Pendampingan Implementasi Pembinaan Enam Kemampuan Fondasi Bagi Guru SD/MI di Bandung Barat

Pendampingan Implementasi Pembinaan Enam Kemampuan Fondasi Bagi Guru SD/MI di Bandung Barat

Bandung Barat– Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Jawa Barat kembali menggelar kegiatan pendampingan bertajuk “Pendampingan Implementasi Pembinaan Enam Kemampuan Fondasi Melalui Pembelajaran.” Acara ini ditujukan bagi pengawas, kepala sekolah, guru, dan mitra SD/MI, sebagai bagian dari upaya koordinasi kemitraan berkala dengan daerah. Tujuannya adalah untuk mendukung tercapainya tiga target perubahan dalam transisi PAUD-SD yang menyenangkan, dengan fokus pada target ketiga yaitu pembinaan enam kemampuan fondasi sepanjang tahun ajaran.

Kegiatan yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting pada Jumat (30/08) ini diikuti oleh guru SD/MI kelas 1 dan 2 serta kepala sekolah SD/MI se-Jawa Barat. Animo peserta didik tenaga kependidikan (PTK) sangat tinggi, dengan jumlah partisipan mencapai 30.312 orang di kanal YouTube BBPMP Jabar dan 1.000 peserta di Zoom Meeting.

Sri Lilis Herliyanti, PIC PDM 09, mewakili Kepala BBPMP Jabar, menjelaskan bahwa terdapat tiga target perubahan yang diharapkan dalam implementasi transisi PAUD-SD yang menyenangkan. Target tersebut adalah: (1) PPDB SD tanpa tes calistung, (2) MPLS dua minggu yang menyenangkan, dan (3) pembinaan enam kemampuan fondasi pada pembelajaran sepanjang tahun ajaran. Menurut Lilis, hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh BBPMP Jabar menunjukkan masih banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menerapkan enam kemampuan fondasi di SD/MI, terutama dalam kaitannya dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Oleh karena itu, BBPMP terus berupaya mendampingi dan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan serta mitra daerah secara berkala untuk mengawal perubahan ini.

Dalam kesempatan tersebut, Devi Siti Nursyamsyi, narasumber dari SD Islam Fitrah Al Fikri Kota Depok, berbagi praktik baik terkait implementasi enam kemampuan fondasi dalam kegiatan harian dan pembelajaran di kelas awal SD. Devi menekankan pentingnya bagi guru untuk menyiapkan perangkat dan media pembelajaran yang tepat, dengan terlebih dahulu menelaah kurikulum dan enam kemampuan fondasi serta melakukan asesmen awal. Hasil analisis asesmen awal ini menjadi kunci untuk memahami kemampuan fondasi yang telah dicapai oleh peserta didik, serta memodifikasi tujuan pembelajaran dan merancang RPP atau modul ajar. Ide-ide kegiatan bermain yang disampaikan Devi diharapkan dapat menginspirasi para PTK SD/MI dalam membangun enam kemampuan fondasi secara holistik dan berkesinambungan.

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk komitmen BBPMP Jabar dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Jawa Barat, terutama dalam mempersiapkan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan dan efektif.

SALAM TRANSISI
Satu Tim
Satu Tujuan
Transisi PAUD-SD Yang Menyenangkan

Penulis: Sriwahyuningsih dan Tim PDM 09

PemanTIK untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan

PemanTIK untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan

BBPMP Provinsi Jawa Barat melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Pendamping Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PemanTIK) di Sukajadi Hotel Pada hari Rabu s.d. Jum’at 28-30 Agustus 2024.

Kepala BBPMP Provinsi Jawa Barat Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd. dalam pembukaan kegiatan menyampaikan arahan, “Pemanfaatan TIK ini harus terus didorong oleh PemanTIK dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Khususnya di Provinsi Jawa Barat”.
Hal ini sejalan dengan tujuan kegiatan Rapat Koordinasi PemanTIK yaitu meningkatkan pemanfaatan TIK mulai dari aktivasi akun belajar.id, penggunaan Google Workspace for Education (GWFE), serta pemanfaatan Chromebook dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Kegiatan dihadiri oleh 80 peserta kegiatan dari unsur PemanTIK, Co Captain, serta perwakilan dari seluruh Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 1-13 Provinsi Jawa Barat.

Harapannya dengan hadirnya para PemanTIK di setiap Provinsi/Kabupaten/Kota dapat mendongkrak capaian mutu pendidikan di Provinsi Jawa Barat melalui Pemanfaatan TIK.

