- Latar Belakang
Pendidikan merupakan fondasi utama dalam perkembangan pribadi dan akademik seorang anak. Di tingkat pendidikan dasar, pembentukan karakter dan perilaku baik adalah hal yang sangat penting dibandingkan dengan penguasaan materi akademik. Guru kelas sebagai tokoh sentral memiliki peran kunci dalam membimbing anak-anak agar berperilaku baik. Mengajarkan nilai-nilai moral dan etika, membentuk sikap positif, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan perilaku yang baik adalah tantangan yang dihadapi guru kelas sehari-hari.
Ada banyak hal yang memengaruhi proses pembelajaran anak salah satu diantaranya adalah Sosial Emotional Learning (SEL). SEL inilah yang akan memengaruhi bagaimana perilaku anak ke diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. SEL adalah proses pembentukan diri yang berkaitan dengan kesadaran diri, kontrol diri, dan kemampuan relasi. SEL ini sangat penting karena proses ini akan membantu kehidupannya baik di sekolah, lingkungan kerja, atau bermasyarakat.
Perlu diketahui bahwa orang yang punya kemampuan sosial emosional yang baik jauh lebih bisa menerima dan melakukan tantangan, lebih mudah untuk belajar, bersikap professional, dan bersosialisasi. Jadi, pembelajaran sosial emosional ini tidak hanya dalam jangka waktu dekat, tetapi juga jangka panjang.
Anak-anak di kelas 5 SDN Karawang Wetan I sudah mulai beranjak remaja. Mereka memiliki emosional yang labil. Dalam pergaulannya mereka membutuhkan pengawasan dan bimbingan yang ekstra dalam proses kestabilan emosionalnya. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada saat pandemik COVID-19, peserta didik banyak menggunakan ponsel. Oleh karena itu, pascapandemik, anak-anak lebih cepat beradaptasi dengan teknologi saat ini.
Namun, hal ini sekarang dirasakan sudah tidak efektif lagi karena penggunaan ponsel pada anak didik banyak yang disalahgunakan. Penggunaan ponsel yang berlebihan dan tanpa pengawasan orang tua akan membuat anak menjadi sulit dikendalikan dalam berperilaku juga dalam berbicara, sehingga dalam percakapan di WA grup pun sering mengucapkan kata jorok (menyebutkan alat kelamin pria atau wanita) dan kasar (seperti anj*ng, monyet, tolol, gobl*k, dasar gendut, dll.). Percakapan mereka sering kali disertai ejekan-ejekan yang dapat menimbulkan sakit hati dan membuat temannya merasa di-bully dan akhirnya tidak semangat untuk berangkat sekolah.
Sebagai pendidik tentunya merasa prihatin melihat kondisi di dalam kelas yang penuh dengan bahasa yang kasar dan jorok serta gambar yang tidak pantas dan perilaku siswa yang suka mengejek temannya pun sering terjadi. Jika hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan yang cepat dan tepat, maka perilaku peserta didik akan semakin tidak terarah. Tentunya pendidik dituntut untuk bisa menghadapi situasi ini dengan melakukan suatu inovasi yang dapat menjadikan kelas yang aman, nyaman, berprestasi, dan berkarakter.
- Tantangan
Sebagaimana yang kita lihat pada kondisi tersebut, tentunya sangat perlu perhatian dari guru khususnya guru kelas. Dalam hal ini, sebagai guru kelasnya, saya merasa sangat prihatin dan berusaha untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah ini.
Dengan memikirkan solusi dari permasalahan ini, agar cara yang ditempuh dapat memiliki dampak yang positif dan berpengaruh pada perilaku peserta didik serta menjadikan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, diantaranya dengan mengajarkan nilai-nilai moral dan etika kepada peserta didik dan meningkatkan motivasi belajar kepada mereka.
- Aksi
Berdasarkan latar belakang dan tantangan yang tersebut di atas tentunya diperlukan suatu aksi nyata yang dilakukan oleh guru. Adapun cara yang dilakukan yaitu :
- Mencari data yang valid melalui pendekatan personal (wawancara dengan peserta didik) tentang perilaku anak yang dapat dijadikan alat bukti serta bahan kajian untuk mengubah perilaku. Proses wawancara ini berlangsung selama 2 minggu dilakukan pada awal Agustus tahun 2023.
- Setelah terkumpul data, maka dilakukan diskusi dengan ibu kepala sekolah dan juga rekan-rekan sejawat dengan memulai bercerita seputar perilaku yang tidak baik tersebut. Setelah berdiskusi, ibu kepala sekolah menyarankan untuk bertindak cepat dalam menanggulangi masalah ini dengan memfokuskan kegiatan belajar mengajar pada pembiasaan yang dapat merubah perilaku anak. Akhirnya di minggu ke empat bulan Agustus 2023, dimulailah pembiasaan dengan membaca shalawat dan mengafirmasi diri setelah berdoa sebelum belajar.Pada bulan September 2023 kami berkomunikasi dengan orang tua dalam kegiatan parenting. Di kegiatan kami mengajak orang tua untuk lebih aktif lagi dalam mengawasi penggunaan handphone dan pembiasaan bertutur kata yang baik dan sopan dalam berkomunikasi agar tidak saling ejek dan berkata kasar serta mengingatkan sholat lima waktunya. Dengan melakukan kegiatan parenting, diharapkan adanya kerjasama untuk mengubah perilaku peserta didik dan menumbuhkan karakter yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia.
- melakukan pembiasaan di kelas dengan diawali membaca doa dan bershalawat serta mengafirmasi untuk terus berbuat baik setiap hari. Selain itu juga selalu mengingatkan dalam bertutur kata agar tidak ada kata-kata kasar dan jorok.
- Hasil & Refleksi
- Program pembiasaan di kelas cukup efektif dalam mengubah perilaku siswa menjadi lebih baik.
Dari beberapa hari (kurang lebih 14 hari) melakukan pendekatan dan setelah kurang lebih 3 bulan (dari minggu keempat bulan Agustus 2023 hingga pertengahan Nopember 2023) melaksanakan kegiatan pembiasaan di kelas dengan bershalawat dan mengingatkan diri serta menyemangati diri, peserta didik sekarang sudah ada perubahan dan mulai saling mengingatan dengan teman.
Setiap akan istirahat mereka membaca doa makan dan setelah istirahat mereka juga membaca doa setelah makan.
- Keterlibatan orang tua dan program parenting yang diadakan juga sangat membantu dalam menguatkan nilai-nilai postif pada siswa.
- Suasana kelas sudah menjadi lebih aman dan nyaman juga ramah anak, bertutur kata sudah mulai pelan dan tidak lagi berkata jorok dan kasar.
Dari kegiatan ini dapat diambil pembelajaran bahwa anak anak membutuhkan bimbingan dan pendekatan yang mengena di hati mereka. Kita juga sebagai pendidik dapat memosisikan diri sebagai partner atau teman bermain, sehingga mereka dapat menyalurkan dan mencurahkan perasaannya serta merasa nyaman dengan keberadaan kita di samping mereka.
Penulis: Ade Alawiyah Lubis (Guru SDN Karawang Wetan 1)
Editor: Idris Apandi