Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 Regional I BBPMP Provinsi Jawa Barat: Menuju Indonesia Emas 2045

Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 Regional I BBPMP Provinsi Jawa Barat: Menuju Indonesia Emas 2045

Workshop Asesmen Nasional BBPMP Jawa Barat pada 3 s.d 5 Juli 2024

Bandung Barat, – Asesmen Nasional yang selanjutnya disingkat AN adalah salah satu bentuk evaluasi sistem pendidikan oleh Kementerian pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Asesmen Nasional tidak menggantikan peran Ujian Nasional dalam mengevaluasi prestasi atau hasil belajar peserta didik secara individual, namun memiliki peran yang sama dalam hal menjadi sumber informasi untuk pemetaan dan evaluasi mutu sistem pendidikan.

Asesmen Nasional sebagai bentuk evaluasi sistem pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat diperlukan dalam rangka memperoleh informasi yang akurat dan komprehensif untuk menghasilkan Profil Pendidikan yang merupakan laporan layanan pendidikan dasar dan menengah untuk peningkatan mutu layanan pendidikan dan penetapan Rapor Pendidikan. Profil Pendidikan tersebut dapat membantu satuan pendidikan dan Pemerintah dalam mengidentifikasi indikator-indikator yang sudah baik maupun yang masih perlu ditingkatkan, kemudian melakukan refleksi untuk menentukan akar masalah, dan menyusun program serta strategi membenahi akar masalah tersebut untuk peningkatan mutu pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, BBPMP Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 Regional I pada tanggal 3 s.d 5 Juli 2024, sesuai dengan salah satu perannya, yaitu untuk melakukan sosialisasi kebijakan pelaksanaan AN dan Sulingjar di Wilayah Provinsi Jawa Barat bersama Dinas Pendidikan sesuai kewenangan.

Bertempat di Hotel V, Jl. Terusan Ir. Sutami III, Sukagalih, Bandung, Kota Bandung Provinsi Jawa Barat 40163, kegiatan tersebut diikuti oleh Peserta yang berasal dari unsur Pegawai BBPMP Provinsi Jawa Barat dan Penanggung jawab Asesmen Nasional (Pj AN) pada KCD I s.d XIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Pj AN dari 27 Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan Workshop Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 yang diselenggarakan selama 3 (tiga) hari tersebut bertujuan untuk: (1) Meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah terhadap Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024; (2) Memperkuat sinergi antara UPT BBPMP Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan Kebijakan AN dan Sulingjar Tahun 2024 di Wilayah Provinsi Jawa Barat; (3) Memperkuat sinergi antara UPT BBPMP Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Daerah terhadap tugas dan tanggung jawab dalam mendukung pelaksanaan AN dan Sulingjar Tahun 2024 yang dituangkan dalam bentuk Rencana Tindak Lanjut (RTL); dan (4) Melakukan survei pemahaman terhadap stakeholders di daerah dan satuan pendidikan di Wilayah Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan tersebut difasilitasi oleh Narasumber dan Fasilitator kegiatan berasal dari unsur PiC PDM 06 – Asesmen Nasional Kemendikbudristek, Ibu Elly Wismayanti, S.Sos., M.AP., Hadyan Sugalayudhana, M.Pd., Koordinator Pengawas SMA Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dr. H. Ahmad Furqon, M.Pd., Kasi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kota Bogor, Hj. Romlah, M.Pd., Kasi Tenaga Pendidik dan Kependidikan PAUD Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, Rika Surya, S.T., M.Pd., PiC PDM 06 AN BBPMP Provinsi Jawa Barat dan Dr. Ida Siti Hodijah, M.Pd., Widyaprada Ahli Madya BBPMP Provinsi Jawa Barat.

Adapun materi yang disampaikan oleh Narasumber dan Fasilitator pada kegiatan tersebut, antara lain tentang Kebijakan Asesmen Nasional dan Sulingjar Tahun 2024, Pentingnya Asesmen Nasional untuk Peningkatan Kualitas layanan Pendidikan, Sekolah Dasmen dan PAUD yang dicita-citakan, Mekanisme Pendataan, Kesiapan Penyelenggaraan Asesmen Nasional, Pelaksanaan dan Pelaporan Hasil Asesmen Nasional, dan Sulingjar PAUD dan Dasmen. Pada kegiatan tersebut Peserta juga diminta untuk Menyusun Rencana Tindak Lanjut Kegiatan Sosialisasi Asesmen Nasional dan Sulingjar yang akan dilaksanakan di Daerah masing-masing.

