CEGAH BULLYING, WUJUDKAN STUDENT WELLBEING

CEGAH BULLYING, WUJUDKAN STUDENT WELLBEING

Sumber: id.pinterest.com

Di sini teman di sana teman, di mana-mana kita berteman
Tak ada musuh tak ada lawan, semuanya saling menyayangi
Tidak ejek-ejekan, Tidak pukul-pukulan
Saling tolong dan sayang dengan teman

Lirik lagu di atas adalah salah satu bentuk kampanye antiperundungan (bullying)   yang cukup banyak beredar di media sosial. Kampanye perundungan memang perlu dilakukan melalui berbagai macam strategi, cara, dan media sesuai dengan karakter dan jenjang sasarannya supaya mudah dipahami dan efektif mencapai tujuan. Keterlibatan berbagai pihak juga diperlukan dalam kampanye antiperundungan. Di mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Kasus bullying dan kekerasan cenderung meningkat di lembaga pendidikan. Bahkan kondisinya semakin mengkhawatirkan. Perundungan dan kekerasan bukan lagi dalam dilakukan dalam bentuk pelanggaran ringan, tetapi sudah menjurus kepada tindakan pidana serius, menyebabkan luka serius, cacat permanen, trauma berat, sampai kematian.

Hal ini bukan hanya terjadi di lembaga pendidikan formal, tetapi juga di lembaga pendidikan nonformal seperti pesantren. Pelaku dan korban bisa melibatkan peserta didik, guru, dan/atau orang tua. Pada beberapa kasus, pelaku bullying pernah juga atau mengalami menjadi korban bullying, sehingga tindakan yang dilakukannya bisa menjadi sebuah tindakan ”balas dendam” atas peristiwa yang pernah dialaminya di masa lalu.

Bullying di sekolah bentuknya bisa verbal, tulisan, simbol, sikap, dan perilaku yang pada intinya meredahkan harkat dan martabat manusia. Hinaan, cacian, makian, mempermalukan di depan umum, ancaman, teror, kekerasan fisik, atau kekerasan seksual kepada korban secara berulang-ulang yang menyebabkan luka fisik, luka batin, stres, depresi, rasa rendah diri, dan terganggunya kesehatan mental jenis lainnya. Korban bullying biasanya pihak yang lemah, tidak suka bergaul, penyendiri, memiliki kekurangan secara fisik/ mental, atau memiliki keunggulan/prestasi tetapi ada pihak yang iri, tidak mau tersaingi sengaja melemahkan mentalnya.

Kasus bullying menjadi tantangan dan ”horor” di sekolah karena bisa terjadi kapan saja. Anak-anak kita bisa saja menjadi pelaku atau korban bullying. Di sekolah-sekolah yang tampak adem-adem saja tidak menjamin bebas dari kasus bullying, karena kadang kasus bullying ditutup-tutupi atas nama menjaga nama baik sekolah. Korban bullying juga takut melapor karena tidak ada jaminan keselamatan baginya. Kalau ketahuan melapor, justru akan mendapat tindakan kekerasan yang berat lagi dari pelaku.  

Jangankan di sekolah yang biasa-basa saja, di level sekolah internasional pun yang dianggap sudah memiliki sistem yang sangat baik, standar operasional yang sangat jelas, kurikulum yang berpihak pada peserta didik, dan tingkat pengawasan yang ketat, kasus bullying tetap terjadi. Dengan demikian, kasus bullying tidak melihat kepada kondisi dan sistem sekolahnya saja, tetapi melihat kepada sejauh mana semua warga sekolah (pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua/komite sekolah) memiliki kesadaran, semangat, dan komitmen untuk mencegah terjadinya bullying. Secara regulasi, saat ini pun sudah ada Permendikbudristek 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Tinggal bagaimana regulasi tersebut dilaksanakan secara serius oleh pemerintah daerah dan oleh satuan pendidikan.

Sekolah yang aman, nyaman, sehat, menghargai perbedaan, pembelajaran yang berpihak pada murid, dan bebas dari perundungan menjadi sekolah yang dicita-citakan. Sekolah dengan kondisi seperti itu tentunya akan membangun iklim kondusif dalam pembelajaran. Peserta didik merasa aman, nyaman, dan terlindungi. Kegiatan belajar akan berjalan dengan baik dan menyenangkan. Hal ini pun bisa berdampak terhadap meningkatnya semangat dan motivasi belajar yang bermuara kepada meningkatnya prestasi peserta didik. Dengan kata lain, sekolah yang aman dan nyaman akan berdampak positif terhadap terwujudnya kesejahteraan peserta didik (student wellbeing).

