Pokok-Pokok Pikiran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk
Perbaikan Kebijakan PPDB 2025


Ringkasan Eksekutif. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan bermutu. Segala sesuatu yang menjadi hak warga, maka menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya, baik diminta atau tidak diminta. Pemerintah belum mampu memenuhi hak-hak pendidikan tersebut, ditandai dengan akses masyarakat yang belum merata, dan kesenjangan mutu pendidikan yang masih tinggi. Meskipun tidak ideal, jika dilaksanakan dengan objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas yang tinggi, PPDB bisa dijadikan instrumen pemenuhan hak-hak pendidikan sekaligus pemerataan mutu pendidikan. Diperlukan perbaikan kebijakan terus-menerus agar objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas PPDB semakin meningkat dari tahun ke tahun.

  1. Gambaran Umum Pelaksanaan PPDB 2024 di Jawa Barat
  • Pemerintah bertekad menyelenggarakan PPDB 2024 dengan lebih obyektif, transparan dan akuntabel. Tekad tersebut diwujudkan dalam bentuk penetapan dua peraturan tentang penyelenggaraan PPDB, yakni (1) Permendikbudristek No. 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, dan (2) Kepsesjen Permendikbudristek No 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan
  • Atas dasar peraturan tersebut, seluruh daerah di Provinsi Jawa Barat telah menyelenggarakan PPDB 2024 di Provinsi Jawa Barat dalam suasana yang jauh lebih adem. Meskipun di sejumlah daerah masih muncul peristiwa yang diindikasikan melanggar aturan, misalnya kasus siswa titipan, kongkalikong sekolah dan orang tua mengakali proses seleksi, akal-akalan memalsukan dokumen kependudukan, dan manipulasi data prestasi calon peserta didik baru, jumlah dan intensitasnya tidak sebanyak dan seramai tahun-tahun sebelumnya.
  • Ada upaya keras dan tekad yang kuat dari pemerintah daerah untuk mulai membangun objektivitas, transparansi dan akuntabilitas dalam proses PPDB tahun ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengkampanyekan gerakan penegakan komitmen “PPDB Obyektif, Transparan, dan Akuntabel” yang melibatkan seluruh unsur pimpinan daerah, bahkan organisasi masyarakat sipil,
  • Terdapat sejumlah daerah yang mengembangkan inisiatif khusus untuk menyiasati disparitas lokasi dan mutu sekolah dan lebih memastikan jaminan hak-hak pendidikan bagi masyarakat tidak mampu dengan membuat zonasi khusus di daerah-daerah penyangga, daerah perbatasan atau daerah blank spot, dan pemberian prioritas bagi calon peserta didik dari Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM) Ekstrem.

2. Jauh dari Harapan Obyektif, Transparan dan Akuntabel: Beberapa Masalah dalam Penyelenggaraan PPDB di Jawa Barat

Meskipun berlangsung relatif lebih nyaman, pelaksanaan PPDB 2024 masih jauh dari harapan untuk memenuhi kriteria objektif, transparan, dan akuntabel. Hal ini bisa dilihat dari munculnya sejumlah masalah baik dalam proses persiapan, pelaksanaan, maupun pelaporan PPDB 2024.

Objektif. Objektif berarti penyelenggaraan PPDB dilakukan berdasarkan acuan yang jelas, tidak memihak dan berimbang berdasarkan fakta-fakta yang dapat diverifikas Obyektivitas mensyaratkan dua hal yakni keberadaan peraturan dan komitmen terhadap penegakan peraturan. Peraturan paling penting yang harus ditegakkan PPDB adalah daya tampung satuan pendidikan, penetapan zonasi, petunjuk teknis pelaksanaan, kepanitiaan, dan sistem pendaftaran terintegrasi.

