Bandung- SDN Sukasirna Kota Sukabumi merupakan salah satu sekolah yang memiliki peserta didik berkebutuhan khusus. Venti, guru Olahraga di sekolah tersebut menceritakan pengalamannya ketika pertama kali mengenal salah satu anak berkebutuhan khusus sekitar 1 tahun yang lalu. Ketika itu, saat Venti sedang mendampingi latihan olahraga di lapangan sekolah, tiba-tiba seorang anak berusia sekitar 6 atau 7 tahun ikut serta ke dalam kelompok tersebut.
“Anak-anak pada bingung dan pada bertanya, siapa itu, siapa itu. Nah, saya juga tidak tahu siapa anak tersebut. Interkasinya itu mendorong orang, padahal ga kenal. Terus juga merebut bola anak-anak juga,” ungkapnya.
Baru beberapa saat kemudian Venti mengetahui anak tersebut adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dibawa oleh orangtuanya ke SDN Sukasirna dalam rangka observasi. Orangtua anak tersebut mendapatkan informasi dari tetangganya, yang merupakan komite sekolah, bahwa ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SDN Sukasirna. Setelah melakukan observasi ke beberapa sekolah, orangtua tersebut akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
SDN Sukasirna sebenarnya tidak memiliki Guru Pembimbing Khusus (GPK), namun di tahun pelajaran 2023/2024 memiliki 4 orang siswa ABK. Guru Pembimbing Khusus adalah pendidikan profesional yang dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menangani ABK pada satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Walaupun tidak memiliki GPK, kepala sekolah dan guru-guru di SDN Sukasirna tetap menerima setiap anak berkebutuhan khusus yang dipercayakan untuk didaftarkan di sekolah tersebut. “Kami paham bahwa dengan pembaharuan sekarang, kita tidak boleh menolak, tidak boleh membedakan, jadi harus menerima semua anak,” terang Indri, Wali Kelas Kelas 6. Titin Kartini, Kepala Sekolah, menegaskan bahwa kebijakan sekolah, “ingin memberikan Kelayakan pendidikan Bermutu bagi para ABK.”
Menepis Kekhawatiran Orang Tua ABK
Tertantang dengan kepercayaan orangtua yang menyekolahkan putra-putri berkebutuhan khususnya di sekolah tersebut, membuat Kepala Sekolah dan para guru mulai secara autodidak mempelajari bagaimana menangani anak-anak tersebut. Tatangan pertama yang muncul berasal dari orangtua siswa lainnya. Pada awalnya ada juga orangtua yang merasa khawatir jika anak mereka diganggu karena beberapa ABK di SDN Sukasirna memiliki kecenderungan “galak”. Namun, pihak sekolah berhasil memberikan pemahaman pada orangtua untuk tidak perlu khawatir karena ada para guru yang mendampingi di sekolah.
Selain khawatir diperlakukan galak oleh guru, apalagi kekhawatiran mereka yang lain? Dari siswa lain, dari sarana dan prasarana pembelajaran yg ada di sekolah, dari lingkungan belajar misalnya? Asyik kalau diuraikan satu per satu. Lalu apa saja yang dilakukan sekolah dan guru untuk menepis masing-masing kekhawatiran itu?
Pandangan Positif Guru: Setiap ABK Punya Kelebihan
Langkah pertama yang cukup penting yang diambil oleh para guru adalah menajamkan hati, pikiran, dan perasaan untuk mengenali karakteristik setiap ABK. Misalnya anak yang berada di kelas 1, Gevano, yang awalnya memiliki kecenderungan agresif dan galak serta tidak menyukai lingkungan yang berisik. Selain itu, dia belum bisa mengikuti pembelajaran lebih dari 5 menit dan belum juga bisa berdialog dengan baik dengan guru maupun teman-temannya.
Dibalik kekurangannya, menurut Nurma Rahmawati , wali kelas Kelas 1, Gevano memiliki kelebihan yang luar biasa untuk usia anak kelas 1 SD. Selain Bahasa Indonesia dan Basa Sunda, dia sudah bisa berbicara secara sederhana dengan menggunakan Bahasa Inggris. Sayangnya, kemampuan menggunakan berbagai bahasa tersebut justru dilakukan manakala dia berbicara sendiri atau berbicara dengan binatang yang ada di sekitar sekolah.