Penulis: Nurindah Yuliani

Penguatan Komunitas antar Sekolah sebagai Strategi Penguatan Program Peningkatan Literasi dan Numerasi oleh UPT

Penguatan Komunitas antar Sekolah sebagai Strategi Penguatan Program Peningkatan Literasi dan Numerasi oleh UPT

KEGIATAN PENGUATAN KOMUNITAS ANTAR SEKOLAH SEBAGAI STRATEGI PENGUATAN PROGRAM PENINGKATAN LITERASI DAN NUMERASI OLEH UPT

Bandung  (28/08/2024) – Program pemulihan pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kompetensi literasi numerasi di Sekolah Dasar sebanyak 20%. Hal ini memerlukan intervensi khusus sehingga pada tahun 2024, program intervensi ini diperluas ke tingkat pendidikan lainnya, mencakup SD, SMP, SMA, dan SLB, dengan fokus peningkatan kecakapan literasi dan numerasi peserta didik. Peningkatan kompetensi peserta didik tentunya akan sangat erat kaitannya dengan bagaimana guru menciptakan pembelajaran yang dapat menguatkan literasi tersebut

BBPMP Provinsi Jawa Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemendikbud Ristek berperan mendukung kegiatan tersebut dengan melaksanakan kegiatan Penguatan Komunitas Belajar Antar Sekolah sebagai Strategi Penguatan Program Peningkatan Literasi dan Numerasi oleh UPT.

Tujuan

  1. sebagai upaya penguatan kolaborasi antara pemerintah daerah, satuan pendidikan, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Pemulihan Pembelajaran melalui komunitas belajar dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi satuan pendidikan terkategori literasi level 1 dan 2.
  2. Mendampingi komunitas belajar dalam menuntaskan serta menyelaraskan rencana tindak lanjut komprehensif (Kabupaten/Kota dan Provinsi) yang memuat implementasi strategi dan program penguatan literasi dan numerasi. Mendorong pemerintah daerah melalui komunitas belajar untuk melaksanakan minimal salah satu aksi nyata yang mendukung penguatan literasi dan/atau numerasi sebagai wujud meningkatkan SPM Pendidikan guna memulihkan pembelajaran Mendampingi pengembangan peningkatan kapasitas komunitas belajar dalam:
  3. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Pendidikan di daerah, terutama dalam hal literasi dan numerasi di satuan pendidikan;
  4. Pelaksanaan program Mitra Pembangunan dan kemitraan di daerah untuk mendukung penguatan literasi dan numerasi, dan
  5. Strategi dan program penguatan literasi dan numerasi di satuan pendidikan setiap jenjang.

Untuk mendukung tujuan tersebut maka di hadirkan para narasumber yang kompeten dalam bidangnya, serta arahan dari Kepala BBPMP Jawa Barat terkait kebijakan pemulihan pembelajaran

Penulis: Timker 3

Analisis Data Spasial: Ikhtiar Menyelamatkan Siswa “Ilegal” PPDB 2024

Analisis Data Spasial: Ikhtiar Menyelamatkan Siswa “Ilegal” PPDB 2024

Pendampingan Orang Tua Calon Peserta Didik Baru dalam pengisian aplikasi PPDB Online 2024 oleh Disdikbud Kabupaten Subang
Fotografer: M Diva

Wajah Baru PPDB 2024

PPDB 2024 sudah usai. Setelah letih bergelut dengan hitungan jarak, zonasi, prestasi dan bertarung merebut bangku sekolah, orang tua siswa kini sudah boleh menghirup nafas lega sebab anak-anak mereka sudah mendapatkan bangku di sekolah yang mereka inginkan. Hari-hari ini sebagian sekolah sudah mulai mengenalkan lingkungan belajar bagi siswa baru, dan sebagian besar sekolah lainnya telah memulai proses pembelajaran. 

PPDB tahun ini tampak jauh lebih adem. Meskipun masih ada peristiwa yang diindikasikan melanggar aturan, kasus-kasus siswa titipan, kongkalikong sekolah dan orang tua mengakali proses seleksi, akal-akalan memalsukan dokumen kependudukan, dan manipulasi data prestasi misalnya, jumlah dan intensitasnya tidak sebanyak dan seramai tahun-tahun sebelumnya. 

Relatif sepinya PPDB 2024 dari kasus-kasus serupa itu mungkin pertanda baik. Jumlah orang tua yang terkena “sindrom favoritisme sekolah”, sindrom mau melakukan apapun meskipun harus melanggar aturan hanya agar anak-anak mereka bisa masuk sekolah favorit, barangkali mulai berkurang. 

