Kisah Sukses Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

Kisah Sukses Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

Peserta didik di SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta sedang terlibat aktivitas pembelajaran berdiferensiasi

Purwakarta – Dalam era Kurikulum Merdeka, pembelajaran berdiferensiasi telah menjadi pendekatan yang semakin populer di berbagai sekolah, termasuk sekolah penggerak. Konsep ini sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara yang meyakini pentingnya pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Dengan memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal bagi peserta didik. Mulai dari pemilihan materi, metode pengajaran, hingga penilaian, semuanya dapat disesuaikan dengan gaya belajar, minat, dan tingkat kemampuan peserta didik.

Meskipun demikian, tantangan seperti kurangnya sumber daya, waktu yang terbatas, dan kurangnya pelatihan guru masih sering ditemui. Oleh karena itu, diperlukan dukungan yang lebih besar dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, dan komunitas, untuk memastikan keberhasilan penerapan pembelajaran berdiferensiasi.

Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta pada tahun 2023 telah menorehkan sejumlah prestasi membanggakan di bawah kepemimpinan Tanty Erlianingsih. Sekolah Penggerak ini berhasil meraih penghargaan di bidang literasi, yakni “Parasamya Suratma Nugraha 2023“, serta ditetapkan sebagai Sekolah Berintegritas di Jawa Barat. Selain itu, pada tahun 2023 pula, sejumlah guru SMAN 1 Jatiluhur juga meraih penghargaan individu. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah tidak hanya fokus pada prestasi lembaga, tetapi juga memberikan perhatian yang besar pada pengembangan profesionalisme guru, sehingga berdampak pada kemampuan para gurunya dalam mengelola pembelajaran berdiferensiasi.

Untuk mewujudkan pembelajaran berdiferensiasi yang berpusat pada peserta didik dan relevan dengan dunia kerja, SMAN 1 Jatiluhur telah menerapkan beberapa strategi inovatif. Pertama, sekolah melakukan asesmen awal untuk menggali visi dan minat masing-masing peserta didik. Melalui diskusi kelas dan wawancara individu, sekolah berusaha memahami aspirasi peserta didik di masa depan. Hasil asesmen ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk merancang kurikulum yang fleksibel dan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Materi pelajaran yang dipilih pun relevan dengan minat peserta didik, serta dilengkapi dengan berbagai pilihan tugas dan proyek yang menantang dan menarik.

Kedua, sekolah mengintegrasikan keterampilan teknis ke dalam pembelajaran. Melalui kegiatan laboratorium, proyek, dan kunjungan industri, peserta didik tidak hanya menguasai teori, tetapi juga memperoleh pengalaman praktis yang relevan dengan dunia kerja.

Ketiga, SMAN 1 Jatiluhur menerapkan model pembelajaran yang fleksibel dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan minat dan kemampuan. Setiap kelompok diberikan materi dan tugas yang berbeda-beda, sehingga peserta didik dapat belajar dengan lebih efektif dan sesuai dengan ritme masing-masing.

“Dengan memberikan perhatian yang lebih individual, saya bisa memastikan bahwa setiap peserta didik merasa tertantang dan termotivasi untuk belajar. Misalnya, bagi peserta didik yang kesulitan dengan konsep gaya, saya akan memberikan contoh-contoh konkret dari kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, bagi peserta didik yang sudah menguasai materi, saya akan mengajak mereka untuk melakukan penelitian kecil-kecilan,”ungkap Agung seorang guru fisika SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta.

Kunci Sukses Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

“Kami tidak hanya ingin peserta didik kami menguasai teori, tetapi juga siap untuk menghadapi dunia kerja yang dinamis. Oleh karena itu, kami mengintegrasikan pembelajaran teori dan praktik melalui berbagai proyek yang relevan. Ini adalah salah satu pilar utama dalam pembelajaran berdiferensiasi di sekolah kami,” ujar Tantry.

“Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan yang terbaik. Dengan menerapkan pembelajaran yang berdiferensiasi, kami memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar pada tingkat yang sesuai dengan kemampuan mereka dan mengeksplorasi minat mereka lebih dalam. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan efektif,” Tanty melanjutkan.

“Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran berdiferensiasi di sekolah kami adalah pengelompokan peserta didik berdasarkan minat dan kemampuan,” jelas Agung. “Dengan cara ini, peserta didik bisa belajar bersama teman-teman yang memiliki minat yang sama dan mendapatkan tantangan yang sesuai dengan level kemampuannya. Ini membuat pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan.”

“Dulu, saya sering kesulitan mengikuti pelajaran. Materinya terasa terlalu cepat dan saya sering ketinggalan. Tapi, sejak para guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, saya jadi lebih mudah paham. Saya diberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan saya, jadi saya bisa belajar dengan santai dan tidak merasa terbebani.” ujar Andi, peserta didik SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta.

