Perundungan menjadi masalah serius yang dihadapi di lingkungan pendidikan dan masyarakat secara umum. Data hasil Asesmen Nasional tahun 2021 yang diselenggarakan Kemendikbudristek menunjukan bahwa 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan. Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. (Katadata, 20/02/2024).
Bentuk perundungan seperti perundungan verbal, perundungan fisik, penindasan emosional, pengucilan, dan kekerasan seksual. Perundungan bukan hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga terjadi di dunia maya (cyber bullying). Penggunaan media sosial secara tidak bertanggung jawab ditambah kondisi netizen yang sangat kejam saat mengomentari suatu kondisi atau masalah ikut meningkatkan kasus cyber bullying. Hal ini sudah banyak memakan korban. Dampaknya, korban merasa malu, terhina, depresi, sampai bunuh diri.
Kasus perundungan ibarat fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan hanya sebatas kasus yang terdata, padahal bisa saja jumlahnya jauh lebih banyak. Banyaknya kasus perundungan perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak terkait karena pencegahan dan penanganannya harus holistik, empirik, dan terintegrasi. Pemerintah, lembaga pendidikan seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat harus memiliki kepedulian dan bekerja sama dalam mencegah dan menanganinya.
Begitu pun media memiliki peran sangat penting. Tayangan media bisa mempengaruhi penonton baik ke arah positif maupun negatif. Selain media TV, saat ini media sosial sudah sangat familiar. Setiap kejadian bisa langsung diliput dan diviralkan, termasuk peristiwa tindakan kekerasan dan perundungan. Satu video peristiwa tertentu dalam hitungan detik bisa beredar dari satu grup WA ke grup WA lainnya.
Sebagai bentuk komitmen dan keseriusan mencegah dan menangani tindak perundungan, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Permendikbud tersebut mengamanatkan dibentuknya Satgas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di level daerah provinsi, kabupaten, kota, dan satuan pendidikan.
Lahirnya regulasi anti bullying menjadi payung hukum pada tataran implementasinya. Secara teknis, pemda dan satuan pendidikan diharapkan mengampanyekan antiperundungan melalui berbagai upaya. Dalam hal ini, Saya memiliki gagasan konsep “KANYAAH”. Kalau dari konteks kata, KANYAAH asal katanya NYAAH adalah bahasa Sunda yang artinya cinta, kasih sayang. Tetapi dalam konteks ini, KANYAAH adalah sebuah singkatan atau akronim. KANYAAH terdiri dari huruf atau gabungan huruf K, A, NY, A, A, dan H. K singkatan dari Komunikasi, A singkatan dari Atensi, NY singkatan dari NYakseni/menyaksikan/ mengawasi, A singkatan dari Aksi, A singkatan dari Antisipasi, dan H singkatan dari Humanis.
K (Kolaborasi) maksudnya adalah pencegahan perundungan harus dilakukan secara berkolaborasi antarpemangku kepentingan, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, dinas/ lembaga yang menangani kekerasan, organisasi profesi, aparat penegak hukum, LSM, media, dan kelompok lainnya. Tujuannya sebagai bentuk kerjasama dan sinergitas. Melihat masalah ini sebagai masalah bersama dan perlu ditangani bersama-sama. Para pemangku kepentingan tersebut harus memiliki visi dan komitmen yang sama, tidak bergerak sendiri-sendiri. Kadang kala berbagai pihak tersebut merasa sudah bekerja tetapi sayangnya tidak ada harmoni. Akibatnya berbagai program yang dilakukan tersebut kurang efektif dan kurang berdampak.
A (Atensi) maksudnya semua pihak yang berkepentingan harus memiliki atensi atau perhatian yang sama. Lingkungan keluarga harus menjadi lembaga pertama yang mengampanyekan antiperundungan. Tidak ada ada perundungan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, antarsesama anak, atau mungkin saja anggota keluarga lainnya. Lingkungan keluarga harus dibentuk menjadi lingkungan yang kondisif untuk menumbuhkembangkan nilai saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi, dan toleransi antaranggota keluarga sebagai miniatur sebuah masyarakat.
Begitu pun dengan lingkungan sekolah dan masyarakat. Kedua lembaga tersebut diharapkan menjadi cermin lingkungan yang bebas dari perundungan. Secara formal, di sekolah ada Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPKSP) yang bertugas untuk melakukan sosialisasi dan kampanye antiperundungan serta penanganan jika terjadi kasus perundungan.
Di lingkungan masyarakat, lembaga kemasyarakatan seperti RT, RW, Karang Taruna, PKK, desa/kelurahan, majelis ulama, dan lain-lain diharapkan bisa menjadi bagian dari kampanye antiperundungan. Program anti perundungan bisa menjadi bagian dari program Pembangunan atau program kerja lembaga-lembaga tersebut. Masyarakat perlu diedukasi terkait bahaya perundungan, jenis-jenis perundungan, dampak perundungan, dan cara penanganan kasus perundungan.