Pada Materi Kebijakan Asesmen Nasional antara lain disampaikan tentang salah satu tujuan dirancangnya Asesmen Nasional, yaitu antara lain untuk mendorong dan memfasilitasi perbaikan kualitas pembelajaran.  Asesmen Nasional dilaksanakan dengan 3 (tiga) instrumen yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM Literasi, Numerasi), Survey Karakter dan Survey Lingkungan Belajar. AKM Literasi dan Numerasi menanggapi kebutuhan global saat ini bahwa peserta didik diharapkan mampu beradaptasi dengan dunia yang cepat berubah dan berpartisipasi aktif di masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik perlu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dua kemampuan yang menentukan kecakapan seseorang untuk belajar sepanjang hayat adalah kompetensi literasi membaca atau literasi matematika, yang sering disebut numerasi. Dua kompetensi ini penting karena peserta didik perlu mengembangkan keterampilan logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan untuk memahami, memilah, dan menggunakan informasi secara kritis.

Berbagai program dan kebijakan telah digaungkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi dalam upaya meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi siswa Indonesia antara lain melalui Kebijakan Merdeka Belajar episode 1 sampai 26. Kebijakan-kebijakan tersebut dirancang oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045. Hal ini juga sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang disususn oleh Kementerian PPN/Bappenas dalam mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045, yaitu untuk mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.

Penulis: Ida Siti Hodijah
Editor: Mutia Pusparini

Upgrade ARKAS 4.2.0: Sekolah di Sukabumi Makin Canggih

Upgrade ARKAS 4.2.0: Sekolah di Sukabumi Makin Canggih

Sukabumi, – Revolusi pengelolaan anggaran sekolah tengah berlangsung di Kota Sukabumi. Dengan semangat untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi, seluruh sekolah di Kota Sukabumi kini telah mengadopsi Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) versi 4.2.0. Pembaruan ini menandai langkah maju yang signifikan dalam upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan akuntabel di Kota Sukabumi

“Semua sekolah di Kota Sukabumi telah memperbarui ARKAS ke versi 4.2.0 untuk optimalisasi dan efisiensi penggunaan,” tutur Rahmat pihak Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, Bidang Pendidikan Dasar mengenai ARKAS. 

Pembaruan ARKAS versi 4.2.0 dilakukan secara serentak dengan menggelar sosialisasi langsung dan online melalui grup WhatsApp. Tujuannya agar seluruh pengguna dapat mengoperasikan aplikasi dengan baik dan memanfaatkan seluruh fitur yang tersedia.

“Sosialisasi yang kami lakukan melalui tatap muka dan via WhatsApp Group agar informasinya lebih dapat menyebar lebih luas,” tambah Rahmat.

An An Hasanah, Operator SDN Surya Kencana CBM, Kota Sukabumi, adalah salah satu pengguna yang merasakan manfaat dari ARKAS 4.2.0. Menurutnya, ARKAS versi terbaru sangat membantu dalam menyusun rencana anggaran yang lebih detail dan akurat. 

“ARKAS terbaru memudahkan kami dalam urusan pajak, karena muncul perhitungan pajak yang otomatis menyesuaikan dengan jenis pembelanjaan,” ucap An An.

An An menambahkan, “Sebelumnya, perhitungan pajak dilakukan secara manual dan membutuhkan banyak bukti. Namun, dengan ARKAS 4.2.0, proses pelaporan keuangan menjadi lebih cepat dan akurat berkat fitur otomatisnya.”

Pembaruan ARKAS 4.2.0 bukan hanya sekadar pemutakhiran aplikasi, melainkan sebuah komitmen bersama untuk membangun pendidikan yang lebih baik. Dengan pengelolaan anggaran yang lebih efektif dan transparan, diharapkan kualitas pendidikan di Kota Sukabumi akan terus meningkat.

Penulis: Syifa Andismah
Editor: Agus Ramdani

PENCEGAHAN PERUNDUNGAN MELALUI KONSEP “KANYAAH”

PENCEGAHAN PERUNDUNGAN MELALUI KONSEP “KANYAAH”

Perundungan menjadi masalah serius yang dihadapi di lingkungan pendidikan dan masyarakat secara umum. Data hasil Asesmen Nasional tahun 2021 yang diselenggarakan Kemendikbudristek menunjukan bahwa 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan. Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. (Katadata, 20/02/2024).

Bentuk perundungan seperti perundungan verbal, perundungan fisik, penindasan emosional, pengucilan, dan kekerasan seksual. Perundungan bukan hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga terjadi di dunia maya (cyber bullying). Penggunaan media sosial secara tidak bertanggung jawab ditambah kondisi netizen yang sangat kejam saat mengomentari suatu kondisi atau masalah ikut meningkatkan kasus cyber bullying. Hal ini sudah banyak memakan korban. Dampaknya, korban merasa malu, terhina, depresi, sampai bunuh diri.