“Dengan pembelajaran berdiferensiasi, saya jadi lebih percaya diri untuk bertanya kalau ada yang tidak saya mengerti. Pa Agung selalu sabar menjelaskan sampai saya paham”

Penulis; Agus Ramdani dan Bisma Adiyta
Editor: Gc

Peer to Peer: Inovasi Anti Bullying di SMAN 3 Sukabumi

Peer to Peer: Inovasi Anti Bullying di SMAN 3 Sukabumi

Sukabumi – Permasalahan bullying di kalangan remaja, khususnya di lingkungan sekolah, telah menjadi wabah yang serius dan mendesak untuk segera diatasi. SMAN 3 Sukabumi, seperti sekolah lainnya, tidak luput dari permasalahan ini. Fenomena bullying di sekolah ini seringkali dipicu oleh tradisi senioritas yang tidak sehat, di mana peserta didik kelas atas merasa berhak untuk mendominasi dan mengintimidasi adik kelas. Selain itu, faktor-faktor seperti dendam pribadi, keinginan untuk diakui dalam kelompok teman sebaya, dan pengaruh media sosial juga turut memperparah situasi.

Dampak dari bullying sangatlah luas dan merusak. Korban bullying seringkali mengalami trauma psikologis yang mendalam, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, hingga menarik diri dari lingkungan sosial. Bahkan, beberapa kasus ekstrem dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Sementara itu, para pelaku bullying juga tidak luput dari dampak buruk, seperti kesulitan menjalin hubungan sosial dan berpotensi menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya yang komprehensif dari seluruh pihak. Sekolah perlu mengadakan program-program pencegahan bullying yang melibatkan seluruh warga sekolah yang dikoordinir Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SMAN 3 Sukabumi.

Program mediasi peer-to-peer

TPPK SMAN 3 Sukabumi telah berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan bullying di lingkungan sekolah. Tim ini telah menjalankan beberapa program strategis, di antaranya pengumpulan data dari berbagai sumber, termasuk peserta didik kelas bawah dan atas. Informasi yang diperoleh kemudian digunakan sebagai dasar untuk merancang program-program intervensi yang tepat.

Salah satu program unggulan tim TPPK SMAN 3 Sukabumi adalah program mediasi peer-to-peer, di mana peserta didik yang telah dilatih menjadi mediator membantu menyelesaikan konflik antar peserta didik.

Tahap awal melibatkan pengumpulan data yang komprehensif melalui berbagai sumber, termasuk wawancara dengan peserta didik kelas bawah dan atas. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara mendalam untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan pola-pola bullying yang terjadi.

Setelah memahami situasi secara menyeluruh, TPPK melakukan mediasi antara peserta didik yang terlibat dalam kasus bullying. Proses mediasi ini bertujuan untuk menciptakan dialog yang terbuka dan jujur, sehingga semua pihak dapat memahami perspektif masing-masing dan mencari solusi bersama. Selain itu, TPPK juga melakukan sosialisasi secara intensif kepada seluruh warga sekolah mengenai bahaya bullying, bentuk-bentuk bullying, serta pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan bebas dari kekerasan

Peer-To-Peer Ubah Iklim Sekolah

Bullying adalah masalah serius yang harus ditangani secara serius pula. Dengan kerjasama antara TPPK, peserta didik, dan orang tua, diharapkan masalah bullying di SMAN 3 Sukabumi dapat teratasi secara efektif. Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Berkat upaya yang dilakukan, telah terjadi perubahan yang signifikan di SMAN 3 Sukabumi. Peserta didik mulai memahami bahwa bullying adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan dan memiliki dampak buruk bagi semua pihak. Selain itu, terciptanya suasana sekolah yang lebih aman dan nyaman membuat peserta didik lebih fokus pada kegiatan belajar-mengajar

Program mediasi sebaya (peer-to-peer) yang digagas oleh PPK telah menjadi salah satu inovasi paling sukses dalam upaya mengatasi bullying di SMAN 3 Sukabumi. Dengan memberdayakan peserta didik sebagai mediator, program ini tidak hanya berhasil menurunkan angka bullying secara signifikan, tetapi juga menciptakan lingkungan sekolah yang lebih positif dan inklusif.

Salah satu peserta didik, bernama Agus, mengungkapkan, “Saya merasa bangga bisa membantu teman-teman saya menyelesaikan masalah. Program ini mengajarkan saya banyak hal tentang pentingnya komunikasi dan empati.” Melalui program ini, peserta didik tidak hanya belajar untuk menyelesaikan konflik, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama.

Penulis: Pipih Saripah dan Enden Nursaidah
Editor: Gc

Skip to content