Wajah PPDB 2024 memang tampak lebih segar. Ada upaya keras dari pemerintah untuk mulai membangun objektivitas, transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi siswa baru kali ini. Kita menyaksikan di banyak daerah muncul gerakan penegakan komitmen “PPDB Obyektif, Transparan, dan Akuntabel”. Gerakan ini diprakarsai unsur pimpinan daerah, melibatkan tidak hanya melibatkan dinas pendidikan, tetapi juga kepolisian, kejaksaan, bahkan organisasi masyarakat sipil. 

Gerakan ini, selain sebagai otokritik terhadap praktik PPDB tahun sebelumnya, seolah-olah memberi peringatan. Kepada siapapun pelaku pendidikan di lapangan, baik orang tua calon siswa, guru, kepala sekolah, pengawas, dan dinas pendidikan jangan main-main dengan dengan PPDB. Tegakkan prinsip obyektivitas, transparansi, daan akuntabilitas dalam setiap tahapan proses seleksi. Relatif sepinya PPDB 2024 dari hiruk-pikuk kasus-kasus manipulasi dan siswa titipan, bisa jadi pertanda gerakan ini mulai membuahkan hasil. 

Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat juga tidak tinggal diam. Menyongsong PDB 2024, sejak Februari-Maret 2024, BBPMP Provinsi Jabar mengembangkan dua dasbor: Linimasa PPDB 2024  dan Daya Tampung Vs Lulusan 2024. Dasbor ini memonitor tahap-tahap pelaksanaan PPDB yang harus diikuti daerah, dan memprediksi kemungkinan membludaknya siswa baru akibat ketidakcukupan daya tampung sekolah. Dasbor ini menjadi semacam instrumen deteksi dini bagi daerah untuk bersiap secara prima dan mengantisipasi segala kemungkinan malpraktik PPDB 2024.

Komplikasi PPDB dan Ancaman Kasus Siswa “Ilegal”

Tapi jika ditelisik lebih mendalam, wajah baru PPDB 2024 ternyata tidak mulus-mulus amat. Dibalik penyelenggaraan PPDB yang relatif lancar dan nir insiden, dan prinsip-prinsip obyektivitas, transparansi, daan akuntabilitas yang mulai ditegakkan, PPDB menyimpan masalah yang jika tidak ditangani secara serius bisa mencederai hak-hak warga mendapatkan pendidikan, 

Masalah itu adalah adanya sejumlah siswa yang terancam menjadi siswa ilegal. Mereka dinyatakan lolos seleksi, sebagian besar telah mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah dan menjalani proses pembelajaran, tetapi nama mereka tidak tercantum dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Secara de facto mereka bersekolah, tetapi secara legal mereka tidak punya Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). 

Jumlah siswa yang terancam menjadi siswa ilegal ini tak main-main. Hingga tulisan ini disusun, Tim Dapodik Kemendikbudristek RI mengidentifikasi lebih dari 28 ribu siswa di lebih dari 1000 sekolah jenjang SMP dan SMA di Provinsi Jawa Barat berpotensi menjadi siswa ilegal. 

Sebenarnya Permendikbudristek No. 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah telah mengatur jumlah daya tampung sekolah sebanyak 32 siswa per rombongan belajar untuk jenjang SMP dan 36 siswa per rombongan belajar untuk SMA. Daya tampung sebesar ini yang menjadi acuan PPDB 2024. 

Untuk bisa memprediksi daya tampung, daerah wajib menganalisis potensi pendaftar SMP dan SMA, dan ketersediaan bangku dan ruang kelas setiap sekolah. Sesuai dengan Kepsesjen Permendikbudristek No 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, analisis dilakukan paling lambat bulan Desember sebelum tahun pelaksanaan PPDB. Daya tampung sekolah harus diumumkan dalam SK Kepala Dinas tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan PPDB. 

Dalam praktik kebijakan analisis daya tampung ini tidak disosialisasikan secara memadai kepada pemerintah daerah. Kemendikbudristek cenderung memfokuskan sosialisasi agar daerah memenuhi persentase jalur afirmasi, zonasi, dan prestasi dalam PPDB. Aturan daya tampung kurang dikawal secara intensif dan tak mendapat cukup perhatian dari pemerintah daerah. 

Akibatnya sudah bisa diduga. Pemerintah daerah tak data daya tampung sekolah negeri, masyarakat kehilangan panduan memilih sekolah mana yang paling memungkinkan sesuai jalur, dan sekolah kelabakan menerima tekanan animo masyarakat yang begitu tinggi. Jalan pintas yang kemudian banyak ditempuh oleh sekolah adalah menambah jumlah siswa melebihi syarat rombongan belajar.