Kasus perundungan ibarat fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan hanya sebatas kasus yang terdata, padahal bisa saja jumlahnya jauh lebih banyak. Banyaknya kasus perundungan perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak terkait karena pencegahan dan penanganannya harus holistik, empirik, dan terintegrasi. Pemerintah, lembaga pendidikan seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat harus memiliki kepedulian dan bekerja sama dalam mencegah dan menanganinya.

Begitu pun media memiliki peran sangat penting. Tayangan media bisa mempengaruhi penonton baik ke arah positif maupun negatif. Selain media TV, saat ini media sosial sudah sangat familiar. Setiap kejadian bisa langsung diliput dan diviralkan, termasuk peristiwa tindakan kekerasan dan perundungan. Satu video peristiwa tertentu dalam hitungan detik bisa beredar dari satu grup WA ke grup WA lainnya.

Sebagai bentuk komitmen dan keseriusan mencegah dan menangani tindak perundungan, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Permendikbud tersebut mengamanatkan dibentuknya Satgas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di level daerah provinsi, kabupaten, kota, dan satuan pendidikan.

Lahirnya regulasi anti bullying menjadi payung hukum pada tataran implementasinya. Secara teknis, pemda dan satuan pendidikan diharapkan mengampanyekan antiperundungan melalui berbagai upaya. Dalam hal ini, Saya memiliki gagasan konsep “KANYAAH”. Kalau dari konteks kata, KANYAAH asal katanya NYAAH adalah bahasa Sunda yang artinya cinta, kasih sayang. Tetapi dalam konteks ini, KANYAAH adalah sebuah singkatan atau akronim. KANYAAH terdiri dari huruf atau gabungan huruf K, A, NY, A, A, dan H. K singkatan dari Komunikasi, A singkatan dari Atensi, NY singkatan dari NYakseni/menyaksikan/ mengawasi, A singkatan dari Aksi, A singkatan dari Antisipasi, dan H singkatan dari Humanis.

K (Kolaborasi) maksudnya adalah pencegahan perundungan harus dilakukan secara berkolaborasi antarpemangku kepentingan, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, dinas/ lembaga yang menangani kekerasan, organisasi profesi, aparat penegak hukum, LSM, media, dan kelompok lainnya. Tujuannya sebagai bentuk kerjasama dan sinergitas. Melihat masalah ini sebagai masalah bersama dan perlu ditangani bersama-sama. Para pemangku kepentingan tersebut harus memiliki visi dan komitmen yang sama, tidak bergerak sendiri-sendiri. Kadang kala berbagai pihak tersebut merasa sudah bekerja tetapi sayangnya tidak ada harmoni. Akibatnya berbagai program yang dilakukan tersebut kurang efektif dan kurang berdampak.

A (Atensi) maksudnya semua pihak yang berkepentingan harus memiliki atensi atau perhatian yang sama. Lingkungan keluarga harus menjadi lembaga pertama yang mengampanyekan antiperundungan. Tidak ada ada perundungan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, antarsesama anak, atau mungkin saja anggota keluarga lainnya. Lingkungan keluarga harus dibentuk menjadi lingkungan yang kondisif untuk menumbuhkembangkan nilai saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi, dan toleransi antaranggota keluarga sebagai miniatur sebuah masyarakat.

Begitu pun dengan lingkungan sekolah dan masyarakat. Kedua lembaga tersebut diharapkan menjadi cermin lingkungan yang bebas dari perundungan. Secara formal, di sekolah ada Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPKSP) yang bertugas untuk melakukan sosialisasi dan kampanye antiperundungan serta penanganan jika terjadi kasus perundungan.

Di lingkungan masyarakat, lembaga kemasyarakatan seperti RT, RW, Karang Taruna, PKK, desa/kelurahan, majelis ulama, dan lain-lain diharapkan bisa menjadi bagian dari kampanye antiperundungan. Program anti perundungan bisa menjadi bagian dari program Pembangunan atau program kerja lembaga-lembaga tersebut. Masyarakat perlu diedukasi terkait bahaya perundungan, jenis-jenis perundungan, dampak perundungan, dan cara penanganan kasus perundungan.

