Pendahuluan
Sekolah negeri telah lama menjadi tempat berkumpulnya anak-anak dari berbagai latar belakang. Salah satu tantangan yang sering muncul adalah adanya aksi bullying, terutama terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak ini sering kali menjadi sasaran karena perbedaan fisik atau mental mereka. Menyadari masalah ini, sebuah sekolah negeri memutuskan untuk mengambil langkah nyata dalam meniadakan bullying melalui program pelayanan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
Seperti halnya pengalaman yang terjadi di sekolah kami SDN Karya Mulya 2. Bullying/perundungan terjadi, saat ada seorang peserta didik laki-laki pindahan yang mengalami penolakan dari beberapa sekolah lain karena teridentifikasi sebagai peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Perilakunya yang mengganggu kondusivitas kelas karena kondisi kePDBKannya menimbulkan kemarahan dan penolakan dari teman-teman sekelas, orangtua, dan wali kelas. Sehingga teman-teman sekelasnya terpicu melakukan kekerasan verbal dan nonverbal kepada peserta didik tersebut. Begitupun sebaliknya.
Suasana kelas pun menjadi kurang kondusif. Kurang nyaman proses belajarnya. Sikap permusuhan dengan mengepalkan tangan kerap ditunjukkan teman-temannya kepada peserta didik pindahan. Fakta tersebut menjadi awal gambaran nyata belum diterimanya perbedaan dan keberagamaan latar belakang keadaan setiap peserta didik. Kesadaran lebih untuk menangani bullying secara serius melalui aksi pelayanan inklusi pun kami pilih sebagai hal urgen yang menjadi akar dari ragam perilaku bullying.
Tantangan
Teridentifikasinya lebih dari 10 % dari jumlah peserta didik keseluruhan sebagai PDBK, menimbulkan kesulitan lain baik dalam interaksi pergaulan maupun layanan belajar. Pada mulanya penerimaan PDBK lebih dipicu karena kondisi sekolah yang masih kekurangan siswa dari rombel yang tersedia. Semula belum dipikirkan lebih lanjut bagaimana pengelolaan semestinya PDBK dengan diagnosa yang cukup beragam. Salah satunya kesulitan belajar karena IQ di bawah 70. Sehingga dalam prosesnya menimbulkan efek perundungan/bullying baik dari teman-teman sekelas (kurang dianggap keberadaannya), dari pendidik (dicap beban kelas & faktor gagal keprofesionalan pendidik) dan anggapan orang tua peserta didik lainnya (sekolah dicap sebagai tempat siswa yang tidak diterima di sekolah lain). Gambaran tersebut adalah salah satu stereotif yang menjadi deskripsi sekolah sewaktu pertama kali bertugas di sekolah.
Tantangan lainnya yang harus dihadapi sekolah dalam mengimplementasikan program layanan inklusi pada peserta didik sebagai bagian menghilangkan praktik bullying ini; 1. Belum meratanya kesadaran dan pemahaman. Banyak siswa dan bahkan beberapa guru kurang memahami kebutuhan khusus/berbeda dan kondisi yang dihadapi oleh anak-anak berkebutuhan khusus. 2. Stigma dan prasangka negatif yang melekat pada anak-anak berkebutuhan khusus yang memperburuk situasi bullying. 3. Keterbatasan sumber daya. Sekolah sering kali menghadapi keterbatasan dalam hal sumber daya, baik dari segi tenaga pendidik yang terlatih maupun fasilitas pendukung. 4. Integrasi Sosial, yakni mengintegrasikan anak-anak berkebutuhan khusus dengan siswa lain tanpa membuat mereka merasa terisolasi adalah tantangan tersendiri.
Fakta tersebut semakin meyakini manajer sekolah untuk mendalami bagaimana pelayanan inklusi, sebagai bentuk implementasi diferensiasi proses pembelajaran sekaligus menghapuskan perundungan di sekolah.