Kelebihan lainnya, dia sudah bisa menulis dengan rapi. “misal ketika dia tertarik kalkulator. Dia bisa menulis Casio dengan rapi dan logo yang persis dengan yang dilihat. Atau pernah sepulang jalan-jalan bersama ibunya, besoknya menulis City Mall. Pokoknya kalau yang membuatnya tertarik, dia dengan sendirinya mau menuliskan”, terang Nurma.
Hal-hal itu juga yang menjadi pertimbangan Nurma untuk melakukan pembelajaran bagi Gevano. Nurma mencermati benda-benda yang menarik perhatiannya dan menjadikan benda tersebut sebagai entry point mengajak dia belajar. Ketika pelajaran menulis, Nurma akan membagi papan tulis menjadi 2, salah satu bagian untuk Nurma menulis dan diikuti oleh anak-anak lainnya, satu bagian lain diperuntukkan bagi Gevano, yang gemar menulis di papan tulis.
Lain halnya yang ditemui oleh Andri Agustiawan, guru Kelas 2, yang juga mendampingi seorang anak berkebutuhan khusus, Faezya. Motivasi belajar siswa istimewa satu ini sangat dipengaruhi oleh mood. “Saya sering sedih, saya harus bagaiamana untuk masa depan anak ini”, ungkap Andri. Andri terus berusaha memahami naik turunnya emosi anak didiknya tersebut supaya sedikit demi sedikit bisa mengajaknya mengikuti pembelajaran.
Lain halnya dengan yang dilakukan Lilis Susanti, wali kelas Kelas 5. Lilis mendampingi anak ABK yang sangat pendiam di kelasnya, Andini. Andini sangat pendiam dan sangat jarang berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Jika ditanya, dia sangat jarang menjawab dan hanya tersenyum, kemudian mengangguk atau menggeleng. Namun Lilis mencermati bahwa dia menyimak apa yang didengarnya. Lilis sering mendapatinya melantunkan sholawat pada saat sedang berlangsung kultum.
Berangkat dari pengalaman para guru berinteraksi dengan anak-anak tersebut, diskusi di ruang guru sering terjadi. Para guru memahami pentingnya mengenali dan memahami kecenderungan mereka, apa yang disukai, dan tidak disukai. Dengan memahami hal ini, guru akan bisa menyediakan dukungan yang sesuai untuk mengoptimalkan perkembangan mereka.
Faktor lain yang berpengaruh positif dalam menyediakan dukungan bagi perkembangan ABK adalah peran aktif orangtua. Orangtua yang komunikatif dan kooperatif sangat membantu guru untuk memberikan penanganan yang tepat di sekolah. Kerjasama yang baik dengan orangtua/wali dirasakan betul oleh para guru. “Nenek Gevano setiap hari mengantar dan menjemput jadi kita pasti hampir selalu ngobrol setiap hari, “ terang Nurma. Hal ini dikuatkan oleh Lilis, “Ibunya Andini sering ngeWA menanyakan perkembangan anaknya. Jadi kita juga bisa saling mengetahui perkembangan di sekolah dan di rumah”.
Selain komunikasi, apalagi dukungan ortu? Apa ada ortu ortu yang “cuek”? Apa yang dilakukan sekolah untuk ortu2 jenis ini? Jika dukungan ortu penting, apakah ada rencana untuk “melembagakan” komunikasi lebih rutin misalnya?
Menyusun Standar Ketercapaian Belajar ABK
Tantangan lain yang ditemui oleh para guru adalah dalam melakukan evaluasi hasil belajar. Pada awalnya, para guru merasa kebingungan dalam menentukan ketercapaian hasil belajar mereka karena pengisian nilai rapor disamakan untuk semua anak. Akhirnya para guru bersepakat untuk menentukan standar khusus untuk anak-anak istimewa tersebut. Salah satunya adalah penghargaan atas keikutsertaan dalam pembelajaran. Venti memaparkan, “Jika dia mau ikut olahraga, saya memberikan penilaian melampaui KKM, jika tidak mau, saya berikan nilai KKM”.