NY (Nyakseni/Menyaksikan/Mengawasi) maksudnya adalah pelaksanaan program antiperundungan perlu dilihat/diamati oleh berbagai pihak terkait. Monitoring dan evaluasi juga perlu dilakukan untuk melihat efektivitas, hasil, dan dampaknya. Hal yang sudah baik dipertahankan dan ditingkatkan, sedangkan hal yang belum baik, maka harus diperbaiki. Nyakseni tidak selalu diartikan sebuah kegiatan formal yang menggunakan beragam instrumen. Kepedulian orang tua, tetangga, dan masyarakat terhadap pencegahan kasus perundungan juga merupakan bentuk aksi konkrit nyakseni. Selain itu, respon, pelaporan, dan penanganan yang cepat atas kasus perundungan bisa juga sebagai bentuk konkrit nyakseni.

A (Aksi) maksudnya adalah kampanye antiperundungan dilakukan melalui berbagai aksi, mulai hal atau konten yang sederhana sampai kepada hal yang sifatnya program besar, terstruktur, dan masif. Aksi-aksi tersebut tidak perlu dikaitkan atau identik dengan biaya atau anggaran. Sikap sopan, santun, saling menghargai, saling menghormati, mau menerima perbedaan, dan toleransi adalah aksi nyata antiperundungan. Sederhana tapi bermakna. Tidak perlu biaya.

A (Antisipasi) maksudnya adalah tindakan perundungan harus diantisipasi oleh semua pihak terkait. Orang tua saat melihat gelagat yang tidak biasa dari anaknya seperti mendadak murung, gelisah, tidak mau sekolah, tidak mau bergabung lagi dengan teman-temannya, atau saat ada tanda-tanda luka pada badannya perlu segera dicari penyebabnya. Siapapun, termasuk anak bisa menjadi bagian dari pelaku atau korban perundungan atau tindak kekerasan.

Begitu pun di satuan pendidikan. TPPKSP perlu menyiapkan berbagai upaya, program, dan strategi untuk mengantisipasi dan mengampanyekan antiperundungan. Di level pemerintah daerah pun sama. Perlu ada antisipasi terkait bahaya perundungan mengingat kasus perundungan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan melibatkan siapa saja. Pemblokiran terhadap konten dan game online yang berbau kekerasan perlu dilakukan oleh pemerintah karena pada banyak kasus, hal tersebut banyak dicontoh pelaku tindak kekerasan dan perundungan.

Media pun memiliki peran penting dalam pencegahan perundungan. Diantaranya adalah dengan membatasi menampilkan tayangan-tayangan yang bertema kekerasan. Memang sudah ada peringatan agar penonton menonton sesuai dengan umurnya dan perlu bimbingan orang tua, tetapi sebelum hal itu dilakukan, media pun perlu mengantisipasinya dengan memberikan tayangan yang selain menghibur juga mendidik, juga menyensor bagian-bagian yang bertendensi mengandung kekerasan.

H (Humanis) maksudnya adalah program atau kampanye antiperundungan dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang tidak boleh mendapatkan kekerasan, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Hal yang harus ditanamkan kepada setiap orang adalah bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang unik, memiliki latar belakang, ciri fisik, dan karakter yang berbeda. Hal ini yang harus diterima dan dihormati oleh setiap orang. Hidup harmoni dan kebinekaan dalam keberagaman adalah hal yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa Indonesia yang majemuk.

Kasus perundungan biasa terjadi karena adanya relasi kuasa kuat-lemah, berkuasa-tidak berkuasa, kaya-miskin, mayoritas-minoritas. Pihak korban menderita luka lahir dan batin, ketakutan, trauma, bahkan ada yang sampai cacat dan meninggal. Orang yang pendiam dan introvert cenderung menjadi korban perundungan.

Perundungan dan kekerasan adalah salah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang harus dilawan. Sekecil apapun, perundungan tidak dapat ditolerir. Nilai kasih sayang, welas asih harus kita tanamkan kepada anak-anak kita sejak dini. Rumah tangga yang adem ayem, lingkungan keluarga yang damai dan harmonis, demokratis, dan komunikatif, bisa menjauhkan dari tindakan perundungan atau kekerasan. Keharmonisan dan kedamaian dalam keluarga adalah modal yang sangat berharga untuk mengembangkan hal tersebut di lingkungan satuan pendidikan dan masyarakat.

Konsep KANYAAH sebagai bentuk kampanye antiperundungan pada praktiknya bisa beragam. Walau demikian, pada intinya, KANYAAH yang kata dasarnya NYAAH, yang berarti rasa cinta adalah untuk menyebarkan nilai kasih sayang terhadap sesama manusia tanpa melihat perbedaan latar belakang ras, etnis, bahasa, dan agama. Cinta adalah nilai universal. Ketika seorang manusia sudah bisa hidup damai penuh rasa cinta, maka dia sudah menjadi sebenar-benarnya manusia. Wallaahu a’lam.