Masalah bertambah kompleks ketika tidak berapa lama setelah PPDB berlangsung pemerintah pusat menutup pemutakhiran data siswa baru dalam Dapodik. Pemerintah pusat juga mengumumkan bahwa Dapodik hanya memfasilitasi pemutakhiran data siswa baru sesuai ketentuan jumlah siswa per rombongan belajar minimal sebanyak 32 siswa pada jenjang SMP dan 36 SMA. 

Pintu Dapodik pun ditutup dan siswa-siswa yang diterima oleh sekolah melebihi jumlah minimal siswa per rombongan belajar segera terlempar keluar dari Dapodik. Seperti sudah disebutkan di awal tulisan, jumlah siswa yang terlempar sebanyak lebih dari 28 ribu siswa di lebih dari 1000 sekolah jenjang SMP dan SMA di Provinsi Jawa Barat. 

Analisis Data Spasial: Argumen Dispensasi Penambahan Daya Tampung 

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Siswa-siswa “ilegal”yang terlempar dari Dapodik  ini sudah diterima oleh sekolah, telah mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah, dan sebagian besar telah menjalani proses pembelajaran. Mengeluarkan mereka dari sekolah jelas tidak mungkin karena mereka telah menjalani proses PPDB, bisa meletupkan konflik terbuka antara sekolah dan masyarakat, dan yang paling utama melanggar prinsip pemenuhan hak-hak dasar warga negara atas pendidikan yang layak dan bermutu. 

Meskipun Dapodik telah ditutup, pemerintah pusat masih membuka peluang untuk menyelamatkan siswa-siswa yang terlempar dari Dapodik hingga akhir Agustus 2024. Syaratnya pemerintah daerah harus mengirim surat permohonan dispensasi penambahan siswa baru disertai dengan analisis daya tampung sekolah, peneriman siswa baru di sekolah sekitar baik negeri maupun swasta, ketersediaan ruang kelas di sekolah, ketersediaan guru dan beban kerja guru, dan efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Pemda juga harus membuat surat keputusan tentang jumlah siswa per rombongan belajar sebagai kuota sebelum PPDB, dan surat keputusan penetapan siswa per rombel yang diterima setelah PPDB berdasarkan surat keputusan kepala sekolah.  

BBPMP Provinsi Jabar kemudian melakukan dua upaya strategis, Pertama, mengembangkan analisis data spasial sebagai alat bantu bagi daerah ketika mengajukan permohonan dispensasi penambahan daya tampung kepada pemerintah pusat; kedua, melakukan pendampingan analisis daya tampung kepada dinas pendidikan. Karena ada tuntutan dari pemerintah pusat agar surat permohonan dispensasi ditulis lebih runtut dan persuasif, BBPMP Jabar juga membantu menyusun draft surat. 

Analisis data spasial dilakukan melalui beberapa tahapan: mengumpulkan data daya tampung sekolah sebelum dan sesudah PPDB, melengkapi data koordinat sekolah yang kelebihan daya tampung dan sekolah sekitar seakurat mungkin, menghitung selisih daya tampung sebelum dan sesudah PPDB, menganalisis distribusi siswa berlebih ke sekolah sekitar. 

Analisis ini berhasil menemukan disparitas mutu dan sebaran sekolah dengan relatif akurat. Dengan analisis ini bisa ditemukan alasan yang masuk akal mengapa sebuah sekolah “terpaksa” harus menerima siswa diluar daya tampung minimal yang disyaratkan. 

Berikut adalah beberapa contoh analisis untuk beberapa sekolah di Kabupaten Purwakarta yang mengalami kelebihan daya tampung yaitu SMPN 2 Campaka, SMPN 2 Purwakarta, SMPN 3 Purwakarta. Dengan bantuan analisis data spasial diketahui bahwa SMPN 2 Cimalaka terpaksa menerima siswa diluar daya tampungnya karena “tidak ada sekolah negeri dan swasta lain pada radius satu kilometer, dan jarak terdekat dengan sekolah lain sejauh 6,5 kilometer”. SMPN 2 Purwakarta karena “dalam radius satu kilometer tidak ada sekolah negeri, terdapat empat sekolah swasta keagamaan dengan mutu sama baiknya tetapi biaya sekolah tidak terjangkau”. Sedangkan SMPN 3 Purwakarta karena “dalam radius satu kilometer tidak ada sekolah negeri, terdapat tiga sekolah swasta dengan mutu lebih rendah dan biaya sekolah tidak terjangkau”. 