Student wellbeing adalah kondisi peserta didik merasa senang, bahagia, aman, nyaman, dan diakui menjadi bagian dari keluarga di sekolah. Kesejahteraan mencakup dua aspek, yaitu aspek jasmani dan rohani. Aspek jasmani, misalnya kesehatan dan pertumbuhan fisik peserta didik. Sedangkan aspek rohani meliputi kesehatan emosional dan sosial. Ciri-ciri peserta didik yang memiliki student wellbeing antara lain; 1) sehat secara fisik dan mental, 2) merasa aman dan nyaman di lingkungan sekolah, 3) terlibat aktif dalam kegiatan sekolah (intrakurikuler, ekstrakurikuler) dan kegiatan sosial, 4) memiliki hubungan positif dengan orang lain, 5) memiliki motivasi belajar yang tinggi, dan 6) dapat mengatasi stres dan tantangan.

Bullying di sekolah membuat peserta didik yang menjadi korban tidak betah di sekolah, tidak mau (takut) bersekolah, bahkan minta pindah sekolah. Kadang korban tidak mau bicara jujur terhadap guru dan orang tuanya terkait dengan penyebab ketidakbetahannya di sekolah karena takut terhadap keselamatan dirinya. Bullying juga bukan hanya terjadi  di lingkungan sekolah, tetapi terjadi di luar sekolah, saat peserta didik sudah pulang sekolah sehingga luput dari pengawasan sekolah. Hal ini yang cukup menyulitkan sekolah. Kadang setelah video bullying viral, baru pihak sekolah pun mengetahui dan menindaklanjutinya.

Walau mungkin seorang anak tidak secara terbuka tidak terbuka menjadi korban bullying, tetapi baik orang tua maupun sekolah dapat memperhatikan sikap, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan gerak-geriknya. Oleh karena itu, baik orang tua maupun guru harus peka jika menemukan kondisi anak seperti itu, dan segera menelusuri informasinya dengan jelas agar segera dapat menentukan solusi jika ditemukan ada masalah.

Kampanye anti bullying bukan hanya perlu dilakukan oleh guru-guru di sekolah, tetapi juga perlu melibatkan peserta didik dan orang tua/ komite sekolah. Pelibatan peserta didik bisa dilakukan melalui kegiatan pembelajaran (intrakurikuler), kegiatan ekstrakurikuler, dan upacara bendera hari Senin. Sedangkan pelibatan orang tua/komite melalui kegiatan paguyuban orang tua/ parenting atau kegiatan lainnya.

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan peringatan hari besar nasional atau keagamaan bisa menjadi momentum kampanye anti bullying. Kegiatan bisa diselenggarakan dengan tema anti bullying. Bentuknya, misalnya lomba pidato, lomba menulis, lomba puisi, lomba karikatur, lomba konten, diskusi, dan sebagainya. Intinya, setiap momentum bisa dimanfaatkan kampanye anti bullying.

Kampanye anti bullying di sekolah perlu juga diimbangi dengan peran dan pemangku kebijakan lainnya. Penyebab tindakan kekerasan dan bullying bukan hanya dari internal pelaku, tetapi juga kondisi lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan media. Ajakan untuk sensor mandiri (self sensor) terhadap setiap konten yang beredar di media sosial mungkin tujuannya baik. Walau demikian, hal tersebut belum tentu efektif mengingat masih rendahnya literasi media sebagian masyarakat kita, termasuk para pelajar. Oleh karena itu, disamping penguatan literasi warga, juga perlu diperketat konten-konten yang boleh dishare di media sosial agar tidak berdampak buruk terhadap masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja. Mari bersama cegah bullying untuk mewujudkan student wellbeing.