Pendampingan, survei dan pengamatan BBPMP Provinsi Jabar menemukan kepatuhan daerah terhadap regulasi pemerintah pusat yang mengatur mekanisme PPDB relatif tinggi tetapi sebagian besar daerah terlambat menetapkan petunjuk teknis PPDB 2024 sesuai jadwal. Daerah tidak memiliki analisis daya tampung yang akurat, terlambat melakukan koordinasi lintas sektor untuk menyusun peta zonasi yang meyakinkan, pemahaman terhadap juknis PPDB dari pusat cenderung rendah, terlambat menyusun juknis PPDB, koordinasi kepanitiaan PPDB lemah karena ketidakjelasan tupoksi, dan aplikasi pendaftaran tidak optimal karena kekurangan data.

Transparan. Transparansi PPDB ditandai dengan kesediaan mengumumkan berbagai regulasi dan mekanisme penyelenggaraan PPDB secara terbuka kepada orang tua calon peserta didik melalui berbagai media sosialisasi, menyediakan ruang pemantauan proses PPDB secara terbuka, menangani pengaduan secara terbuka, dan menginput peserta didik baru dalam Dapodik secara terbuka. Aspek-aspek PPDB yang paling penting untuk dibuka kepada publik terutama adalah zonasi, daya tampung, dan aplikasi PPDB online.

Pendampingan, survei dan pengamatan BBPMP Provinsi Jawa Barat menemukan juknis PPDB kurang disosialisasikan secara maksimal sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang serba terbatas tentang daya tampung, jadwal, zonasi dan tatacara penggunaan aplikasi PPDB online. Di beberapa daerah pengaduan masyarakat ditangani secara reaktif, cenderung tertutup dan terkesan serba tergesa-gesa. Aplikasi PPDB online yang dikembangkan daerah tidak seluruhnya menyediakan ruang bagi pemantauan publik.

Akuntabel. Akuntabilitas ditandai dengan kesungguhan penyelenggara untuk mempertanggungjawabkan seluruh proses dan tahapan PPDB kepada para pihak yang berkepentingan. Pertanggungjawaban tersebut sekurang-kurangnya diwujudkan dalam bentuk monitoring yang ketat dalam setiap tahapan PPDB, kesediaan melakukan reflek dan evaluasi, mengumpulkan data dan menganalisis proses PPDB sebagai dasar penyusunan laporan, menyusun rekomendasi perbaikan untuk PPDB pada tahun berikutnya dan mengirimkan laporan tertulis kepada Kemendikbudristek melalui BBPMP Provinsi Jawa Barat.

Pendampingan, survei dan pengamatan BBPMP Provinsi Jawa Barat menemukan banyak daerah yang belum melakukan monitoring memadai dalam setiap tahapan PPDB, belum melakukan refleksi, pengumpulan data, evaluasi, penulisan laporan penyusunan rekomendasi perbaikan PPDB.

Siswa Siluman: Komplikasi dan Puncak Masalah. Masalah-masalah sebagaimana diuraikan diatas menyebabkan daerah relatif gagap dalam menyelenggarakan PPDB secara objektif, transparan, dan akuntabel. Puncak kegagapan daerah tergambar ketika terjadi peristiwa terancamnya lebih dari 28 ribu siswa di lebih dari 1000 sekolah pada jenjang SMP dan SMA di Jawa Barat menjadi “siswa siluman”, yakni siswa yang 3 dinyatakan lolos seleksi PPDB tetapi nama mereka tidak tercantum dalam Data Pokok Pendidikan.

Munculnya “siswa siluman” ini disebabkan pemerintah daerah tidak mempunyai data daya tampung sekolah negeri, masyarakat kehilangan panduan memilih sekolah mana yang paling memungkinkan sesuai jalur, dan sekolah kelabakan menerima tekanan animo masyarakat yang begitu tinggi. Jalan pintas yang kemudian banyak ditempuh oleh sekolah adalah secara sembunyi-sembunyi menambah jumlah siswa melebihi syarat rombongan belajar.

Masalah ini telah berhasil dipecahkan dengan sejumlah strategi, antara lain mengembangkan analisis data spasial terhadap sekolah-sekolah yang mengalami kelebihan daya tampung, serta meminta kepala daerah dan inspektorat daerah untuk memberikan pertanggungjawaban mutlak atas pelaksanaan PPDB pada sekolah-sekolah yang mengalami kelebihan daya tampung di daerahnya.