NY (Nyakseni/Menyaksikan/Mengawasi) maksudnya adalah pelaksanaan program antiperundungan perlu dilihat/diamati oleh berbagai pihak terkait. Monitoring dan evaluasi juga perlu dilakukan untuk melihat efektivitas, hasil, dan dampaknya. Hal yang sudah baik dipertahankan dan ditingkatkan, sedangkan hal yang belum baik, maka harus diperbaiki. Nyakseni tidak selalu diartikan sebuah kegiatan formal yang menggunakan beragam instrumen. Kepedulian orang tua, tetangga, dan masyarakat terhadap pencegahan kasus perundungan juga merupakan bentuk aksi konkrit nyakseni. Selain itu, respon, pelaporan, dan penanganan yang cepat atas kasus perundungan bisa juga sebagai bentuk konkrit nyakseni.
A (Aksi) maksudnya adalah kampanye antiperundungan dilakukan melalui berbagai aksi, mulai hal atau konten yang sederhana sampai kepada hal yang sifatnya program besar, terstruktur, dan masif. Aksi-aksi tersebut tidak perlu dikaitkan atau identik dengan biaya atau anggaran. Sikap sopan, santun, saling menghargai, saling menghormati, mau menerima perbedaan, dan toleransi adalah aksi nyata antiperundungan. Sederhana tapi bermakna. Tidak perlu biaya.
A (Antisipasi) maksudnya adalah tindakan perundungan harus diantisipasi oleh semua pihak terkait. Orang tua saat melihat gelagat yang tidak biasa dari anaknya seperti mendadak murung, gelisah, tidak mau sekolah, tidak mau bergabung lagi dengan teman-temannya, atau saat ada tanda-tanda luka pada badannya perlu segera dicari penyebabnya. Siapapun, termasuk anak bisa menjadi bagian dari pelaku atau korban perundungan atau tindak kekerasan.
Begitu pun di satuan pendidikan. TPPKSP perlu menyiapkan berbagai upaya, program, dan strategi untuk mengantisipasi dan mengampanyekan antiperundungan. Di level pemerintah daerah pun sama. Perlu ada antisipasi terkait bahaya perundungan mengingat kasus perundungan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan melibatkan siapa saja. Pemblokiran terhadap konten dan game online yang berbau kekerasan perlu dilakukan oleh pemerintah karena pada banyak kasus, hal tersebut banyak dicontoh pelaku tindak kekerasan dan perundungan.
Media pun memiliki peran penting dalam pencegahan perundungan. Diantaranya adalah dengan membatasi menampilkan tayangan-tayangan yang bertema kekerasan. Memang sudah ada peringatan agar penonton menonton sesuai dengan umurnya dan perlu bimbingan orang tua, tetapi sebelum hal itu dilakukan, media pun perlu mengantisipasinya dengan memberikan tayangan yang selain menghibur juga mendidik, juga menyensor bagian-bagian yang bertendensi mengandung kekerasan.
H (Humanis) maksudnya adalah program atau kampanye antiperundungan dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang tidak boleh mendapatkan kekerasan, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Hal yang harus ditanamkan kepada setiap orang adalah bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang unik, memiliki latar belakang, ciri fisik, dan karakter yang berbeda. Hal ini yang harus diterima dan dihormati oleh setiap orang. Hidup harmoni dan kebinekaan dalam keberagaman adalah hal yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa Indonesia yang majemuk.
Kasus perundungan biasa terjadi karena adanya relasi kuasa kuat-lemah, berkuasa-tidak berkuasa, kaya-miskin, mayoritas-minoritas. Pihak korban menderita luka lahir dan batin, ketakutan, trauma, bahkan ada yang sampai cacat dan meninggal. Orang yang pendiam dan introvert cenderung menjadi korban perundungan.
Perundungan dan kekerasan adalah salah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang harus dilawan. Sekecil apapun, perundungan tidak dapat ditolerir. Nilai kasih sayang, welas asih harus kita tanamkan kepada anak-anak kita sejak dini. Rumah tangga yang adem ayem, lingkungan keluarga yang damai dan harmonis, demokratis, dan komunikatif, bisa menjauhkan dari tindakan perundungan atau kekerasan. Keharmonisan dan kedamaian dalam keluarga adalah modal yang sangat berharga untuk mengembangkan hal tersebut di lingkungan satuan pendidikan dan masyarakat.
Konsep KANYAAH sebagai bentuk kampanye antiperundungan pada praktiknya bisa beragam. Walau demikian, pada intinya, KANYAAH yang kata dasarnya NYAAH, yang berarti rasa cinta adalah untuk menyebarkan nilai kasih sayang terhadap sesama manusia tanpa melihat perbedaan latar belakang ras, etnis, bahasa, dan agama. Cinta adalah nilai universal. Ketika seorang manusia sudah bisa hidup damai penuh rasa cinta, maka dia sudah menjadi sebenar-benarnya manusia. Wallaahu a’lam.
Penulis: Idris Apandi