Aksi
Untuk mengatasi tantangan tersebut, sekolah mengambil beberapa langkah nyata berupa menciptakan lingkungan belajar positif diantaranya; Pelatihan untuk kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan. Sekolah mengadakan pelatihan khusus untuk guru dan staf mengenai layanan inklusif pada pembelajaran, cara mendeteksi, mencegah, dan menangani bullying. Pelatihan ini juga mencakup bagaimana memberikan dukungan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
Pelatihan dilakukan secara mandiri dan beragam topik bahasan, melalui berbagai sumber literatur seperti dari Platform Merdeka Mengajar (PMM), Studi tiru secara luring kepada sekolah negeri, swasta maupun nonformal yang sudah menerapkan pelayanan inklusif. Program Edukasi dan Sosialisasi/parenting. Diadakan program edukasi dan sosialisasi untuk semua siswa tentang pentingnya inklusi dan penghargaan terhadap perbedaan.
Siswa diajarkan tentang berbagai jenis kebutuhan khusus dan bagaimana mereka bisa menjadi teman yang baik untuk teman-temannya yang memiliki kondisi khusus/kesulitan tertentu. Seperti praktik circle time dari gerakan sekolah menyenangkan yang diterapkan untuk menumbuhkan empati sesama peserta didik. Edukasi kepada orangtua peserta didik agar secara sadar dan ikhlas menerima keadaan istimewa putra putrinya.
Kegiatan Bersama. Sekolah menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan semua peserta didik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, dalam berbagai program sekolah, proyek pembelajaran dan permainan yang mempromosikan kerja sama dan pengertian. Kegiatan religi pun dikuatkan dengan muatan anti kekerasan terhadap sesama. Layanan Konseling sederhana. Sekolah menyediakan layanan konseling bagi peserta didik yang menjadi korban bullying serta bagi pelaku bullying untuk membantu mereka memahami dampak perbuatannya dan memperbaiki perilaku mereka.
Peningkatan Fasilitas. Sekolah meningkatkan fasilitas untuk mendukung kebutuhan khusus, seperti ruang terapi, alat bantu belajar, dan aksesibilitas fisik. Kerjasama & kolaborasi. Sekolah menjalin kerjasama dengan puskesmas, rumah sakit (untuk pemeriksaan/deteksi awal), psikolog, terhubung di grup praktisi inklusi dari berbagai instansi. Selain itu sekolah berkolaborasi dengan orangtua peserta didik agar memberikan dukungan melalui pengadaan guru pendamping khusus.
Perubahan
Setelah program ini berjalan selama beberapa waktu, terjadi perubahan signifikan di sekolah, diantaranya; Penurunan Kasus Bullying. Laporan tentang kasus bullying menurun drastis. Peserta didik lebih menguat kesadaran dirinya dan menghargai perbedaan di antara mereka. Peningkatan Empati dan Pengertian. Ada peningkatan dalam empati dan pengertian di antara peserta didik. Anak-anak lebih terbuka dan mendukung teman-teman mereka yang berkebutuhan khusus. Lingkungan Sekolah yang Lebih Inklusif. Sekolah menjadi lingkungan yang lebih inklusif dan ramah bagi semua siswa, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Kinerja Akademik yang Lebih Baik. Anak-anak berkebutuhan khusus menunjukkan peningkatan dalam kinerja akademik mereka karena mendapatkan dukungan yang memadai dan merasa lebih diterima. Hubungan yang Lebih Baik Antarsiswa. Kegiatan bersama dan program sosialisasi membantu membangun hubungan yang lebih baik dan solid antar siswa, mengurangi segregasi sosial.
Kesimpulan
Program pelayanan kepada anak-anak berkebutuhan khusus di SDN Karya Mulya 2 telah berhasil meniadakan/meminimalisir aksi bullying dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif. Dengan pelatihan, edukasi, dan dukungan yang tepat, sekolah dapat mengubah sikap dan perilaku siswa sehingga menghargai perbedaan dan saling mendukung satu sama lain. Ini adalah langkah penting menuju pendidikan yang adil dan merata bagi semua anak.
Penulis: Dewi Pujiati