Penulis: Idris Apandi

PENDEKATAN TERINTEGRASI PENCEGAHAN KEKERASAN DI SATUAN PENDIDIKAN

PENDEKATAN TERINTEGRASI PENCEGAHAN KEKERASAN DI SATUAN PENDIDIKAN

Kekerasan dan perundungan di satuan pendidikan dan kampus menjadi salah satu masalah yang harus ditangani secara serius oleh para pemangku kepentingan, khususnya di bidang pendidikan. Sudah cukup banyak korban luka, trauma, bahkan meninggal akibat dari kekerasan di lingkungan pendidikan dan kampus. Kasus terbaru, seorang taruna di sebuah sekolah kedinasan meninggal karena disiksa oleh seniornya. Motifnya senioritas dan arogansi. (Kompas, 04/05/2024).

Penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa tidak bisa hanya dilihat dari yang muncul permukaannya saja, tetapi harus dilihat juga dari akarnya. Jika ada kekerasan, kadang solusi yang dilakukan adalah solusi jangka pendek, insidental, dan sporadis. Misalnya saat ada kasus kekerasan, lalu tangani, proses, selesai. Belum dibuat solusi yang lebih bersifat antisipatif untuk kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, suatu saat, kasus kekerasan bisa terjadi lagi dan terjadi lagi karena memang fondasi sikap antikekerasan belum benar-benar ditumbuhkan di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tradisi dan budaya “warisan” kekerasan dari senior serta gengsi kelompok atau komunitas menjadi pemicu kasus perundungan dan kekerasan terus terjadi.

Selain itu, kadang upaya pencegahan dan penanganan perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan belum melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Sekolah dinilai sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Atau mungkin saja para pemangku kepentingan tersebut sudah merasa melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, tetapi melakukannya dengan cara masing-masing. Belum terintegrasi, terkoordinasi, sinergis, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Lingkungan keluarga, dinas pendidikan, dinas kominfo, dinas sosial, lembaga perlindungan anak, satuan pendidikan, masyarakat, aparat penegak hukum, media, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak lainnya harus sama-sama bergerak secara sinergis dan kolaboratif.

Setiap pihak terkait diharapkan melaksanakan perannya masing-masing dalam mencegah terjadinya tindakan kekerasan di kalangan pelajar dan mahasiswa. Misalnya, Kemendikbudristek melakukan sosialisasi terkait pencegahan perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan, maka lembaga lain seperti Kemenkominfo diharapkan menyaring atau memblokir game-game online yang bertema kekerasan, akun-akun yang menyebar konten yang bertema kekerasan, dan men-take down konten-konten yang bertema kekerasan di media sosial.

Ini bukan pekerjaan mudah, karena ibaratnya, hilang satu tumbuh seribu. Satu akun diblokir, lalu muncul akun-akun baru atau akun lama yang berubah nama. Walau demikian, negara tidak boleh kalah dengan hal-hal negatif yang merugikan masyarakat, khususnya generasi muda. Selain itu, perlu juga melakukan berbagai kampanye atau sosialisasi anti kekerasan dan perundungan melalui beragam bentuk dan beragam kanal media.

Karakter generasi muda sudah banyak terdegradasi oleh dampak buruk game online. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa game online dan konten yang bertema kekerasan berdampak negatif terhadap kepribadian anak dan remaja. Karakter mereka menjadi agresif, emosional, mudah marah, beringas, berpikir “sumbu pendek” dalam mengambil keputusan yang akhirnya merugikan mereka sendiri seperti terjerat masalah hukum. Mereka pun menjadi individual, kurang memiliki sikap empatik, dan kurang peka terhadap kondisi lingkungan sekitar. Fokus pikiran dan perhatiannya banyak dihabiskan dengan bermain game online. Video-video kekerasan dan perundungan yang viral dan tersebar di media sosial, justru menjadi “inspirasi” dan contoh bagi sebagian anak dan remaja untuk melakukan hal yang sama tanpa berpikir dampak buruk dari tindakan tersebut, seperti berurusan dengan hukum dan trauma terhadap korban.

Lahirnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) bisa dilihat sebuah inisiatif gerakan bersama mencegah perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan. Permendikbudristek tersebut mengamanatkan agar pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota serta satuan pendidikan membentuk satgas PPKSP. Tentunya diharapkan bukan hanya berhenti di pembentukan satgas, karena satgas hanya sebuah instrumen formil. Kita berharap satgas ini bisa efektif dalam melakukan peran dan fungsinya sehingga kasus-kasus perundungan dan kekerasan bisa semakin dicegah dan diantisipasi.

Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan tentunya diharapkan tidak hanya berhenti pada pembentukan satgas, tetapi perlu dilanjutkan kepada hal-hal yang lebih substantif dan lebih konkrit, seperti sosialisasi pemahaman terkait peran dan fungsi satgas, beragam upaya atau langkah pencegahan kekerasan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan langkah-langkah konkrit lainnya.

Kasus perundungan dan kekerasan yang muncul atau viral di media sosial bisa jadi hanya sebuah puncak gunung es. Kasus yang sebenarnya terjadi jauh lebih banyak dari yang muncul atau viral di media. Inilah yang harus benar-benar ditangani dengan serius. Aksi tawuran pelajar/mahasiswa, aksi perundungan baik guru kepada murid, antarsesama murid, murid terhadap guru, atau orang tua terhadap guru sudah cukup banyak terjadi. Cukup memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Jika tidak ditangani dengan serius, maka akan menjadi bom waktu untuk semakin runtuhnya dan lunturnya karakter. Warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, peserta diidk, dan orang tua) bisa jadi pelaku atau korban perundungan dan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Peran pendidikan keluarga sangat penting dalam upaya pencegahan perundungan dan kekerasan. Sikap antiperundungan dan kekerasan ditumbuhkan dan dikampanyekan melalui keluarga yang harmonis, saling menghormati, dan saling menghargai. Sikap sopan, santun, ramah, menghormati perbedaan dikembangkan dalam pergaulan dan komunikasi di lingkungan keluarga. Begitu pun di lingkungan satuan pendidikan, kampus, lingkungan kerja, dan masyarakat. Hal yang sama harus dilakukan.

Satuan pendidikan mengampanyekan anti perundungan melalui amanat pembina saat upacara bendera, integrasi pada mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, proyek penguatan profil pelajar Pancasila, pameran, dan sebagainya. Selain mengoptimalkan peran guru dan tenaga kependidikan, satuan pendidikan juga dapat mengundang pihak lain seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, orang tua peserta didik, aparat pemerintah, TNI/Polri, LSM, dan pihak lainnya untuk menyosialisasikan pencegahan perundungan dan kekerasan.

Dinas Pendidikan, Polri, media, dan lembaga swadaya masyarakat diharapkan menyosialisasikan dan mengampanyekan pencegahan perundungan dan kekeresan. Perusahaan media diharapkan memiliki tanggung jawab moral dalam menyajikan tayangan-tayangannya. Bukan hanya berpikir keuntungan semata, tetapi juga berpikir dalam pembangunan karakter bangsa.

Saat terjadi kasus perundungan atau kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, penanganan dan penyelesaian masalahnya sebaiknya diutamakan melalui pendekatan musyawarah kekeluargaan atau non-hukum. Hal ini sejalan dengan misi pendidikan sebagai proses untuk memanusiakan manusia bukan untuk menghukum manusia.

Penulis: Idris Apandi

“SENTUHLAH DENGAN HATI”: CERITA PENCEGAHAN BULLYING DI SDN CIBURIAL 2 KEC. LELES KAB. GARUT

“SENTUHLAH DENGAN HATI”: CERITA PENCEGAHAN BULLYING DI SDN CIBURIAL 2 KEC. LELES KAB. GARUT

Manusia terbaik bukanlah manusia yang hanya cerdas, karena cerdas saja belum cukup untuk memperoleh predikat terbaik, kecuali kecerdasan dan apa yang dimilikinya mampu memberikan manfaat bagi sesamanya kebermanfaatan yang didalamnya ada iman dan amal shaleh, kejujuran, keadilan dan karakter serta adab yang baik pendidikan di satuan pendidikan adalah sebagai sarana untuk melakukan proses. Tugas utama guru bukan sekedar mengajar dalam menyampaikan ilmu dan teori kepada peserta didik, tetapi membantu kesulitan mereka dalam  melakukan proses pematangan pendewasaan peserta didiknya sesuai bakat, minat, dan kemampuannya.

Salah satu tantangan serius yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah maraknya kasus perundungan, sehingga perlu adanya antisipasi di sekolah-sekolah yang harus dilakukan oleh seluruh pihak yang ada di satuan pendidikan untuk menekan dan meminimalisir terjadinya kasus perundungan atau ”bullying”.

