuk Menyusun Rencana Tindak Lanjut Kegiatan Sosialisasi Asesmen Nasional dan Sulingjar yang akan dilaksanakan di Daerah masing-masing.

Pada Materi Kebijakan Asesmen Nasional antara lain disampaikan tentang salah satu tujuan dirancangnya Asesmen Nasional, yaitu antara lain untuk mendorong dan memfasilitasi perbaikan kualitas pembelajaran.  Asesmen Nasional dilaksanakan dengan 3 (tiga) instrumen yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM Literasi, Numerasi), Survey Karakter dan Survey Lingkungan Belajar. AKM Literasi dan Numerasi menanggapi kebutuhan global saat ini bahwa peserta didik diharapkan mampu beradaptasi dengan dunia yang cepat berubah dan berpartisipasi aktif di masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik perlu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dua kemampuan yang menentukan kecakapan seseorang untuk belajar sepanjang hayat adalah kompetensi literasi membaca atau literasi matematika, yang sering disebut numerasi. Dua kompetensi ini penting karena peserta didik perlu mengembangkan keterampilan logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan untuk memahami, memilah, dan menggunakan informasi secara kritis.

Berbagai program dan kebijakan telah digaungkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi dalam upaya meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi siswa Indonesia antara lain melalui Kebijakan Merdeka Belajar episode 1 sampai 26. Kebijakan-kebijakan tersebut dirancang oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045. Hal ini juga sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang disususn oleh Kementerian PPN/Bappenas dalam mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045, yaitu untuk mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.

Penulis: Ida Siti Hodijah
Editor: Mutia Pusparini

Upgrade ARKAS 4.2.0: Sekolah di Sukabumi Makin Canggih

Upgrade ARKAS 4.2.0: Sekolah di Sukabumi Makin Canggih

Sukabumi, – Revolusi pengelolaan anggaran sekolah tengah berlangsung di Kota Sukabumi. Dengan semangat untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi, seluruh sekolah di Kota Sukabumi kini telah mengadopsi Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) versi 4.2.0. Pembaruan ini menandai langkah maju yang signifikan dalam upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan akuntabel di Kota Sukabumi

“Semua sekolah di Kota Sukabumi telah memperbarui ARKAS ke versi 4.2.0 untuk optimalisasi dan efisiensi penggunaan,” tutur Rahmat pihak Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, Bidang Pendidikan Dasar mengenai ARKAS. 

Pembaruan ARKAS versi 4.2.0 dilakukan secara serentak dengan menggelar sosialisasi langsung dan online melalui grup WhatsApp. Tujuannya agar seluruh pengguna dapat mengoperasikan aplikasi dengan baik dan memanfaatkan seluruh fitur yang tersedia.

“Sosialisasi yang kami lakukan melalui tatap muka dan via WhatsApp Group agar informasinya lebih dapat menyebar lebih luas,” tambah Rahmat.

An An Hasanah, Operator SDN Surya Kencana CBM, Kota Sukabumi, adalah salah satu pengguna yang merasakan manfaat dari ARKAS 4.2.0. Menurutnya, ARKAS versi terbaru sangat membantu dalam menyusun rencana anggaran yang lebih detail dan akurat. 

“ARKAS terbaru memudahkan kami dalam urusan pajak, karena muncul perhitungan pajak yang otomatis menyesuaikan dengan jenis pembelanjaan,” ucap An An.

An An menambahkan, “Sebelumnya, perhitungan pajak dilakukan secara manual dan membutuhkan banyak bukti. Namun, dengan ARKAS 4.2.0, proses pelaporan keuangan menjadi lebih cepat dan akurat berkat fitur otomatisnya.”

Pembaruan ARKAS 4.2.0 bukan hanya sekadar pemutakhiran aplikasi, melainkan sebuah komitmen bersama untuk membangun pendidikan yang lebih baik. Dengan pengelolaan anggaran yang lebih efektif dan transparan, diharapkan kualitas pendidikan di Kota Sukabumi akan terus meningkat.

Penulis: Syifa Andismah
Editor: Agus Ramdani

PENCEGAHAN PERUNDUNGAN MELALUI KONSEP “KANYAAH”

PENCEGAHAN PERUNDUNGAN MELALUI KONSEP “KANYAAH”

Perundungan menjadi masalah serius yang dihadapi di lingkungan pendidikan dan masyarakat secara umum. Data hasil Asesmen Nasional tahun 2021 yang diselenggarakan Kemendikbudristek menunjukan bahwa 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan. Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. (Katadata, 20/02/2024).

