Sukabumi – SDN Sukasirna Kota Sukabumi merupakan salah satu sekolah yang memiliki peserta didik berkebutuhan khusus. Venti, guru Olahraga di sekolah tersebut menceritakan pengalamannya ketika pertama kali mengenal salah satu anak berkebutuhan khusus sekitar 1 tahun yang lalu. Ketika itu, saat Venti sedang mendampingi latihan olahraga di lapangan sekolah, tiba-tiba seorang anak berusia sekitar 6 atau 7 tahun ikut serta ke dalam kelompok tersebut.
“Anak-anak pada bingung dan pada bertanya, siapa itu, siapa itu. Nah, saya juga tidak tahu siapa anak tersebut. Interkasinya itu mendorong orang, padahal ga kenal. Terus juga merebut bola anak-anak juga”.
Baru beberapa saat kemudian Venti mengetahui anak tersebut adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dibawa oleh orangtuanya ke SDN Sukasirna dalam rangka observasi. Orangtua anak tersebut mendapatkan informasi dari tetangganya, yang merupakan komite sekolah, bahwa ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SDN Sukasirna. Setelah melakukan observasi ke beberapa sekolah, orangtua tersebut akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
SDN Sukasirna sebenarnya tidak memiliki Guru Pembimbing Khusus (GPK), namun di tahun pelajaran 2023/2024 memiliki 4 orang siswa ABK. Guru Pembimbing Khusus adalah pendidik profesional yang dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menangani ABK pada satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Walaupun tidak memiliki GPK, kepala sekolah dan guru-guru di SDN Sukasirna tetap menerima setiap anak berkebutuhan khusus yang dipercayakan untuk didaftarkan di sekolah tersebut. “Kami paham bahwa dengan pembaharuan sekarang, kita tidak boleh menolak, tidak boleh membedakan, jadi harus menerima semua anak,” terang Indri, Wali Kelas Kelas 6. Titin Kartini, Kepala Sekolah, menegaskan bahwa kebijakan sekolah, “ingin memberikan Kelayakan pendidikan Bermutu bagi para ABK.”
Menepis Kekhawatiran Orang Tua ABK
Tertantang dengan kepercayaan orangtua yang menyekolahkan putra-putri berkebutuhan khususnya di sekolah tersebut, membuat Kepala Sekolah dan para guru mulai secara autodidak mempelajari bagaimana menangani anak-anak tersebut. Tatangan pertama yang muncul berasal dari orangtua siswa lainnya. Pada awalnya ada juga orangtua yang merasa khawatir jika anak mereka diganggu karena beberapa ABK di SDN Sukasirna memiliki kecenderungan “galak”. Namun, pihak sekolah berhasil memberikan pemahaman pada orangtua untuk tidak perlu khawatir karena ada para guru yang mendampingi di sekolah.
Selain khawatir diperlakukan galak oleh guru, apalagi kekhawatiran mereka yang lain? Dari siswa lain, dari sarana dan prasarana pembelajaran yg ada di sekolah, dari lingkungan belajar misalnya? Asyik kalau diuraikan satu per satu. Lalu apa saja yang dilakukan sekolah dan guru untuk menepis masing-masing kekhawatiran itu?
Pandangan Positif Guru: Setiap ABK Punya Kelebihan
Langkah pertama yang cukup penting yang diambil oleh para guru adalah menajamkan hati, pikiran, dan perasaan untuk mengenali karakteristik setiap ABK. Misalnya anak yang berada di kelas 1, Gevano, yang awalnya memiliki kecenderungan agresif dan galak serta tidak menyukai lingkungan yang berisik. Selain itu, dia belum bisa mengikuti pembelajaran lebih dari 5 menit dan belum juga bisa berdialog dengan baik dengan guru maupun teman-temannya.
Dibalik kekurangannya, menurut Nurma Rahmawati , wali kelas Kelas 1, Gevano memiliki kelebihan yang luar biasa untuk usia anak kelas 1 SD. Selain Bahasa Indonesia dan Basa Sunda, dia sudah bisa berbicara secara sederhana dengan menggunakan Bahasa Inggris. Sayangnya, kemampuan menggunakan berbagai bahasa tersebut justru dilakukan manakala dia berbicara sendiri atau berbicara dengan binatang yang ada di sekitar sekolah.
