Peer to Peer: Inovasi Anti Bullying di SMAN 3 Sukabumi

Peer to Peer: Inovasi Anti Bullying di SMAN 3 Sukabumi

Sukabumi – Permasalahan bullying di kalangan remaja, khususnya di lingkungan sekolah, telah menjadi wabah yang serius dan mendesak untuk segera diatasi. SMAN 3 Sukabumi, seperti sekolah lainnya, tidak luput dari permasalahan ini. Fenomena bullying di sekolah ini seringkali dipicu oleh tradisi senioritas yang tidak sehat, di mana peserta didik kelas atas merasa berhak untuk mendominasi dan mengintimidasi adik kelas. Selain itu, faktor-faktor seperti dendam pribadi, keinginan untuk diakui dalam kelompok teman sebaya, dan pengaruh media sosial juga turut memperparah situasi.

Dampak dari bullying sangatlah luas dan merusak. Korban bullying seringkali mengalami trauma psikologis yang mendalam, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, hingga menarik diri dari lingkungan sosial. Bahkan, beberapa kasus ekstrem dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Sementara itu, para pelaku bullying juga tidak luput dari dampak buruk, seperti kesulitan menjalin hubungan sosial dan berpotensi menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya yang komprehensif dari seluruh pihak. Sekolah perlu mengadakan program-program pencegahan bullying yang melibatkan seluruh warga sekolah yang dikoordinir Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SMAN 3 Sukabumi.

Program mediasi peer-to-peer

TPPK SMAN 3 Sukabumi telah berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan bullying di lingkungan sekolah. Tim ini telah menjalankan beberapa program strategis, di antaranya pengumpulan data dari berbagai sumber, termasuk peserta didik kelas bawah dan atas. Informasi yang diperoleh kemudian digunakan sebagai dasar untuk merancang program-program intervensi yang tepat.

Salah satu program unggulan tim TPPK SMAN 3 Sukabumi adalah program mediasi peer-to-peer, di mana peserta didik yang telah dilatih menjadi mediator membantu menyelesaikan konflik antar peserta didik.

Tahap awal melibatkan pengumpulan data yang komprehensif melalui berbagai sumber, termasuk wawancara dengan peserta didik kelas bawah dan atas. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara mendalam untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan pola-pola bullying yang terjadi.

Setelah memahami situasi secara menyeluruh, TPPK melakukan mediasi antara peserta didik yang terlibat dalam kasus bullying. Proses mediasi ini bertujuan untuk menciptakan dialog yang terbuka dan jujur, sehingga semua pihak dapat memahami perspektif masing-masing dan mencari solusi bersama. Selain itu, TPPK juga melakukan sosialisasi secara intensif kepada seluruh warga sekolah mengenai bahaya bullying, bentuk-bentuk bullying, serta pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan bebas dari kekerasan

Peer-To-Peer Ubah Iklim Sekolah

Bullying adalah masalah serius yang harus ditangani secara serius pula. Dengan kerjasama antara TPPK, peserta didik, dan orang tua, diharapkan masalah bullying di SMAN 3 Sukabumi dapat teratasi secara efektif. Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Berkat upaya yang dilakukan, telah terjadi perubahan yang signifikan di SMAN 3 Sukabumi. Peserta didik mulai memahami bahwa bullying adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan dan memiliki dampak buruk bagi semua pihak. Selain itu, terciptanya suasana sekolah yang lebih aman dan nyaman membuat peserta didik lebih fokus pada kegiatan belajar-mengajar

Program mediasi sebaya (peer-to-peer) yang digagas oleh PPK telah menjadi salah satu inovasi paling sukses dalam upaya mengatasi bullying di SMAN 3 Sukabumi. Dengan memberdayakan peserta didik sebagai mediator, program ini tidak hanya berhasil menurunkan angka bullying secara signifikan, tetapi juga menciptakan lingkungan sekolah yang lebih positif dan inklusif.

Salah satu peserta didik, bernama Agus, mengungkapkan, “Saya merasa bangga bisa membantu teman-teman saya menyelesaikan masalah. Program ini mengajarkan saya banyak hal tentang pentingnya komunikasi dan empati.” Melalui program ini, peserta didik tidak hanya belajar untuk menyelesaikan konflik, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama.

Penulis: Pipih Saripah dan Enden Nursaidah
Editor: Gc

Skip to content