Bentuk perundungan seperti perundungan verbal, perundungan fisik, penindasan emosional, pengucilan, dan kekerasan seksual. Perundungan bukan hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga terjadi di dunia maya (cyber bullying). Penggunaan media sosial secara tidak bertanggung jawab ditambah kondisi netizen yang sangat kejam saat mengomentari suatu kondisi atau masalah ikut meningkatkan kasus cyber bullying. Hal ini sudah banyak memakan korban. Dampaknya, korban merasa malu, terhina, depresi, sampai bunuh diri.

Kasus perundungan ibarat fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan hanya sebatas kasus yang terdata, padahal bisa saja jumlahnya jauh lebih banyak. Banyaknya kasus perundungan perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak terkait karena pencegahan dan penanganannya harus holistik, empirik, dan terintegrasi. Pemerintah, lembaga pendidikan seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat harus memiliki kepedulian dan bekerja sama dalam mencegah dan menanganinya.

Begitu pun media memiliki peran sangat penting. Tayangan media bisa mempengaruhi penonton baik ke arah positif maupun negatif. Selain media TV, saat ini media sosial sudah sangat familiar. Setiap kejadian bisa langsung diliput dan diviralkan, termasuk peristiwa tindakan kekerasan dan perundungan. Satu video peristiwa tertentu dalam hitungan detik bisa beredar dari satu grup WA ke grup WA lainnya.

Sebagai bentuk komitmen dan keseriusan mencegah dan menangani tindak perundungan, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Permendikbud tersebut mengamanatkan dibentuknya Satgas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di level daerah provinsi, kabupaten, kota, dan satuan pendidikan.

Lahirnya regulasi anti bullying menjadi payung hukum pada tataran implementasinya. Secara teknis, pemda dan satuan pendidikan diharapkan mengampanyekan antiperundungan melalui berbagai upaya. Dalam hal ini, Saya memiliki gagasan konsep “KANYAAH”. Kalau dari konteks kata, KANYAAH asal katanya NYAAH adalah bahasa Sunda yang artinya cinta, kasih sayang. Tetapi dalam konteks ini, KANYAAH adalah sebuah singkatan atau akronim. KANYAAH terdiri dari huruf atau gabungan huruf K, A, NY, A, A, dan H. K singkatan dari Komunikasi, A singkatan dari Atensi, NY singkatan dari NYakseni/menyaksikan/ mengawasi, A singkatan dari Aksi, A singkatan dari Antisipasi, dan H singkatan dari Humanis.

K (Kolaborasi) maksudnya adalah pencegahan perundungan harus dilakukan secara berkolaborasi antarpemangku kepentingan, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, dinas/ lembaga yang menangani kekerasan, organisasi profesi, aparat penegak hukum, LSM, media, dan kelompok lainnya. Tujuannya sebagai bentuk kerjasama dan sinergitas. Melihat masalah ini sebagai masalah bersama dan perlu ditangani bersama-sama. Para pemangku kepentingan tersebut harus memiliki visi dan komitmen yang sama, tidak bergerak sendiri-sendiri. Kadang kala berbagai pihak tersebut merasa sudah bekerja tetapi sayangnya tidak ada harmoni. Akibatnya berbagai program yang dilakukan tersebut kurang efektif dan kurang berdampak.

A (Atensi) maksudnya semua pihak yang berkepentingan harus memiliki atensi atau perhatian yang sama. Lingkungan keluarga harus menjadi lembaga pertama yang mengampanyekan antiperundungan. Tidak ada ada perundungan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, antarsesama anak, atau mungkin saja anggota keluarga lainnya. Lingkungan keluarga harus dibentuk menjadi lingkungan yang kondisif untuk menumbuhkembangkan nilai saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi, dan toleransi antaranggota keluarga sebagai miniatur sebuah masyarakat.

Begitu pun dengan lingkungan sekolah dan masyarakat. Kedua lembaga tersebut diharapkan menjadi cermin lingkungan yang bebas dari perundungan. Secara formal, di sekolah ada Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPKSP) yang bertugas untuk melakukan sosialisasi dan kampanye antiperundungan serta penanganan jika terjadi kasus perundungan.

Di lingkungan masyarakat, lembaga kemasyarakatan seperti RT, RW, Karang Taruna, PKK, desa/kelurahan, majelis ulama, dan lain-lain diharapkan bisa menjadi bagian dari kampanye antiperundungan. Program anti perundungan bisa menjadi bagian dari program Pembangunan atau program kerja lembaga-lembaga tersebut. Masyarakat perlu diedukasi terkait bahaya perundungan, jenis-jenis perundungan, dampak perundungan, dan cara penanganan kasus perundungan.