Para guru bersepakat sepanjang terjadi perubahan perilaku dan peningkatan kemampuan dari sebelumnya, para anak istimewa tersebut dianggap sudah berhasil melalui proses pembelajaran. Hal ini dikuatkan oleh Titin, “menurut catatan hasil observasi bervariatif, karena anak-anak ABK di sekolah kami beragam jenis dan penanganannya juga berbeda. Yang Jelas Pendidikan bagi ABK banyak membawa manfaat bagi anak itu sendiri”.
Saat ini, dengan penerapan Kurikulum Merdeka, kebingungan dalam melakukan evaluasi hasil belajar menjadi berkurang. Dalam Kurikulum Merdeka, ketuntasan belajar siswa tidak lagi diukur dari angka mutlak seperti pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), melainkan lebih cenderung pada kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran yang bersifat deskriptif. Hal ini mengurangi kebingunan para guru dalam melakukan evalusai ketercapaian pembelajaran anak-anak ABK.
Berdasarkan evaluasi para wali kelas dan guru lainnya, semua ABK yang bersekolah di SDN Sukasirna mengalami perkembangan. “Setelah gabung dengan kita, dengan teman-temannya, kebiasaan mendorong dan galaknya jauh berkurang, “ terang Venti menjelaskan perubahan positif Gevano.
“Alhamdulillah teman-temannya merangkul, memahami begitu temannya istilah punya kekurangan, tapi teman-temannya tidak menyudutkan, tidak membedakan”, terang Venti. Hal ini juga dikuatkan oleh Indri, “Anak-anak sepertinya merasa nyaman, dan anak lain pun tidak membully atau menjauhi”
Para guru mendapati beberapa kali terjadi “insiden” yang melibatkan anak-anak ABK baik sebagai pelaku maupun objek, namun masih dalam batas yang bisa dinasehati. Keberadaan anak-anak ABK tersebut berdampak pula pada anak-anak normal lainnya yang membiasakan diri untuk bergaul dan berinteraksi dengan baik dengan sesama yang memiliki keterbatasan. Bisa dikatakan bahwa keberadaan anak ABK di sekolah merupakani hidden curriculum bagi SDN Sukasirna.
Hidden curriculum merupakan bagian kurikulum yang tidak secara eksplisit diajarkan dalam kurikulum formal, namun diserap oleh siswa melalui interaksi sehari-hari dan budaya sekolah. Ini mencakup aspek seperti etika, sikap, keterampilan sosial, dan persepsi tentang identitas serta peran dalam masyarakat. Meskipun tidak tertulis, hidden curriculum berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter dan pandangan dunia siswa, dan itu terjadi di SDN Sukasirna Kota Sukabumi.
Kunci keberhasilan dalam mendampingi ABK terletak pada dukungan positif semua pihak. Orangtua perlu terbuka, kooperatif, komunikatif, dan perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan perlu juga mengelola sedemikain rupa sehingga para guru, lingkungan, suasana, dan aspek lainnya bisa mendukung perkembangan semua anak didik, baik yang normal maupun ABK dengan sumberdaya yang dimiliki sekolah. Pun dengan guru yang harus memiliki kesabaran serta mau meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga bisa mengelola pembelajaran yang inklusif bagi semua anak.
Sejauh ini, SDN Sukasirna telah mampu menjawab tantangan dengan keberadaan beberapa ABK dengan berbekal keikhlasan, kesabaran, dan kemampuan untuk belajar. Namun tentu saja tantangan ke depan akan selalu ada dan tidak tertutup kemungkinan dengan kesan baik yang dimiliki masyarakat terhadap SDN Sukasirna, di masa yang akan datang, orangtua dengan ABK akan terus mempercayakan anak-anaknya di SD tersebut.
Untuk mempersiapkan hal tersebut, Kepala Sekolah sudah berkonsultasi kepada Dinas Pendidikan Kota Sukabumi terkait perlunya SDN Sukasirna mendapatkan GPK. Dan langkah lain yang ditempuh oleh Kepala Sekolah adalah himbauan kepada para guru untuk meningkatkan kompetensi dengan mengikuti Pelatihan Mandiri Pendidikan Inklusif di Platform Merdeka Mengajar.
PROGRAM Sekolah Penggerak (PSP) yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai bagian dari Merdeka Belajar, telah membawa angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia.