Argumen-argumen disparitas mutu pendidikan dan lokasi sekolah seperti itulah yang kemudian diajukan kepada pemerintah pusat sebagai dasar permohonan dispensasi. Argumen ini berhasil meyakinkan pemerintah pusat. Hingga tulisan ini disusun, pemerintah pusat telah mengabulkan permohonan dispensasi penambahan 31.041 siswa di 701 sekolah pada jenjang SMP di 26 daerah.

Tetapi pekerjaan rumah menyelamatkan siswa “ilegal” ini belum selesai. Pemerintah pusat masih menolak permohonan dispensasi 161 sekolah dan 9960 siswa. Saat ini Tim PPDB BBPMP Jabar sedang melakukan upaya “banding” kepada pemerintah pusat dengan melakukan analisis ulang dan mengajukan argumen tambahan. 

Kontributor: Dwi Joko Widiyanto

Tantangan dan Peluang Keberlanjutan Program Sekolah Penggerak

Tantangan dan Peluang Keberlanjutan Program Sekolah Penggerak

sumber: pauddikdasmen.kemdikbud.go.id

Program Sekolah Penggerak (PSP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai bagian dari Merdeka Belajar telah membawa angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun, di balik keberhasilannya, program ini juga menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya. Salah satu temuan menarik dari PSP adalah keberagaman implementasinya di setiap sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:

  • Kapasitas SDM: Kemampuan kepala sekolah, guru, dan staf sekolah dalam mengadopsi inovasi baru sangat bervariasi;
  • Dukungan Komunitas Sekolah: Dukungan dari guru, siswa, orang tua, dan masyarakat secara umum sangat penting dalam keberhasilan PSP;
  • Infrastruktur dan Anggaran: Ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan anggaran yang memadai akan sangat membantu pelaksanaan program.

Tantangan Keberlanjutan PSP

Program Sekolah Penggerak adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, program ini memiliki potensi yang besar untuk membawa perubahan positif bagi pendidikan kita. Dengan dukungan dari semua pihak, PSP dapat menjadi tonggak sejarah dalam reformasi pendidikan di Indonesia, berikut beberapa tantangan dari keberlanjutan PSP di Jawa Barat:

  • Pergantian Kepala Sekolah: Pergantian kepala sekolah seringkali mengganggu kontinuitas program. Kepala sekolah baru yang belum memahami visi dan misi PSP dapat menghambat pelaksanaan program;
  • Rotasi Guru: Perpindahan guru, terutama mereka yang terlibat dalam komite pembelajaran, dapat melemahkan tim inti pelaksana PSP.
  • Keterbatasan Sumber Daya Pengawas: Jumlah pengawas yang terbatas dan beban kerja yang berat membuat pengawas kesulitan dalam memberikan pendampingan yang optimal.
  • Perubahan Data: Perubahan data pengawas dan sekolah yang tidak tercatat dengan baik dapat menghambat proses monitoring dan evaluasi program.
  • Ketergantungan pada Sistem Digital: Tidak semua pengawas memiliki kemampuan yang sama dalam mengoperasikan sistem digital, sehingga dapat menghambat akses mereka terhadap data dan informasi yang diperlukan.

Peran Penting Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam memastikan keberlanjutan PSP. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Kebijakan yang Mendukung: Pemerintah daerah perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung implementasi PSP di wilayahnya.
  • Alokasi Anggaran yang Cukup: Alokasi anggaran yang memadai akan memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program.
  • Peningkatan Kapasitas Pengawas: Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi pengawas sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendampingan.
  • Kerjasama dengan Berbagai Pihak: Kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti sektor swasta, masyarakat, dan lembaga pendidikan tinggi, dapat memperkuat pelaksanaan PSP.

Pelajaran dan Langkah ke Depan

PSP telah memberikan banyak pelajaran berharga. Program ini menunjukkan bahwa transformasi pendidikan membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat sekolah. Untuk memastikan keberlanjutan PSP, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:

  • Penguatan Kapasitas SDM: Melalui pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan, kita perlu meningkatkan kapasitas kepala sekolah, guru, dan pengawas dalam mengimplementasikan PSP.
  • Pembentukan Jaringan Sekolah Penggerak: Jaringan sekolah penggerak dapat menjadi wadah untuk berbagi praktik baik dan saling belajar.
  • Evaluasi Berkala: Evaluasi yang dilakukan secara berkala akan membantu mengidentifikasi kendala dan mencari solusi yang tepat.
  • Fleksibilitas: Program PSP perlu bersifat fleksibel agar dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah.

Kontibutor: PDM 01 BBPMP Jabar

Skip to content