Penulis: Idris Apandi

STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN NUMERASI INSPIRASI DARI SDN 1 CILANDAK KAB. PURWAKARTA

STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN NUMERASI INSPIRASI DARI SDN 1 CILANDAK KAB. PURWAKARTA

SDN 1 Cilandak Kec. Cibatu Kab. Purwakarta dalam kegiatan mengamati dan merawat tanaman padi sebagai bagian dari penguatan numerasi dalam pembelajaran. (Doc. Budi, 2024).

Salah satu tantangan sekolah saat ini adalah meningkatkan mutu pembelajaran. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu literasi dan numerasi di satuan pendidikan masih rendah. Pada rapor pendidikan di setiap satuan pendidikan pun tercantum capaian aspek literasi dan numerasi. Hal inilah yang menjadi dasar bagi sekolah untuk meningkatkan mutu literasi dan numerasi melalui penguatan pembelajaran dan kegiatan lainnya.

Begitu pun yang dilakukan di SDN 1 Cilandak Kecamatan Cibatu Kab. Purwakarta. Walaupun capaian literasi dan numerasi di sekolah ini sudah kategori baik, tapi bukan berarti kepala sekolah dan guru-gurunya berpuas hati. Sekolah tetap berupaya untuk lebih meningkatkannya lagi. Pada rapor pendidikan tahun 2024 kemampuan literasi peserta didik sebesar 93,33. Naik sebesar 23,33% dari tahun 2023 dengan capaian 70. Capaian aspek numerasi sebesar 73,33. Naik sebesar 23,33% dari tahun 2023 dengan capaian 50. Walau capaian literasi dan numerasi di sekolah ini sama-sama meningkat, tetapi aspek numerasi perlu lebih mendapatkan prioritas untuk ditingkatkan lagi karena capaiannya baru sebesar 73,77, sedangkan aspek literasi sudah mencapai 93,33.

Berdasarkan hal tersebut, maka guru-guru SDN 1 Cilandak  melakukan upaya untuk meningkatkan mutu numerasi. Salah satunya melalui proyek menanam padi pada bekas galon air di kelas V. Apakah ada kaitan antara proyek tersebut dengan peningkatan numerasi peserta didik? Tentu saja ada dan sangat relevan. Proyek ini dilakukan mulai tanggal 2 September 2024. Anissa Rahmawati, guru kelas V SDN 1 Cilandak mengatakan bahwa proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan numerasi peserta didik. Selain itu, kemampuan berpikir kritis (critical thinking) peserta didik diasah melalui kegiatan tersebut. Proyek pembelajaran menanam padi pun sejalan dengan kebijakan Tatanén di balé atikan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Purwakarta dan menjadi salah satu tema Proyek Penguatan Profil Pencasila (P5).

Pada proyek tersebut, setiap peserta didik memiliki 1 wadah yang ditanami padi. Dengan dibantu oleh penjaga sekolah dan guru, pada peserta didik menyiapkan galon, media tanam, dan bibit padi. Dari tahap persiapan saja, kemampuan numerasi peserta didik sudah ditingkatkatkan. Minimal pada tahap mengetahui. Misalnya 1 orang peserta didik masing-masing memiliki 1 buah galon bekas air mineral, lalu menentukan berapa butir bibit padi yang akan ditanam, berapa takaran tanah/ media tanam yang diperlukan, dan berapa kali tanaman harus disiram dalam 1 hari.

Dalam prosesnya, peserta didik setiap hari memantau perkembangan dan mengukur tinggi padi, kemudian mencatatnya pada buku jurnal yang disiapkan oleh guru. Pertumbuhan setiap padi bisa saja berbeda-beda. Hal ini pun bisa menjadi sarana untuk membangun kemampuan berpikir kritis dan analitis peserta didik. Mereka bisa mengamati, bertanya kepada guru, dan berdiskusi dengan teman-temannya.

Beberapa orang peserta didik kelas V, yaitu Achmad Fauzan Abiyyu, Aufa Rijal Rais, Mayla Rahayu Faranisa, dan Ranisya Aulia Putri mengamati wadah padinya masing-masing. Mereka mengukur tinggi tanaman padi. Tingginya pun bervariasi. Per Kamis, 19 September 2024, tingginya ada yang 19 cm dan ada pula yang 17 cm. Pertanyaan yang bisa dimunculkan misalnya mengapa tingginya berbeda? Apa penyebabnya? Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan padi? Bagaimana cara untuk memacu pertumbuhan padi? Dan sebagainya.