Namun, di balik keberhasilannya, program ini juga menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu temuan menarik dari PSP adalah keberagaman implementasinya di setiap sekolah.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:
Kapasitas SDM: Kemampuan kepala sekolah, guru, dan staf sekolah dalam mengadopsi inovasi baru sangat bervariasi;
Dukungan Komunitas Sekolah: Dukungan dari guru, siswa, orang tua, dan masyarakat secara umum sangat penting dalam keberhasilan PSP;
Infrastruktur dan Anggaran: Ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan anggaran yang memadai akan sangat membantu pelaksanaan program.
Tantangan Keberlanjutan PSP
Program Sekolah Penggerak adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, program ini memiliki potensi yang besar untuk membawa perubahan positif bagi pendidikan kita.
Dengan dukungan dari semua pihak, PSP dapat menjadi tonggak sejarah dalam reformasi pendidikan di Indonesia, berikut beberapa tantangan dari keberlanjutan PSP di Jawa Barat:
Pergantian Kepala Sekolah: Pergantian kepala sekolah seringkali mengganggu kontinuitas program. Kepala sekolah baru yang belum memahami visi dan misi PSP dapat menghambat pelaksanaan program;
Rotasi Guru: Perpindahan guru, terutama mereka yang terlibat dalam komite pembelajaran, dapat melemahkan tim inti pelaksana PSP.
Keterbatasan Sumber Daya Pengawas: Jumlah pengawas yang terbatas dan beban kerja yang berat membuat pengawas kesulitan dalam memberikan pendampingan yang optimal.
Perubahan Data: Perubahan data pengawas dan sekolah yang tidak tercatat dengan baik dapat menghambat proses monitoring dan evaluasi program.
Ketergantungan pada Sistem Digital: Tidak semua pengawas memiliki kemampuan yang sama dalam mengoperasikan sistem digital, sehingga dapat menghambat akses mereka terhadap data dan informasi yang diperlukan.
Peran Penting Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam memastikan keberlanjutan PSP. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Kebijakan yang Mendukung: Pemerintah daerah perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung implementasi PSP di wilayahnya.
Alokasi Anggaran yang Cukup: Alokasi anggaran yang memadai akan memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program.
Peningkatan Kapasitas Pengawas: Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi pengawas sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendampingan.
Kerjasama dengan Berbagai Pihak: Kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti sektor swasta, masyarakat, dan lembaga pendidikan tinggi, dapat memperkuat pelaksanaan PSP.
Pelajaran dan Langkah ke Depan
PSP telah memberikan banyak pelajaran berharga. Program ini menunjukkan bahwa transformasi pendidikan membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat sekolah.
Untuk memastikan keberlanjutan PSP, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
Penguatan Kapasitas SDM: Melalui pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan, kita perlu meningkatkan kapasitas kepala sekolah, guru, dan pengawas dalam mengimplementasikan PSP.
Pembentukan Jaringan Sekolah Penggerak: Jaringan sekolah penggerak dapat menjadi wadah untuk berbagi praktik baik dan saling belajar.
Evaluasi Berkala: Evaluasi yang dilakukan secara berkala akan membantu mengidentifikasi kendala dan mencari solusi yang tepat.
Fleksibilitas: Program PSP perlu bersifat fleksibel agar dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Subang berinovasi dalam penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024 dengan menerapkan sistem online. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan proses PPDB yang objektif, transparan, dan akuntabel, serta meminimalisir potensi kecurangan.
Dinas Pendidikan Kabupaten Subang telah melakukan persiapan matang untuk memastikan kelancaran dan kesuksesan PPDB Online Tahun 2024. Hal ini diawali dengan koordinasi solid dengan semua pihak terkait, termasuk PAUD, SD, dan SMP, untuk menyusun jadwal PPDB yang disepakati bersama. Jadwal tersebut kemudian disosialisasikan kepada kepala sekolah dan Penanggung Jawab (PIC) di setiap kecamatan.
Memperhatikan Kebutuhan KETM
Penerapan PPDB Online di Subang tidak hanya fokus pada efisiensi dan transparansi, tetapi juga memberikan perhatian khusus kepada peserta didik dari kategori Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Kabupaten Subang, data per 30 November 2023 tercatat 9,52 persen dari total penduduk yang berjumlah 1,62 juta jiwa.