Kelebihan lainnya, dia sudah bisa menulis dengan rapi. “misal ketika dia tertarik kalkulator. Dia bisa menulis Casio dengan rapi dan logo yang persis dengan yang dilihat. Atau pernah sepulang jalan-jalan bersama ibunya, besoknya menulis City Mall. Pokoknya kalau yang membuatnya tertarik, dia dengan sendirinya mau menuliskan”, terang Nurma.
Hal-hal itu juga yang menjadi pertimbangan Nurma untuk melakukan pembelajaran bagi Gevano. Nurma mencermati benda-benda yang menarik perhatiannya dan menjadikan benda tersebut sebagai entry point mengajak dia belajar. Ketika pelajaran menulis, Nurma akan membagi papan tulis menjadi 2, salah satu bagian untuk Nurma menulis dan diikuti oleh anak-anak lainnya, satu bagian lain diperuntukkan bagi Gevano, yang gemar menulis di papan tulis.
Lain halnya yang ditemui oleh Andri Agustiawan, guru Kelas 2, yang juga mendampingi seorang anak berkebutuhan khusus, Faezya. Motivasi belajar siswa istimewa satu ini sangat dipengaruhi oleh mood. “Saya sering sedih, saya harus bagaiamana untuk masa depan anak ini”, ungkap Andri. Andri terus berusaha memahami naik turunnya emosi anak didiknya tersebut supaya sedikit demi sedikit bisa mengajaknya mengikuti pembelajaran.
Lain halnya dengan yang dilakukan Lilis Susanti, wali kelas Kelas 5. Lilis mendampingi anak ABK yang sangat pendiam di kelasnya, Andini. Andini sangat pendiam dan sangat jarang berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Jika ditanya, dia sangat jarang menjawab dan hanya tersenyum, kemudian mengangguk atau menggeleng. Namun Lilis mencermati bahwa dia menyimak apa yang didengarnya. Lilis sering mendapatinya melantunkan sholawat pada saat sedang berlangsung kultum.
Berangkat dari pengalaman para guru berinteraksi dengan anak-anak tersebut, diskusi di ruang guru sering terjadi. Para guru memahami pentingnya mengenali dan memahami kecenderungan mereka, apa yang disukai, dan tidak disukai. Dengan memahami hal ini, guru akan bisa menyediakan dukungan yang sesuai untuk mengoptimalkan perkembangan mereka.
Dukungan Orang Tua ABK
Faktor lain yang berpengaruh positif dalam menyediakan dukungan bagi perkembangan ABK adalah peran aktif orangtua. Orangtua yang komunikatif dan kooperatif sangat membantu guru untuk memberikan penanganan yang tepat di sekolah. Kerjasama yang baik dengan orangtua/wali dirasakan betul oleh para guru. “Nenek Gevano setiap hari mengantar dan menjemput jadi kita pasti hampir selalu ngobrol setiap hari, “ terang Nurma. Hal ini dikuatkan oleh Lilis, “Ibunya Andini sering ngeWA menanyakan perkembangan anaknya. Jadi kita juga bisa saling mengetahui perkembangan di sekolah dan di rumah”.
Selain komunikasi, apalagi dukungan ortu?
Apa ada ortu ortu yang “cuek”? Apa yang dilakukan sekolah untuk ortu2 jenis ini?
Jika dukungan ortu penting, apakah ada rencana untuk “melembagakan” komunikasi lebih rutin misalnya?
Menyusun Standar Ketercapaian Belajar ABK
Tantangan lain yang ditemui oleh para guru adalah dalam melakukan evaluasi hasil belajar. Pada awalnya, para guru merasa kebingungan dalam menentukan ketercapaian hasil belajar mereka karena pengisian nilai rapor disamakan untuk semua anak. Akhirnya para guru bersepakat untuk menentukan standar khusus untuk anak-anak istimewa tersebut. Salah satunya adalah penghargaan atas keikutsertaan dalam pembelajaran. Venti memaparkan, “Jika dia mau ikut olahraga, saya memberikan penilaian melampaui KKM, jika tidak mau, saya berikan nilai KKM”.
