Peserta didik terlibat dalam diskusi kelompok dan proyek kolaboratif
Fotografer: Syifa Andismah

Bandung, – SDN 035 Soka Bandung memulai perjalanannya sebagai Sekolah Penggerak pada tahun ajaran 2023-2024 dengan pondasi yang sudah cukup kuat. Sebelum bergabung dalam Program Sekolah Penggerak (PSP), sekolah ini telah menerapkan metode pembelajaran berpihak pada siswa melalui Kurikulum 2013 dan pendekatan RADEC (Read, Answer, Discuss, Explain, Create). Pendekatan RADEC mendorong siswa untuk berpikir aktif dan berpartisipasi dalam pembelajaran dengan membaca, mengajukan pertanyaan, berdiskusi, dan menerapkan konsep melalui kreativitas.

Tantangan dan Peluang dalam Implementasi PSP di SDN 035 Soka

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam mengimplementasikan PSP adalah mengubah pola pikir para guru yang terbiasa dengan metode tradisional. Kepala Sekolah Agus Supriadi mengakui bahwa beberapa guru merasa enggan beradaptasi dengan perubahan. Selain tantangan internal, Agus Supriadi juga harus menjelaskan kepada orang tua siswa bahwa pembelajaran tidak lagi berfokus pada prestasi akademik, melainkan pada pengembangan karakter dan keterampilan berpikir kritis. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan orang tua yang masih berharap pada pendekatan tradisional yang berorientasi pada nilai dan ranking.

Selain itu, tantangan infrastruktur juga menjadi kendala. Dengan jumlah siswa mencapai 1.080 yang terbagi dalam 36 kelas, sekolah hanya memiliki 24 ruang kelas, menyebabkan pembelajaran harus dibagi menjadi dua sesi. Di sisi teknologi, meskipun internet tersedia, banyak guru masih belum nyaman dengan penggunaan perangkat digital dalam pembelajaran, meskipun sekolah telah mencoba menerapkan teknologi seperti absen digital dan asesmen berbasis teknologi.

Pembelajaran berdiferensiasi di SDN 035 Soka juga menjadi tantangan tersendiri. Para guru mengalami kesulitan dalam menyusun modul ajar yang secara explisit mengakomodasi kebutuhan siswa yang beragam. Platform Merdeka Mengajar (PMM) memberikan prinsip-prinsip diferensiasi, tetapi belum memberikan panduan yang jelas dan spesifik mengenai penerapan modul ajar untuk kelas yang heterogen.

Untuk mengatasi perubahan mindset guru, Agus Supriadi menggunakan pendekatan personal. Ia sering berbicara secara informal dengan guru untuk memahami kesulitan yang dihadapi. Selain itu, sekolah menyelenggarakan In-House Training (IHT) dan membangun Komunitas Belajar (Kombel) yang disebut Soka Learning Community. Kombel ini melibatkan diskusi dan pelatihan yang membantu guru memahami konsep pembelajaran berdiferensiasi, asesmen diagnostik, dan evaluasi berbasis kinerja siswa. Tidak hanya bersifat internal, Kombel juga menyelenggarakan webinar eksternal dengan peserta dari berbagai daerah.

Untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur, SDN 035 Soka memaksimalkan penggunaan teknologi dengan menggabungkan pembelajaran berbasis digital dan budaya lokal. Dengan slogan “Sinergitas Budaya Lokal dan Digital,” sekolah ini menggunakan perangkat twin mirror untuk menampilkan materi pembelajaran digital yang menarik, seperti video tentang gerakan anti-narkoba dan anti-bullying.

Lady Kokom: Kolaborasi Guru dalam Menguasai Pembelajaran Berdiferensiasi

SDN 035 Soka menerapkan pendekatan lesson study melalui program “Lady Kokom (Lesson Study Kolaborasi Kelompok Belajar)” untuk menghadapi tantangan pembelajaran berdiferensiasi. Guru-guru dibagi dalam tiga grup sesuai dengan fasenya dan menjalani tiga tahapan Plan (penyusunan modul ajar diferensiasi), Do (implementasi di kelas), dan See (refleksi pasca-pengajaran). Setiap tahap melibatkan kolaborasi antara guru model dan guru observer untuk mencari solusi atas tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran diferensiasi.

Tahap Plan melibatkan penyusunan modul ajar berdiferensiasi. Modul yang dikembangkan berfokus pada strategi konkret untuk menangani perbedaan kemampuan siswa di kelas.  Pada Tahap Do, setelah modul disusun, guru model menerapkannya di kelas. Proses pembelajaran diobservasi melalui live streaming di YouTube untuk menjaga naturalitas pengajaran di kelas. Guru observer berkumpul untuk menyaksikan pembelajaran sambil mencatat, sehingga guru model tetap bisa mengajar tanpa merasa terganggu dengan kehadiran observer di kelas. Pada tahap See, setelah pengajaran selesai, dilakukan refleksi langsung pada hari itu juga. Setiap guru model di tiap fase diobservasi dan didiskusikan mengenai keberhasilan dan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Proses refleksi ini melibatkan diskusi mendalam di antara para guru untuk menemukan solusi bersama.

Lesson Study Efektif: Kunci Sukses SDN 035 Soka

Setelah setahun menerapkan Program Sekolah Penggerak, SDN 035 Soka melihat perubahan signifikan. Para guru semakin termotivasi untuk berinovasi dan menghasilkan praktik baik dalam pengajaran. Mayoritas guru sudah mampu beradaptasi dengan perubahan, meskipun beberapa masih merasa minder dalam penggunaan teknologi. Bagi guru yang kurang mahir dalam teknologi, sekolah memberikan kesempatan untuk berkontribusi sesuai kemampuan mereka, seperti membantu dalam penyusunan modul ajar tanpa harus terlibat langsung dalam aspek teknis.

Program “Lady Kokom” mendapatkan pengakuan positif karena kolaborasi dan refleksi yang efektif antar-guru. Kegiatan ini mendapat apresiasi karena berhasil mengatasi tantangan pembelajaran berdiferensiasi dengan pendekatan inovatif.

Perubahan ini juga terasa bagi siswa, di mana pembelajaran di SDN 035 Soka menjadi lebih menyenangkan dan kreatif. Siswa belajar dengan cara yang lebih santai, seperti berbaring di karpet sambil membaca atau berdiskusi dengan teman. Orang tua mulai memahami bahwa pembelajaran tidak lagi berfokus pada ujian atau ranking, melainkan pada pengembangan kompetensi siswa secara holistik. Asesmen di sekolah ini lebih menekankan pada evaluasi formatif yang berkelanjutan melalui penugasan dan proyek.

Secara keseluruhan, perjalanan SDN 035 Soka sebagai Sekolah Penggerak penuh tantangan, namun dampak positif terasa signifikan bagi guru, siswa, dan orang tua. Sekolah ini berhasil menjadi contoh bagi banyak sekolah di Kota Bandung dalam membangun budaya belajar yang menyenangkan dan memberdayakan.

Penulis: Sofi Suwaris
Editor: Agus R

Skip to content