Sebagai bukti keberpihakan pada mereka, maka PPDB online Kabupaten Subang sesuai dengan Keputusan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 menetapkan kuota 25% dari jatah minimal 15% jalur khusus untuk calon peserta didik dari KETM dan anak penyandang disabilitas. Sementara untuk jalur zonasi dialokasikan 50-70%, dan 5% untuk mutasi orang tua. Ketentuan ini diterapkan di seluruh kecamatan di Kabupaten Subang yang pada tahun 2024 terdapat sekitar 23.000 peserta didik lulusan Sekolah Dasar (SD) dan 19.000 orang lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pendamping Pendaftaran PPDB Online bagi KETM
Menyadari pentingnya peran operator sekolah dalam kelancaran PPDB Online, Dinas Pendidikan menyelenggarakan pelatihan intensif bagi 1.000 operator sekolah SD dan SMP. Pelatihan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan PIC yang terdiri dari 30 orang guru penggerak untuk SD dan 30 orang guru penggerak untuk SMP yang yang tersebar di seluruh kecamatan. Pelatihan tersebut difokuskan pada penggunaan aplikasi PPDB Online yang baru pertama kali digunakan di Subang.
Setelah dilatih, para operator sekolah diintruksikan oleh Dinas Pendidikan Subang untuk melakukan pendampingan dalam proses pendaftaran PPDB online, termasuk bagi peserta didik yang berasal dari KETM dan anak penyandang disabilitas. Pendampingan yang diberikan, antara lain dengan cara membantu mengakses aplikasi PPDB. Bagi peserta didik yang tidak memiliki akses internet atau perangkat elektronik yang memadai, operator sekolah dapat membantu mereka mengakses aplikasi PPDB di sekolah.
Kemudian, membimbing proses pendaftaran. Operator sekolah dapat membantu peserta didik dalam mengisi formulir pendaftaran online, memastikan data yang diinputkan valid dan lengkap. Selanjutnya, memberikan informasi terkait PPDB. Operator sekolah dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat terkait PPDB kepada peserta didik dan orang tua/wali murid, termasuk persyaratan, jadwal, dan tahapan pendaftaran. Terakhir, memberikan informasi terkait PPDB. Operator sekolah dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat terkait PPDB kepada peserta didik dan orang tua/wali murid, termasuk persyaratan, jadwal, dan tahapan pendaftaran.
(Proses pendampingan orang tua calon pendaftar oleh operator sekolah. Dok BBPMP Jabar)
Selain pendampingan oleh operator sekolah, Disdikbud Subang juga melakukan beberapa upaya pelengkap untuk memastikan kelancaran PPDB bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu, seperti melakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat tentang PPDB Online, termasuk kepada keluarga kurang mampu, agar mereka mengetahui hak dan kewajiban mereka dalam proses pendaftaran. Selain itu, Disdikbud Subang juga aktif berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Dinas Sosial dan Dukcapil, untuk mengidentifikasi dan membantu keluarga kurang mampu dalam proses pendaftaran PPDB.
PPDB Online di Subang diharapkan dapat menjadi solusi untuk mewujudkan sistem penerimaan siswa yang adil, akuntabel, dan transparan. Dengan penerapan sistem ini, serta upaya pendampingan dan sosialisasi yang masif, diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang berasal dari KETM dan anak penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan berkualitas.
Dinas Pendidikan Kabupaten Subang telah menunjukkan komitmen yang tinggi untuk memastikan kesuksesan PPDB Online Tahun 2024. Dengan persiapan yang matang dan kerja sama dengan semua pihak terkait, Dinas Pendidikan yakin bahwa PPDB Online tahun ini akan berjalan dengan lancar dan sukses.
Garut – Sejalan dengan implementasi kurikulum merdeka, sekolah diharapkan bisa menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar, minat, dan kebutuhan peserta didik. Menyikapi hal tersebut, SDN 02 Ciburial di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi sebagai wujud pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Salah satunya dengan mengoptimalkan taman sekolah sebagai sumber pembelajaran.
Kepala SDN 02 Ciburial Windi Wulan Sari menyatakan bahwa dibuatnya taman sekolah dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, sebagai program penghijauan, untuk menciptakan lingungan sekolah yang aman dan nyaman untuk proses belajar. Kedua, memperindah dan mempercantik lingkungan sekolah. Ketiga, sarana melatih karakter peserta didik, khususnya terkait cinta lingkungan. Keempat, taman sekolah dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar sekaligus tempat bermain.