Melalui tanya jawab antara guru dan murid, sebenarnya bukan hanya aspek numerasi saja yang ditingkatkan, aspek literasi pun ikut ditingkatkan, karena antara literasi (membaca) dan numerasi (angka) ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Literasi dan numerasi adalah  kemelekkan dasar yang harus dimiliki oleh manusia. Dua-duanya saling melengkapi. Melalui kegiatan menanam padi, guru dapat menguatkan literasi pertanian, literasi gizi, dan literasi lingkungan kepada peserta didik.

Numerasi adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis data-data atau angka-angka sebagai dasar untuk mengambil keputusan.  Numerasi bukan matematika, tetapi matematika mendukung kemampuan numerasi. Kemampuan numerasi yang baik akan melahirkan seseorang yang cermat, penuh perhitungan, dan bijak dalam mengambil keputusan.

Kemampuan  numerasi akan berkembang melalui praktik dan latihan menjawab soal-soal, studi kasus, atau pembelajaran berbasis masalah. Bukan hanya MIPA, tetapi semua mata pelajaran bisa dijadikan sarana untuk menguatkan kemampuan numerasi, karena numerasi tidak lepas dari kehidupan sehar-hari. Praktik menguatkan numerasi dengan menggunakan bilangan, aljabar, geometri, dan data dan ketidakpastian akan semakin meningkatkan pengetahuan, pemahaman, penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penguatan numerasi peserta didik di kelas bukan hanya sebatas mengenalkan angka-angka, tetapi juga harus mampu menerapkan dan menalarnya. Misalnya, jika mengacu kepada contoh proyek menanam padi di atas, selain mengukur dan mencatat pertumbuhan tanaman padi, juga diarahkan untuk menganalisis pertumbuhannya dari mulai menanam hingga panen. Mereka pun harus mampu merawatnya dengan baik. Dengan demikian, selain menguatkan literasi dan numerasi, guru juga menumbuhkan jiwa peneliti kepada peserta didik. Karakteristik seorang peneliti antara lain memiliki rasa ingin tahu, berpikir kritis, tidak cepat puas, dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Dalam konteks pendidikan karakter, proyek menanam padi di SDN 1 Cilandak dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan kartakter tanggung jawab, kerjasama, teliti, ulet, sungguh-sungguh, cinta dan peduli lingkungan, kreativitas, dan sebagainya. Peserta didik pun mendapatkan pendidikan vokasi atau pendidikan kecakapan hidup (life skill). Mereka diajari untuk bercocok tanam dan bertani. Hal yang justru saat ini sudah kurang diminati oleh generasi Z.Intinya, dari satu program, jika dikelola dengan baik, manfaatnya akan dirasakan dari berbagai sisi.

Peserta didik pun merasa senang dengan pembelajaran proyek yang dilakukan di SDN 1 Cilandak, karena memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Kemampuan bercocok tanam atau bertani yang didapatkan bukan berarti mendorong mereka semuanya untuk menjadi petani, tetapi setidaknya punya pengetahuan dan kemampuan dasar dalam bercocok tanam. Jika pun ada diantara mereka yang menjadi petani atau sarjana pertanian, maka pengalaman bercocok tanam di sekolah akan menjadi bekal dan pengalaman berharga bagi mereka.

Dalam pembelajaran yang efektif, terdapat guru yang kreatif. Hal itulah yang ditunjukkan oleh guru-guru SDN 1 Cilandak dalam meningkatkan kemampuan numerasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam menyukseskan implementas kurikulum merdeka. Saat ini, proyek peningkatan kemampuan numerasi peserta masih terus dilakukan melalui proyek menanam padi. Prosesnya harus terus dipantau disertai dengan bimbingan dari guru. Semoga suatu saat hasilnya dapat digapai dengan riang gembira sambil merayakan panen padi dari hasil positif perjuangan mereka bercocok tanam.

Penulis: Idris Apandi

Kisah Sukses Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

Kisah Sukses Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

Peserta didik di SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta sedang terlibat aktivitas pembelajaran berdiferensiasi

Purwakarta – Dalam era Kurikulum Merdeka, pembelajaran berdiferensiasi telah menjadi pendekatan yang semakin populer di berbagai sekolah, termasuk sekolah penggerak. Konsep ini sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara yang meyakini pentingnya pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Dengan memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal bagi peserta didik. Mulai dari pemilihan materi, metode pengajaran, hingga penilaian, semuanya dapat disesuaikan dengan gaya belajar, minat, dan tingkat kemampuan peserta didik.