  1. Rekomendasi Perbaikan Kebijakan PPDB 2025
    Meskipun masalah-masalah tersebut bisa dibereskan, tetapi kami memandang perlu adanya perbaikan kebijakan PPDB secara menyeluruh sehingga masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan dengan tuntas dan objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas PPDB dapat dibangun lebih baik lagi di masa-masa mendatang. Pokok-pokok pertimbangan dan usulan perubahan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut.

Pokok-Pokok Pertimbangan Perbaikan Kebijakan

  • Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan. Segala sesuatu yang menjadi hak warga negara maka menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya, baik diminta atau tidak diminta.
  • Pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi hak-hak warga negara atas pendidikan yang bermutu, antara lain ditandai dengan akses masyarakat terhadap pendidikan yang belum merata, dan kesenjangan mutu pendidikan masih tinggi.
  • Pembangunan sekolah dan ruang kelas baru, dan program-program pemerataan mutu pendidikan kalah cepat dengan pertambahan jumlah lulusan. Setiap tahun jumlah lulusan dan daya tampung sekolah selalu tidak berimbang.
  • Meskipun tidak ideal, jika dilaksanakan dengan objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas yang tinggi, PPDB masih masuk akal untuk dijadikan sebagai instrumen untuk mengurangi diskriminasi akses bagi kelompok masyarakat tidak mampu, menemukan lebih dini anak-anak putus sekolah, mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan membantu pemerintah daerah dalam melakukan intervensi untuk pemenuhan hak-hak pendidikan sekaligus pemerataan mutu pendidikan.

Pokok-Pokok Pikiran Perbaikan Kebijakan

  • Pemerintah daerah lebih aktif berkoordinasi dengan Pusdatin untuk pendayagunaan dan konsolidasi data proyeksi lulusan dan daya tampung sehingga bisa merumuskan jumlah rombongan belajar dan kuota peserta didik baru secara akurat dan proporsional
  • Pemerintah daerah mengembangkan metode penghitungan radius sekolah ke domisili peserta didik mengacu pada data akurat sebaran sekolah negeri dan swasta, dan domisili calon peserta didik dengan menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dipadankan dengan data dari Dinas Dukcapil;
  • Pemerintah pusat menetapkan dan memastikan jumlah rombongan belajar dan kuota peserta didik baru pada awal tahun secara proporsional dengan mempertimbangkan kondisi disparitas lokasi dan mutu sekolah di daerah. Pada waktu yang sama pemerintah daerah melakukan analisis daya tampung PPDB 2025 paling lambat Desember 2024.
  • Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk melakukan verifikasi dan validasi lapangan terhadap kesesuai dokumen kependudukan dengan domisili calon peserta didik;
  • Memberikan insentif secara proporsional kepada panitia PPDB sebagai kompensasi atas beban kerja panitia yang seringkali bekerja melebihi batas waktu penyelenggaraan PPDB
  • Melibatkan Inspektorat sebagai Pengawas Internal (APIP) mengawasi pelaksanaan PPDB untuk menguatkan upaya pencegahan maladministrasi dan pengelolaan pengaduan oleh penyelenggara sampai dengan tahapan penerimaan peserta didik baru.
  • Sekolah swasta berpotensi besar untuk terlibat dalam pemerataan akses dan mutu pendidikan, sebab jumlah jumlah sekolah swasta tiga atau empat kali lebih besar dari jumlah sekolah swasta, kecuali pada jenjang SD. Jumlah lulusan dan daya tampung sekolah relatif berimbang jika sekolah negeri dan swasta dimasukkan dalam analisis daya tampung. Karena itu pemerintah perlu menghilangkan dikotomi sekolah negeri dan swasta dan memberikan insentif secara proporsional kepada sekolah-sekolah swasta untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan menekan biaya pendidikan.
  • Dinas pendidikan perlu membangun komunikasi dan koordinasi lebih intensif dengan Kantor Kementerian Agama di daerah untuk menyelaraskan proses dan mekanisme PPDB.

Penulis: Tim Konsultan bersama Tim Kerja Advokasi dan Kemitraan BBPMP Provinsi Jawa Barat

Skip to content