Setiap hari peserta didik bergantian atau dijadwal menyiram tanaman baik yang ada di tamaan maupun yang ada di green house. Ada pula yang memberi makan kelinci dan ikan. Hal ini bisa menjadi sebuah pembiasaan yang sangat baik bagi peserta didik. Kegiatan tersebut menjadi sarana untuk membangun karakter peserta didik seperti cinta lingkungan, cinta makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), cinta kebersihan, peduli, tanggung jawab, mandiri, gotong royong, kreativitas, bersyukur, dan sebagainya. Orang tua peserta didik pun merasa senang dengan adanya taman sekolah karena sekolah menjadi lebih indah, lebih hijau, dan lebih tertata rapi.
Di taman sekolah tersebut, ditanami beberapa jenis bunga. Kemudian, ada tempat cuci tangan, kandang kelinci, kolam ikan, tempat sampah plastik, dan green house. Pada setiap bunga yang ditanam, dicantumkan identitas tanaman yang disertai dengan barcode informasi lebih lanjut terkait dengan tanaman tersebut. Tujuannya selain menumbuhkan karakter cinta lingkungan, hewan, dan tumbuhan, juga agar peserta didik melek teknologi di era digital. Teknologi digital memang sudah dimanfaatkan di sekolah ini seperti layanan administrasi, dokumentasi, data pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, serta proses pembelajaran. Di era digitalisasi saat ini, penggunaan teknologi digital tidak dapat dihindari sehingga sekolah harus bisa beradaptasi dengan perkembangan.
Tanaman, hewan, dan benda-benda yang berada di lingkungan sekolah dijadikan sebagai sumber belajar pada berbagai tema atau berbagai mata pelajaran. Pada praktiknya, diserahkan kepada guru. Disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan peserta didik di taman seperti observasi, tanya jawab, mencari dan menemukan (inquiry and discovery). Melalui pemanfaatan taman sekolah, peserta didik pun bisa melakukan proyek pembelajaran. Misalnya peserta didik menanam sebuah tanaman. Kemudian perkembangannya setiap hari dipantau, dirawat, disiram, hingga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik dalam rentang waktu tertentu. Hasil pengamatan dilaporkan dalam bentuk laporan singkat.
Taman sekolah selain digunakan sebagai sumber belajar, juga dimanfaatkan untuk membaca buku, berdiskusi, istirahat, dan bersenda gurau dengan teman. Adanya taman di SDN 02 Ciburial menjadikan sumber belajar menjadi lebih bervariasi. Lingkungan yang hijau dan asri bisa meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Guru juga bisa semakin kreatif dalam memanfaatkan lingkungan belajar. Keterbatasan sarana dan sumber belajar melalui teknologi dapat diatasi dengan pemanfaatan benda-benda di lingkungan sekolah.
Peserta didik merasakan dampak positif dari pemanfaatan taman sekolah. Salah peserta didik menyampaikan bahwa dia merasa senang kalau belajar di luar kelas. Dia dan teman-temannya suka mengamati benda-benda di sekitar sekolah. Dia beserta teman-temannya mendapatkan pengalaman baru melalui pembelajaran di luar kelas.
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat menjadi alternatif agar pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan, bermakna, dan mengusir rasa bosan. Tinggal bagaimana guru secara kreatif memanfaatkan lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar di luar kelas dapat merangsang kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui observasi, tanya jawab, dan diskusi.
Dalam konteks penguatan literasi dan numerasi, taman sekolah pun dapat menjadi sarana penguatan literasi dan numerasi peserta didik. Misalnya pengetahuan dan identifikasi terkait jenis dan nama taman, cara merawat, cara menyiram, mengenal dan menghitung bagian-bagian tanaman, menghitung kebutuhan air untuk menyiram tanaman, dan sebagainya.
Hal yang dilakukan SDN 02 Ciburial bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lainnya. Mungkin saja sekolah yang lain pun sudah memiliki taman sekolah, tinggal dimanfaatkan sebagai sumber dan media pembelajaran. Ayo wujudkan pembelajaran berdiferensiasi melalui pemanfaatan taman sekolah!