Meskipun demikian, tantangan seperti kurangnya sumber daya, waktu yang terbatas, dan kurangnya pelatihan guru masih sering ditemui. Oleh karena itu, diperlukan dukungan yang lebih besar dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, dan komunitas, untuk memastikan keberhasilan penerapan pembelajaran berdiferensiasi.

Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta pada tahun 2023 telah menorehkan sejumlah prestasi membanggakan di bawah kepemimpinan Tanty Erlianingsih. Sekolah Penggerak ini berhasil meraih penghargaan di bidang literasi, yakni “Parasamya Suratma Nugraha 2023“, serta ditetapkan sebagai Sekolah Berintegritas di Jawa Barat. Selain itu, pada tahun 2023 pula, sejumlah guru SMAN 1 Jatiluhur juga meraih penghargaan individu. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah tidak hanya fokus pada prestasi lembaga, tetapi juga memberikan perhatian yang besar pada pengembangan profesionalisme guru, sehingga berdampak pada kemampuan para gurunya dalam mengelola pembelajaran berdiferensiasi.

Untuk mewujudkan pembelajaran berdiferensiasi yang berpusat pada peserta didik dan relevan dengan dunia kerja, SMAN 1 Jatiluhur telah menerapkan beberapa strategi inovatif. Pertama, sekolah melakukan asesmen awal untuk menggali visi dan minat masing-masing peserta didik. Melalui diskusi kelas dan wawancara individu, sekolah berusaha memahami aspirasi peserta didik di masa depan. Hasil asesmen ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk merancang kurikulum yang fleksibel dan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Materi pelajaran yang dipilih pun relevan dengan minat peserta didik, serta dilengkapi dengan berbagai pilihan tugas dan proyek yang menantang dan menarik.

Kedua, sekolah mengintegrasikan keterampilan teknis ke dalam pembelajaran. Melalui kegiatan laboratorium, proyek, dan kunjungan industri, peserta didik tidak hanya menguasai teori, tetapi juga memperoleh pengalaman praktis yang relevan dengan dunia kerja.

Ketiga, SMAN 1 Jatiluhur menerapkan model pembelajaran yang fleksibel dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan minat dan kemampuan. Setiap kelompok diberikan materi dan tugas yang berbeda-beda, sehingga peserta didik dapat belajar dengan lebih efektif dan sesuai dengan ritme masing-masing.

“Dengan memberikan perhatian yang lebih individual, saya bisa memastikan bahwa setiap peserta didik merasa tertantang dan termotivasi untuk belajar. Misalnya, bagi peserta didik yang kesulitan dengan konsep gaya, saya akan memberikan contoh-contoh konkret dari kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, bagi peserta didik yang sudah menguasai materi, saya akan mengajak mereka untuk melakukan penelitian kecil-kecilan,”ungkap Agung seorang guru fisika SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta.

Kunci Sukses Pembelajaran Berdiferensiasi di SMAN 1 Jatiluhur

“Kami tidak hanya ingin peserta didik kami menguasai teori, tetapi juga siap untuk menghadapi dunia kerja yang dinamis. Oleh karena itu, kami mengintegrasikan pembelajaran teori dan praktik melalui berbagai proyek yang relevan. Ini adalah salah satu pilar utama dalam pembelajaran berdiferensiasi di sekolah kami,” ujar Tantry.

“Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan yang terbaik. Dengan menerapkan pembelajaran yang berdiferensiasi, kami memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar pada tingkat yang sesuai dengan kemampuan mereka dan mengeksplorasi minat mereka lebih dalam. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan efektif,” Tanty melanjutkan.

“Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran berdiferensiasi di sekolah kami adalah pengelompokan peserta didik berdasarkan minat dan kemampuan,” jelas Agung. “Dengan cara ini, peserta didik bisa belajar bersama teman-teman yang memiliki minat yang sama dan mendapatkan tantangan yang sesuai dengan level kemampuannya. Ini membuat pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan.”