Bullying adalah perilaku yang disengaja dan agresif yang terjadi berulang terhadap korban. Ada pula yang mendefinisikan sebagai perilaku yang ditujukan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Penyebab bullying berdasarkan sebuah riset pelaku perundungan biasanya memiliki masalah keluarga, stress, atau trauma ada pula yang pernah jadi korban, mereka yang pernah diintimidasi lebih berpeluang menjadi pelaku bullying ketimbang orang yang tidak pernah diintimidasi.

Perundungan atau ”bullying” masih kerap terjadi di sekolah-sekolah. Upaya yang dilakukan adalah perlu dibangun lingkungan sekolah yang aman dengan tujuan agar  mendorong sekolah bebas perundungan, karena idealnya kondisi pendidikan di Indonesia seyogyanya harus sesuai dengan harapan yaitu anak merupakan aset masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Seperti yang kita ketahui, banyak dampak bullying terhadap korban yang menerimanya. Diantaranya, rasa percaya diri menurun, kesedihan dan kemurungan, menjadi orang yang tertutup, prestasi dan minat belajar menurun, tindakan melukai diri sendiri atau bahkan orang lain, ada keinginan pindah sekolah, dan bila terus berlanjut akan mengakibatkan depresi.

Atas dasar hal tersebut, satuan pendidikan tentunya di sekolah kami pun di SDN 2 Ciburial Kecamatan Leles Kabupaten Garut harus lebih meminimalisir dan mengantisipasi supaya tidak terjadi adanya perundungan atau bullying di sekolah dan jikalau ada/terjadi  harus lebih mendalam menggali apa penyebab, dampak, dan mencari solusi  agar pelaku  dan korban perundungan terlindungi dan tidak terjadi lagi. Dalam hal ini sangat diperlukan peran sekolah. Upaya untuk memperbaikinya dengan memberikan hak dan perlindungan kepada siswa agar memperoleh rasa aman dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya agar siswa dapat tumbuh dan berkembang sesuai harkat dan martabat kemanusiaan yang terlindungi.

Upaya yang dilakukan di sekolah kami yaitu SDN 2 Ciburial untuk mengantisipasi dan meminimalisir adanya  perundungan atau “bullying” di sekolah kami diantaranya:

Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran terhadap aktivitas bullying yaitu dengan secara terjadwal memberikan penyuluhan terkait pengertian bullying, jenis dan dampak dari tindakan tersebut tidak hanya kepada seluruh siswa tetapi terhadap orang tua agar dapat terjalin komunikasi yang lebih mendalam antara pihak orang tua, siswa dan sekolah melakukan diskusi interaktif untuk merumuskan bersama peraturan-peraturan disekolah/kelas terkait bullying. Selanjutnya sekolah memfasilitasi peraturan yang dirumuskan bersama tim untuk dicatat kemudian disimpulkan untuk dibuat peraturan yang akan dilaksanakan atas persetujuan dan komitmen bersama.

Tidak hanya guru dan orang tua yang berperan penting dalam mewujudkan hal tersebut. Masyarakat juga sebagai kontrol eksternal perlu memberikan kontribusi dalam berbagai kegiatan yang di selenggarakan oleh pihak sekolah. Salah satunya adalah keterlibatan masyarakat untuk melaporkan apabila terjadi tindakan kekerasan atau bullying yang terjadi di luar sekolah untuk ditindaklanjuti nantinya oleh pihak sekolah.

Masyarakat yang peduli akan mempersempit ruang gerak perilaku bullying sehingga kasus-kasus yang mungkin terjadi bisa ditekan agar tidak kembali terulang. Integrasi dan kolaborasi antara pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat dalam mewujudkan Sekolah Anti Bullying menjadi kunci berhasil atau tidaknya program tersebut yang diperlukan untuk mewujudkan kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan memenuhi hak dan perlindungan anak dari berbagai kekerasan dan bullying baik secara verbal maupun nonverbal.  Faktor utama yang dapat mendukung diantaranya peran  sekolah, kepedulian orang tua, dan kontrol eksternal dari masyarakat. Karena bullying dapat terjadi pada semua orang dan dapat dihentikan oleh semua orang.

“Foto Bersama Orang Tua dan Peserta Didik terkait Sosialisasi Pecegahan “Bullying”.