NY (Nyakseni/Menyaksikan/Mengawasi) maksudnya adalah pelaksanaan program antiperundungan perlu dilihat/diamati oleh berbagai pihak terkait. Monitoring dan evaluasi juga perlu dilakukan untuk melihat efektivitas, hasil, dan dampaknya. Hal yang sudah baik dipertahankan dan ditingkatkan, sedangkan hal yang belum baik, maka harus diperbaiki. Nyakseni tidak selalu diartikan sebuah kegiatan formal yang menggunakan beragam instrumen. Kepedulian orang tua, tetangga, dan masyarakat terhadap pencegahan kasus perundungan juga merupakan bentuk aksi konkrit nyakseni. Selain itu, respon, pelaporan, dan penanganan yang cepat atas kasus perundungan bisa juga sebagai bentuk konkrit nyakseni.

A (Aksi) maksudnya adalah kampanye antiperundungan dilakukan melalui berbagai aksi, mulai hal atau konten yang sederhana sampai kepada hal yang sifatnya program besar, terstruktur, dan masif. Aksi-aksi tersebut tidak perlu dikaitkan atau identik dengan biaya atau anggaran. Sikap sopan, santun, saling menghargai, saling menghormati, mau menerima perbedaan, dan toleransi adalah aksi nyata antiperundungan. Sederhana tapi bermakna. Tidak perlu biaya.

A (Antisipasi) maksudnya adalah tindakan perundungan harus diantisipasi oleh semua pihak terkait. Orang tua saat melihat gelagat yang tidak biasa dari anaknya seperti mendadak murung, gelisah, tidak mau sekolah, tidak mau bergabung lagi dengan teman-temannya, atau saat ada tanda-tanda luka pada badannya perlu segera dicari penyebabnya. Siapapun, termasuk anak bisa menjadi bagian dari pelaku atau korban perundungan atau tindak kekerasan.

Begitu pun di satuan pendidikan. TPPKSP perlu menyiapkan berbagai upaya, program, dan strategi untuk mengantisipasi dan mengampanyekan antiperundungan. Di level pemerintah daerah pun sama. Perlu ada antisipasi terkait bahaya perundungan mengingat kasus perundungan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan melibatkan siapa saja. Pemblokiran terhadap konten dan game online yang berbau kekerasan perlu dilakukan oleh pemerintah karena pada banyak kasus, hal tersebut banyak dicontoh pelaku tindak kekerasan dan perundungan.

Media pun memiliki peran penting dalam pencegahan perundungan. Diantaranya adalah dengan membatasi menampilkan tayangan-tayangan yang bertema kekerasan. Memang sudah ada peringatan agar penonton menonton sesuai dengan umurnya dan perlu bimbingan orang tua, tetapi sebelum hal itu dilakukan, media pun perlu mengantisipasinya dengan memberikan tayangan yang selain menghibur juga mendidik, juga menyensor bagian-bagian yang bertendensi mengandung kekerasan.

H (Humanis) maksudnya adalah program atau kampanye antiperundungan dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang tidak boleh mendapatkan kekerasan, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Hal yang harus ditanamkan kepada setiap orang adalah bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang unik, memiliki latar belakang, ciri fisik, dan karakter yang berbeda. Hal ini yang harus diterima dan dihormati oleh setiap orang. Hidup harmoni dan kebinekaan dalam keberagaman adalah hal yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa Indonesia yang majemuk.

Kasus perundungan biasa terjadi karena adanya relasi kuasa kuat-lemah, berkuasa-tidak berkuasa, kaya-miskin, mayoritas-minoritas. Pihak korban menderita luka lahir dan batin, ketakutan, trauma, bahkan ada yang sampai cacat dan meninggal. Orang yang pendiam dan introvert cenderung menjadi korban perundungan.

Perundungan dan kekerasan adalah salah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang harus dilawan. Sekecil apapun, perundungan tidak dapat ditolerir. Nilai kasih sayang, welas asih harus kita tanamkan kepada anak-anak kita sejak dini. Rumah tangga yang adem ayem, lingkungan keluarga yang damai dan harmonis, demokratis, dan komunikatif, bisa menjauhkan dari tindakan perundungan atau kekerasan. Keharmonisan dan kedamaian dalam keluarga adalah modal yang sangat berharga untuk mengembangkan hal tersebut di lingkungan satuan pendidikan dan masyarakat.

Konsep KANYAAH sebagai bentuk kampanye antiperundungan pada praktiknya bisa beragam. Walau demikian, pada intinya, KANYAAH yang kata dasarnya NYAAH, yang berarti rasa cinta adalah untuk menyebarkan nilai kasih sayang terhadap sesama manusia tanpa melihat perbedaan latar belakang ras, etnis, bahasa, dan agama. Cinta adalah nilai universal. Ketika seorang manusia sudah bisa hidup damai penuh rasa cinta, maka dia sudah menjadi sebenar-benarnya manusia. Wallaahu a’lam.

Penulis: Idris Apandi

Skip to content