“Dulu, saya sering kesulitan mengikuti pelajaran. Materinya terasa terlalu cepat dan saya sering ketinggalan. Tapi, sejak para guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, saya jadi lebih mudah paham. Saya diberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan saya, jadi saya bisa belajar dengan santai dan tidak merasa terbebani.” ujar Andi, peserta didik SMAN 1 Jatiluhur Purwakarta.

“Dengan pembelajaran berdiferensiasi, saya jadi lebih percaya diri untuk bertanya kalau ada yang tidak saya mengerti. Pa Agung selalu sabar menjelaskan sampai saya paham”

Penulis; Agus Ramdani dan Bisma Adiyta
Editor: Gc

Peer to Peer: Inovasi Anti Bullying di SMAN 3 Sukabumi

Peer to Peer: Inovasi Anti Bullying di SMAN 3 Sukabumi

Sukabumi – Permasalahan bullying di kalangan remaja, khususnya di lingkungan sekolah, telah menjadi wabah yang serius dan mendesak untuk segera diatasi. SMAN 3 Sukabumi, seperti sekolah lainnya, tidak luput dari permasalahan ini. Fenomena bullying di sekolah ini seringkali dipicu oleh tradisi senioritas yang tidak sehat, di mana peserta didik kelas atas merasa berhak untuk mendominasi dan mengintimidasi adik kelas. Selain itu, faktor-faktor seperti dendam pribadi, keinginan untuk diakui dalam kelompok teman sebaya, dan pengaruh media sosial juga turut memperparah situasi.

Dampak dari bullying sangatlah luas dan merusak. Korban bullying seringkali mengalami trauma psikologis yang mendalam, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, hingga menarik diri dari lingkungan sosial. Bahkan, beberapa kasus ekstrem dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Sementara itu, para pelaku bullying juga tidak luput dari dampak buruk, seperti kesulitan menjalin hubungan sosial dan berpotensi menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya yang komprehensif dari seluruh pihak. Sekolah perlu mengadakan program-program pencegahan bullying yang melibatkan seluruh warga sekolah yang dikoordinir Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SMAN 3 Sukabumi.

Program mediasi peer-to-peer

TPPK SMAN 3 Sukabumi telah berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan bullying di lingkungan sekolah. Tim ini telah menjalankan beberapa program strategis, di antaranya pengumpulan data dari berbagai sumber, termasuk peserta didik kelas bawah dan atas. Informasi yang diperoleh kemudian digunakan sebagai dasar untuk merancang program-program intervensi yang tepat.

Salah satu program unggulan tim TPPK SMAN 3 Sukabumi adalah program mediasi peer-to-peer, di mana peserta didik yang telah dilatih menjadi mediator membantu menyelesaikan konflik antar peserta didik.

Tahap awal melibatkan pengumpulan data yang komprehensif melalui berbagai sumber, termasuk wawancara dengan peserta didik kelas bawah dan atas. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara mendalam untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan pola-pola bullying yang terjadi.

Setelah memahami situasi secara menyeluruh, TPPK melakukan mediasi antara peserta didik yang terlibat dalam kasus bullying. Proses mediasi ini bertujuan untuk menciptakan dialog yang terbuka dan jujur, sehingga semua pihak dapat memahami perspektif masing-masing dan mencari solusi bersama. Selain itu, TPPK juga melakukan sosialisasi secara intensif kepada seluruh warga sekolah mengenai bahaya bullying, bentuk-bentuk bullying, serta pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan bebas dari kekerasan

Peer-To-Peer Ubah Iklim Sekolah

Bullying adalah masalah serius yang harus ditangani secara serius pula. Dengan kerjasama antara TPPK, peserta didik, dan orang tua, diharapkan masalah bullying di SMAN 3 Sukabumi dapat teratasi secara efektif. Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Berkat upaya yang dilakukan, telah terjadi perubahan yang signifikan di SMAN 3 Sukabumi. Peserta didik mulai memahami bahwa bullying adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan dan memiliki dampak buruk bagi semua pihak. Selain itu, terciptanya suasana sekolah yang lebih aman dan nyaman membuat peserta didik lebih fokus pada kegiatan belajar-mengajar

Program mediasi sebaya (peer-to-peer) yang digagas oleh PPK telah menjadi salah satu inovasi paling sukses dalam upaya mengatasi bullying di SMAN 3 Sukabumi. Dengan memberdayakan peserta didik sebagai mediator, program ini tidak hanya berhasil menurunkan angka bullying secara signifikan, tetapi juga menciptakan lingkungan sekolah yang lebih positif dan inklusif.