Menciptakan suasana yang hangat, hubungan yang saling mendukung, iklim positif dan pelibatan semua siswa di sekolah sebagai kepala sekolah selain manajemen sekolah mengambil peran memfasilitasi peserta didik dengan motto “Sentuhlah dengan hati” melakukan kegiatan sederhana bercengkrama dengan siswa dimulai dengan menanyakan hal-hal disukai seperti pelajaran apa yang mereka sukai, kegiatan sehari-hari adakah perilaku/perbuatan teman atau kakak kelas yang kurang disukai, dan ada kegiatan di jam isitrahat siswa bersama-sama bergantian ke ruang kepala sekolah untuk menceritakan, membacakan, menampilkan atau memperlihatkan hal-hal baru yang mereka sudah capai, mereka amat senang besar kecil yang mereka capai diberikan perhatian penghargaan dan reward dan  atas prestasi yang dicapai tidak selalu dengan materi untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri siswa-siswi di sekolah agar mereka merasa nyaman dan lebih senang di sekolah.

Foto Bersama kegiatan Lebih dekat dengan Peserta Didik

Di dalam kelas dan sekolah guru dapat mencegah dan meminimalisir dengan cara melibatkan siswa dalam bermain peran (role play) mengenai stuasi bullying dan cara mengatasinya. Memperhatikan anak-anak yang lebih rentan terhadap bullying termasuk anak yang baru atau pindahan, anak-anak yang secara fisik lebih lemah, anak-anak dengan disabilitas dan jika ada anak-anak yang mengeluh karena di-bully oleh temannya agar mereka lebih aktif membantu dan mengingatkan siswa sisiwa lainnya agar dapat membantu, menunjukkan rasa empati dan kasih sayang dengan membagikan perasaan anak yang menjadi korban bullying dan membantu menggali informasi terhadap pelaku bullying untuk memahami apa alasan dibalik perilaku bullying mereka (apakah mereka mempunyai masalah di rumah, kurangnya perhatian, pernah punya pengalaman jadi korban bullying, atau  alasan yang lainnya).

Foto Kegiatan Guru Mencari Informasi terhadap Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Diri kepada Peserta Didik

Adanya peningkatan pelibatan kapasitas kelompok  teman sebaya di sekolah dalam mencegah bulying dilingkungan sekolah diberikan pengetahuan lebih kepada kelompok teman sebaya akan bentuk, jenis dan dampak yang ditimbulkan dari bullying sehingga memiliki kesadaran untuk membantu tidak melakukan dan mencegah tindakan bullying  terjadi disekolah. Hal tersebut untuk meningkatkan kontrol sosial yang ada dilingkungan sekolah agar teman sebaya dapat membantu apabila ada teman yang terindikasi baik sebagai pelaku ataupun korban. Karena adakalanya dengan teman sebayanya anak-anak lebih terbuka menceritakan masalahnya.

Dampak positifnya, jika ada perundungan atau ‘bullying’ di sekolah dapat cepat diatasi dan sekolah dapat mengambil tindakan untuk mengatasi bullying tersebut dan memberi bantuan dan perlindungan kepada siswa. Guru lebih cepat memberikan pendekatan kepada siswa baik yang menjadi pelaku perundungan maupun korban perundungan.

Foto Kegiatan Teman Sebaya yang sedang menyosialisasikan terkait Perundungan atau ”Bullying” kepada Peserta Didik yang lainnya

Kefektivan dari kegiatan-kegiatan  yang telah dilakukan di sekolah sejauh ini dapat meminimalisir adanya perundungan atau ”bullying” terjadi. Peserta didik mengikuti layanan dan peserta didik merasa puas dengan layanan yang diberikan. Hal ini dapat terlihat dari hasil rapor pendidikan sekolah kami. Seperti contohnya peserta didik semakin memahami mana candaan dan mana yang berindikasi bullying dan peserta didik berniat untuk melakukan perubahan dalam dirinya untuk lebih bisa menjaga ucapan dan

lebih baik menegur dari pada mem-bully.

Semua upaya yang dilakukan sekolah tersebut dilakukan dengan cara mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi. Guru yang baik, bukan sekedar pintar dan punya gelar, tetapi mereka yang dapat memintarkan dan membentuk  martabat  siswa untuk memiliki perilaku dan karakter yang lebih baik. Dengan demikian, guru yang baik tidak sekadar dilihat dari kemampuannya dalam meningkatkan jumlah lulusan, tetapi terletak pada kemampuan dalam mempersiapkan masa depan peserta didik yang  lebih maju, bermutu,  berkarakter baik, dan bermartabat. Guru tidak boleh takut bila ada siswanya tidak lulus, tapi takutlah bila melihat ada siswanya mem-bully temannya, tidak jujur, tidak disiplin, tidak punya kepercayaan diri, dan tidak punya semangat  untuk maju. Guru boleh salah dalam melaksanakan proses pembelajaran, tapi tidak boleh  kehilangan teladan.

Penulis: Windi Wulan Sari (Kepala SDN 02 Ciburial)

Skip to content