Para guru bersepakat sepanjang terjadi perubahan perilaku dan peningkatan kemampuan dari sebelumnya, para anak istimewa tersebut dianggap sudah berhasil melalui proses pembelajaran. Hal ini dikuatkan oleh Titin, “menurut catatan hasil observasi bervariatif, karena anak-anak ABK di sekolah kami beragam jenis dan penanganannya juga berbeda. Yang Jelas Pendidikan bagi ABK banyak membawa manfaat bagi anak itu sendiri”
Saat ini, dengan penerapan Kurikulum Merdeka, kebingungan dalam melakukan evaluasi hasil belajar menjadi berkurang. Dalam Kurikulum Merdeka, ketuntasan belajar siswa tidak lagi diukur dari angka mutlak seperti pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), melainkan lebih cenderung pada kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran yang bersifat deskriptif. Hal ini mengurangi kebingunan para guru dalam melakukan evalusai ketercapaian pembelajaran anak-anak ABK.
Berdasarkan evaluasi para wali kelas dan guru lainnya, semua ABK yang bersekolah di SDN Sukasirna mengalami perkembangan. “Setelah gabung dengan kita, dengan teman-temannya, kebiasaan mendorong dan galaknya jauh berkurang, “ terang Venti menjelaskan perubahan positif Gevano.
“Alhamdulillah teman-temannya merangkul, memahami begitu temannya istilah punya kekurangan, tapi teman-temannya tidak menyudutkan, tidak membedakan”, terang Venti. Hal ini juga dikuatkan oleh Indri, “Anak-anak sepertinya merasa nyaman, dan anak lain pun tidak membully atau menjauhi”
Para guru mendapati beberapa kali terjadi “insiden” yang melibatkan anak-anak ABK baik sebagai pelaku maupun objek, namun masih dalam batas yang bisa dinasehati. Keberadaan anak-anak ABK tersebut berdampak pula pada anak-anak normal lainnya yang membiasakan diri untuk bergaul dan berinteraksi dengan baik dengan sesama yang memiliki keterbatasan. Bisa dikatakan bahwa keberadaan anak ABK di sekolah merupakani hidden curriculum bagi SDN Sukasirna.
Hidden curriculum merupakan bagian kurikulum yang tidak secara eksplisit diajarkan dalam kurikulum formal, namun diserap oleh siswa melalui interaksi sehari-hari dan budaya sekolah. Ini mencakup aspek seperti etika, sikap, keterampilan sosial, dan persepsi tentang identitas serta peran dalam masyarakat. Meskipun tidak tertulis, hidden curriculum berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter dan pandangan dunia siswa, dan itu terjadi di SDN Sukasirna Kota Sukabumi.
***
Kunci keberhasilan dalam mendampingi ABK terletak pada dukungan positif semua pihak. Orangtua perlu terbuka, kooperatif, komunikatif, dan perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan perlu juga mengelola sedemikain rupa sehingga para guru, lingkungan, suasana, dan aspek lainnya bisa mendukung perkembangan semua anak didik, baik yang normal maupun ABK dengan sumberdaya yang dimiliki sekolah. Pun dengan guru yang harus memiliki kesabaran serta mau meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga bisa mengelola pembelajaran yang inklusif bagi semua anak.
Sejauh ini, SDN Sukasirna telah mampu menjawab tantangan dengan keberadaan beberapa ABK dengan berbekal keikhlasan, kesabaran, dan kemampuan untuk belajar. Namun tentu saja tantangan ke depan akan selalu ada dan tidak tertutup kemungkinan dengan kesan baik yang dimiliki masyarakat terhadap SDN Sukasirna, di masa yang akan datang, orangtua dengan ABK akan terus mempercayakan anak-anaknya di SD tersebut.
Untuk mempersiapkan hal tersebut, Kepala Sekolah sudah berkonsultasi kepada Dinas Pendidikan Kota Sukabumi terkait perlunya SDN Sukasirna mendapatkan GPK. Dan langkah lain yang ditempuh oleh Kepala Sekolah adalah himbauan kepada para guru untuk meningkatkan kompetensi dengan mengikuti Pelatihan Mandiri Pendidikan Inklusif di Platform Merdeka Mengajar.
Penulis: Tintin Kartini
Editor: Dwi Joko