Salah satu peserta didik, bernama Agus, mengungkapkan, “Saya merasa bangga bisa membantu teman-teman saya menyelesaikan masalah. Program ini mengajarkan saya banyak hal tentang pentingnya komunikasi dan empati.” Melalui program ini, peserta didik tidak hanya belajar untuk menyelesaikan konflik, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama.

Penulis: Pipih Saripah dan Enden Nursaidah
Editor: Gc

Digitalisasi Sekolah: SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah Luncurkan SIHAT

Digitalisasi Sekolah: SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah Luncurkan SIHAT

Sehari-hari, siswa di SMA Hayatan Thayyibah terbiasa menggunakan aplikasi SIHAT

Sukabumi-SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah, sebuah lembaga pendidikan yang berkomitmen pada inovasi dan kolaborasi, telah berhasil mengembangkan sebuah aplikasi digital bernama SIHAT (Sistem Informasi Hayatan Thayyibah). Aplikasi ini dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan dalam pengelolaan pendidikan di era digital, khususnya dalam hal administrasi pembelajaran dan komunikasi antara sekolah, peserta didik, dan orang tua.

Terinspirasi oleh semangat untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran, tim pengembang SIHAT yang terdiri dari wakil kepala sekolah dan guru IT, berkolaborasi untuk menciptakan solusi digital yang komprehensif. Aplikasi ini hadir sebagai jawaban atas permasalahan yang sering dihadapi oleh sekolah, seperti tumpukan administrasi fisik, kurangnya integrasi kegiatan pembelajaran, dan kurang optimalnya komunikasi antara sekolah dan orang tua.

Jembatan Koneksi antara Guru, Peserta Didik, dan Orang Tua

Salah satu fitur unggulan SIHAT adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan berbagai aktivitas pembelajaran. Mulai dari perencanaan pembelajaran, pengisian nilai, hingga pemantauan kehadiran peserta didik, semuanya dapat dilakukan secara digital melalui aplikasi ini. Selain itu, SIHAT juga memungkinkan guru untuk berbagi materi ajar dengan peserta didik secara online, sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih fleksibel dan menarik.

Tidak hanya memudahkan guru, SIHAT juga memberikan manfaat bagi peserta didik dan orang tua. Peserta didik dapat dengan mudah mengakses nilai, jadwal pelajaran, dan pengumuman sekolah melalui aplikasi ini. Sementara itu, orang tua dapat memantau perkembangan belajar anak secara real-time dan berkomunikasi dengan guru secara lebih efektif.

Dalam proses pengembangannya, tim pengembang SIHAT menghadapi berbagai tantangan, seperti adaptasi guru terhadap teknologi baru dan kebutuhan untuk terus memperbarui fitur-fitur aplikasi. Namun, dengan semangat kolaborasi dan inovasi, semua tantangan tersebut berhasil diatasi.

Inovasi Pendidikan yang Meningkatkan Kualitas Belajar

Dengan adanya SIHAT, SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah telah berhasil mewujudkan visi sekolah untuk menjadi lembaga pendidikan yang berbasis teknologi. Aplikasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pengelolaan sekolah, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar peserta didik dan meningkatkan komunikasi antara semua stakeholder.

Keberhasilan pengembangan SIHAT menunjukkan bahwa teknologi informasi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sekolah-sekolah lain dapat belajar dari pengalaman SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah dan mengembangkan solusi digital yang serupa untuk menjawab tantangan pendidikan di era modern.

Ke depannya, tim pengembang SIHAT akan terus melakukan perbaikan dan pengembangan pada aplikasi ini. Rencananya, SIHAT akan dilengkapi dengan fitur-fitur baru yang lebih canggih, seperti analisis data pembelajaran dan integrasi dengan platform pembelajaran online lainnya. Dengan demikian, SIHAT diharapkan dapat menjadi solusi komprehensif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah.

Penulis: Taufik Rahman dan Endang Sutisna
Editor: Gc

Skip to content