Kegiatan Advokasi dan Pendampingan Kebijakan dan Produk Pembelajaran Transisi PAUD-SD Kepada Dinas Pendidikan diselenggarakan oleh Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat pada Rabu-Jumat, 24-26 April 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk (1) memperkuat peran Dinas Pendidikan dalam mensosialisasikan kebijakan dan produk pembelajaran transisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sekolah dasar (SD) melalui sinergi peran berbagai pihak; (2) memperkuat peran Dinas Pendidikan dalam mendampingi Forum Komunikasi mengimplementasikan tiga target perubahan di satuan Pendidikan; (3) memperkuat peran Dinas Pendidikan terkait peningkatan kapasitas satuan pendidikan dalam penerapan perubahan pembelajaran.
Transisi PAUD-SD merupakan program inovasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Inovasi tidak bisa terlaksana tanpa adanya kolaborasi, oleh karenanya, BBPMP Jawa Barat tidak bisa bergerak sendiri tanpa berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah. Kolaborasi tidak bisa terbuka jika tidak ada kerendahan hati dari Pemda dan mitra. Kunci kolaborasi adalah sama-sama terbuka, sama-sama rendah hati untuk saling terbuka saling memberi dan menerima, ungkap Dini Irawati, Koordinator Tim Kerja Inovasi dan Transformasi Pembelajaran di hadapan 68 peserta dari unsur Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota yaitu Kepala Bidang (Kabid) PAUD dan Kabid SD, Kantor Wilayah Kementrian Agama (Kanwil Kemenag), Pokja Bunda PAUD Provinsi Jawa Barat serta peserta internal BBPMP Provinsi Jawa Barat.
Selanjutnya narasumber dari Direktorat SD, Niknik Kartika menyampaikan arah dan kebijakan Gerakan Transisi PAUD-SD terkait 3 target perubahan dalam transisi PAUD-SD yang menyenangkan, yakni melakukan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tanpa tes baca, tulis, hitung (calistung), Satuan PAUD dan SD melakukan assesmen awal pada saat (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan penguatan pembelajaran yang menguatkan 6 kemampuan fondasi anak yang dibangun secara holistik dan berkesinambungan dan memastikan tidak ada patahan pembelajaran antara PAUD-SD, jelasnya.
Siklus dalam menguatkan Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan perlu terus dilakukan setiap tahunnya, yang diawali dengan memperkuat advokasi berlandaskan Surat Edaran dan memahami peran Pemda dalam mencapai target transisi PAUD ke SD, lanjut Niknik lagi.
Selanjutnya kegiatan difasilitasi oleh Widyaprada BBPMP Provinsi Jabar, Sri Wahyuningsih mengajak peserta terlibat dalam aktifitas bermain yang dapat membangun kemampuan fonadasi anak usia dini.
“Kegiatan bermain ini dapat menjadi inspirasi dalam penerapan perubahan pembelajaran,” jelasnya.
Adapun Sri Lilis Herlianti dan Sri Purwanti, dua Widyaprada BBPMP Provinsi Jawa Barat lainnya, menyosialisakan produk pembelajaran transisi PAUD-SD untuk menerapkan tiga target perubahan dan Peran Dinas pendidikan dalam Peningkatan kapasitas satuan pendidikan dalam penerapan perubahan pembelajaran serta penyusunan rencana tindak lanjut Pemerintah Daerah.
Yunus, salah satu perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi juga menyampaikan praktik baik terkait peran Dinas Pendidikan dalam mendampingi Forum Komunikasi mendorong implementasi tiga target perubahan di satuan Pendidikan.
Dalam penutupan kegiatan, Dini Irawati menegaskan bahwa BBPMP Provinsi Jawa Barat tidak bisa bergerak sendiri dalam mendukung Gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Pemerintah daerah dan organisasi mitra dapat menjadi penggerak perubahan di satuan Pendidikan, membantu mengawal gerakan penguatan Transisi PAUD-SD sehingga diharapkan melalui gerakan ini dapat terjadi bukti karya dan perubahan perilaku dalam memaknai pembelajaran bagi anak usia dini, yang selama ini masih terkotak-kotak antara PAUD dan SD kelas awal.